Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Tuesday, April 8, 2014


J BALADA PENGEMBARAANKU J

Ilmu yang berharga tak harus diperoleh dari bangku sekolah dan cinta yang indah tak hanya dapat dirasakan oleh orang hebat, semua hal yang ada disekitar kita bisa dijadikan bahan sebagai bekal untuk kehidupan selanjutnya. Palajari, pikirkan dan ambil manfaatnya.

Dua kata yang sering aku dengar, dan kata orang kedua kata tersebut susah untuk dilupakan, banyak kesan tersembunyi dan akan tetap tinggal serta membekas didalam hati hingga dewasa nanti. Namun, bagaimanakah dengan diriku???. Aku yang bukan siapa-siapa dan belum pernah tau apa yang namanya pacaran, meskipun usiaku sudah 17 tahun tapi aku cukup hati-hati dalam menilai dan mimilih siapa-siapa saja yang dekat denganku. Rasa suka, kagum, dan ingin selalu dekat dengan seorang pria tentu saja pernah dan barangkali sering aku rasakan, namanya juga masa remaja, cukup nikmati sajalah. Dan apakah kini aku bisa merasakannya??? Entahlah, aku akan membiarkannya layaknya air yang mengalir mengikuti arus.


 Linggo Asri, 24-25 Desember 2014. Tempat dan tanggal yang telah menorehkan sekelumit kisah kecil yang telah singgah dalam hati dan pikiran, kisah kasih seorang gadis diujung masa remajanya. Kisah mengenai cinta pertamanya, persahabatan tanpa memandang status dan usia dan yang paling penting bisa menyatu dengan alam. Merasakan, memahami dan mulai menikmati setiap kisah yang Ia alami untuk kemudian Ia kenang dimasa yang akan datang. Yaa inilah kisahku…
                                                                                                                                 

***

Pagi yng cerah mengawali hariku, 24 Desember 2013. Persiapan yang begitu mendadak, tak menyurutkan semangatku untuk mengikuti kegiatan yang diadakan Pramuka Kwarran Siwalan, sebut saja DKR Siwalan. Dengan bermodalakan semangat dan juga nekat membuat aku semakin mantap dalam kegiatan tersebut.

Pukul 07.00 WIB aku mulai keluar rumah dan menghampiri rekan kerjaku yang juga ikut DKR, sebut saja namanya Nur. Karena tak satu dari kami yang membawa sepeda motor, menjadikan kami harus berangkat naik angkot. Okke, tak apalah.

Singkat cerita, kami telah sampai dipersimpangan jalan menuju Sanggar DKR (tempat berkumpulnya para anggotanya), tak lama menunggu akhirnya kami dijemput juga oleh salah seorang anggota DKR juga, namanya Irham. Dengan menaiki sepeda motornya, akhirnya satu persatu dari kami diantar menuju Sanggar. Kedatanganku yang sudah terlambat ditambah lagi aku yang terbilang masih anak baru dalam perkumpulan itu membuat aku tidak bisa menyembunyikan rasa  malu, namun aku tetap ikut bergabung dengan anggota lainnya, sebagian besar dari mereka masih Nampak asing bagiku.

Satu persatu dari kami, menaiki bis menuju bumi perkemahan, Linggo Asri. Perjalanan cukup lancar. Disela-sela perjalanan, terdengar riuh sorak sorai anggota pria dari bagian belakang, ada-ada saja bahan yang tertawakan, entah apalah yang mereka bicarakan, keramaiannya tidak sedikitpun mengundangku untuk ikut bergabung tertawa bersama.

Dan akhirnya kira-kira pukul 11.00 siang kami  tiba ditempat tujuan. Setelah semua isi dipastikan sudah dikeluarkan dari dalam Bis (kecuali Sisupir pastinya, hahaha), Ketua DKR (Kak Ari), menginstruksikan kami semua untuk beristirahat kemudian dilanjutkan dengan pendirian tenda. Tak menunggu lama tendapun telah berdiri. Karena lapar, akupun langsung turun kebawah dan masuk kedalam warung untuk sekedar mengisi perut yang sejak pagi belum diisi dengan makanan berat sedikitpun.

Usai makan, aku yang ditemani Kak Nur langsung menuju keatas, yaa diatas karena tenda yang didirikan berada diatas bukit kecil. Terlihat semua sibuk dengan aktifitas masing-masing. Pasang tali temali, mematok sebilah bambu dan menggelar lebar tenda yang telah kami bawa sebelumnya. Tak perlu menunggu lama, tenda laki-lakipun telah berdiri tegak dengan posisi berdampingan dengan tenda perempuan. Yahh, jumlahnya cukup dua saja, tenda pria dan wanita.

Kegiatan dilanjutkan dengan pencarian kayu bakar, banyak dari anggota yang ikut mencarinya, namun aku hanya terduduk diam saja disamping tenda. Setelah cukup banyak kayu yang terkumpul satu persatu dari mereka kembali ke Bumi Perkemahan dan segera menyusunnya didepan tenda wanita untuk dinyalakan nantinya. Kegiatan selanjutnya hanya diisi dengan canda tawa, berkumpul bersama, ajang keakraban katanya, hahahah. Meskipun dari dalam diriku masih menyembunyikan rasa malu, namun sedikit demi sedikit aku mulai terbawa suasana dan akupun larut dalam candaan mereka.

Waktu sudah menunjukkan Pukul 12.00 siang, dan saatnya aku menjalankan kewajibanku kepada yang Kuasa. Ditemani dengan anggota DKR (Ningsih, Riya, dan Nafi), kami bersama-sama menuju tempat sholat dan mulai menjalankan Sholat Dhuhur. Sholatpun usai dan kami kembali ke bumi perkemahan bersama-sama.

Saat itu, kegiatan hanya diisi dengan canda tawa dan gurauan-gurauan konyol yang cukup membuat aku terpingkal-pingkal dengannya. Cukup lama berkumpul, akhirnya waktu sholat Ashar tiba, aku langsung mengajak anggota DKR lain untuk menjalankan sholat bersama. Namun, sebelum menuju ke musholla kami memutuskan untuk berjalan-jalan menuju sungai terdekat. Jalan yang berkelok-kelok, kanan kirinya hutan hijau nan lebat mampu memanjakan mata dan memenangkan jiwa, udara segar yang berhembus membuat fikiranku semakin terbuka dan aku benar-benar menikamti suasana itu. Ditengah perjalanan, kami berfoto-foto dengan gaya anak remaja pada umumnaya. Sedikit canggung,  namun aku tetap mencoba untuk menikmatinya. Jeprett, jeprettt, hasilnya, cukup banyak gambar yang didapat.

Akhirnya kami tiba ditempat yang dituju, ‘Kali Paingan’. Wajah bahagia jelas tergambarkan dari masing-masing kami. Anggota laki-laki langsung turun dan membuka baju mereka, byurrr…. Mereka mulai menikmati segarnya air dari pegunungan, namun anggota perempuan hanya melihatnya dari bebatuan besar yang terhampar dipinggir sungai, memandangi anggota pria yang sedang asyik bermain dengan air. Tak lama kami bermain-main, gerimis dating dan akhirnya Kak Ali meminta kami semua untuk kembali ke Bumi Perkemahan.   

***

Dan inilah, saat-saat yang paling mengesankan bagiku. Semua anggota berkumpul dilingkaran api unggun yang telah berkobar cukup besar, duduk didepan tenda wanita. Satu persatu aku perhatikan setiap anggota yang ada disekelilingku, benar-benar lengkap semua berkumpul menjadi satu dalam hangatnya kobaran api unggun. Canda tawa, senda gurau, dan nyanyian-nyanyian yang tak begitu jelas terdengar nadanya membuat suasana semakin hangat.

Tidak begitu lama kami menghabiskan waktu bersama-sama, senjapun tiba dan salah satu Kakak DKR ( Kak Ali ) menginstruksikan setiap anggota untuk sejenak memanjatkan do’a kepada Sang Pencipta. Serentak semua anggota menghentikan sejenak aktifitas mereka dan mulai menundukkan kepala dibarengi dengan mengangkat kedua tangan mereka seraya berdo’a. Dengan wajah yang masih bertanya-tanya aku masih saja terlihat celingukan menoleh kesana kemari, maksud hati ingin mencari tahu maksud dari memanjatkan do’a tersebut. Dan saat itu, perhatianku terhenti pada sosok  remaja yang duduk disampingku, Bagus nama remaja laki-laki ini. Ia tengah khusuk memanjatkan do’a dengan diiringi suara yang terdengar begitu samar keluar dari mulutnya yang juga ikut berkomat-kamit. Entah bacaan apa saja yang ia panjatkan namun kekhusyukannya membuat aku semakin penasaran.

“ Apaan sich yang barusan kamu baca?” tanyaku pada dirinya yang berada disampingku
“ Nggak kok, palingan bacaan biasa” jawab Bagus (Yah, nama remaja cowok ini, Bagus)
“ Beneran dech, aku penasaran, pengen tahu” tanyaku makin penasaran
“ Enggak kok, beneran “ jawab Ia singkat
“ Tapi tadi aku kaya mendengar kamu baca Surat Al-Kautsar, Ayat Kursi, terus apaan lagi gak begitu jelas” terangku gak mau kalah
“ Masak sih???” Bagus menimpali                                                                           

Karena rasa penasaran yang begitu tinggi, aku tak kan pernah ada kata lelah apalagi jemu dengan hal-hal baru yang menarik hati untuk diketahui, saking penasarannya tak henti-hentinya aku mewawancarainya (sok banget bahasanya). Dan akibatnya, Kak Alipun mendengar percakapan kami, dan Ia langsung menjelaskan kepadaku tentang maksud dari do’a yang dipanjatkan.

“ Nah, emang sebenarnya do’a apa sih yang dipanjatkan dan apa maksudnya?” tanyaku
“ Yang namanya berdo’a itu untuk memohon Perlindungan kepada Sang penguasa, apalagi ini didaerah yang jauh dari tempat tinggal, apa salahnya jika kita memohon keselamatan dan keamanan selama disini nantinya.” Terang Kak Ali
“ Yang harus dibaca itu apa saja? Terus kenapa saat-saat kaya gini bacanya?”
“ Waktu pergantian antara siang dan malam itu sebaiknya kita berdo’a memohon perlindungan serta keamanan karena ada makhluk lain disekitar kita yang senantiasa hidup berdampingan dengan kita. Kehidupan mereka berbalik dengan kita, jika kita itu beraktifitas disiang hari, justru mereka mulai beraktifitas dimalam hari.” Jelas Kak Ali
“Ooh gituu ya?”
“ Iiih, kok jadi horror kayak gini sih?” celetuk Kak Nur
“ Iaa nih, tapi aku juga ingin berdo’a akh” balasku

Matahari benar-benar mulai menyembunyikan wajahnya dan kegelapan mulai menyelimuti bumi perkemahan. Angin pegunungan yang berhembus membuat suasana semakin bertambah sepi. Kali ini Bagus mulai mengajakku berbicara mencoba mendekatiku dan berinteraksi denganku.

“ Lihat nih, bulu tanganku berdiri, benar-benar merinding”
“ Yaa, iyalah orang udaranya dingin kayak gini kok! Wajar kan kalau badan terasa dingin dan merinding?”
“ Tapi ini beneran, disitu, disana dan dibelakang kita banyak penunggunya.” Sambil menunjukkan jari jempolnya sesuai dengan arah yang ia tuju
“ lhoh, kenapa harus pake jari jempol nunjuknya?”
“ biar lebih sopan aja” jelasnya
“ tapi emang beneran yang barusan kamu tunjuk itu ada penunggunya?”
“ ialah”
“ yang bener aja? Serius?”
“ iya benar, serius ngapain juga bohong! Jawabnya agak ketus
“ nah emang kamu bisa liat makhluk-makhluk gaib? Kok tau kalo yang berusan kamu tunjuk itu ada penunggunya?”
“ iya kok Kak, beneran kami bisa melihat makhluk-makhluk halus” tiba-tiba kembaran Bagus,
(Tio) menimpalinya
“ Kemampuan yang kami miliki itu sudah turun temurun dari Kakek kami” tambah Ia
“ yaa, yaa, yaa,” sedikit ragu aku hanya mengiyakan perkataan mereka.

Dari sisi tempat duduk yang lain, mereka berkumpul, tengah asyik memainkan kartu. Berbagai permainan yang mereka tunjukkan cukup menghibur dan menarik perhatian kami, termasuk Bagus. Ia penasaran, dan langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Sipemain kartu. Ia mulai memperhatikan dengan seksama dan mencoba membuka teka-teki dibalik permaian itu. Cukup lama ia memahaminya dan akhirnya ia bisa memainkannya sendiri dan iapun langsung kembali duduk disampingku dan mengajakku untuk mengikuti permainannya.

“coba lihat permaian kartuku!” ajak ia
“ok, coba aku ingin lihat gimana permainanmu”
“(mulai mengocok kartu yang ada ditangannya) ambil dua kartu, apa saja yang kamu inginkan dan jangan beritahu aku! Cukup kamu pilih dan jangan diambil” terang Ia
“bebas nih, terserah saya? Ok kalau gitu aku pilih….
“cukup, jangan kamu kasih tau,”
“ok, aku sudah memilihnya”
“beneran sudah, aku kocok yaa?”
“he’eh”
“pasti kamu pilih yang ini…. Dan ini! Iya kan?”
“nah lho, kok kamu tahu sih?  Gimana tadi caranya, kok bisa?”
“ ohh, itu rahasia”
“kasih tau dong caranya…?”
“ehm itu, rahasia”

Pembicaraan kami terhenti seiring adanya suara adzan Maghrib yang terkumandang dari musolla kampong sebelah. Sebagian anggota dari kami memilih untuk sholat terlebih dahulu dan segera pergi ke musholla untuk menjalankan sholat Maghrib. Namun, aku dan beberapa anggota lain memutuskan untuk bergantian dengan mereka.

Semakin larut udara semakin dingin, aku mulai mengambil jaket jeans dari dalam tasku dan langsung memakaikannya ditubuhku. Diluar tenda, rupanya Bagus sudah menungguku dan mengajakku duduk berdampingan dengannya. Tidak banyak yang kami lakukan bersama, hanya suara semilir angin yang berhembus cukup kencang hingga membuat pepohonan bergoyang kekanan kekiri. Rupanya jaket yang aku kenakan tak cukup untuk mengatasi situasi seperti ini, aku mulai merasa kedinginan. Ia menoleh kehadapanku dan mulai membantuku mengatasi situasi seperti ini. Sebagai Siswa yang rajin, ia banyak mengikuti Kegiatan Ekstra di sekolahnya. Dengan sigap Ia mulai menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya kemudian ia tempelkan ditanganku.

“gimana? Udah mendingan belum?” Tanya ia, sambil menaruh sedikit perhatian terhadapku
“lumayan, tapi masih tetap dingin. Mungkin tubuhku belum bisa beradaptsi dengan lingkungan sini”
“lagian kamu juga sih, sudah tahu mau berkemah didaerah seperti ini, malah bawa jaket yang kayak
 gitu? Jaket jeans itu gak bisa menahan dingin!”
“ia, ia, namanya juga kurang persiapan, waktu berangkat aku buru-buru tahu?”
“ya udah, sini tak pijetin” (sambil memijat bagian pundakku), sakit enggak?
“enggak kok, lumayanlah?”
“kenapa nis?” tiba-tiba Kak Ari datang menghampiri kami berdua
“Gak papa kok Kak, Cuma merasa kedingina aja” jawabku singkat
“Ooh, coba mana telapak tanganmu” (sambil mengulurkan tangannya dihadapanku)
“emang kenapa Kak?” (aku langsung memenuhi permintaannya)
“mau ngecek aja, apa kamu baik-baik saja. Gimana sakit nggak” ( memijat telapak tangan
 bagian tengah antara ibu jari dan  telunjukku)
“enggak kok, biasa saja”
“syukurlah, kamu baik-baik saja”
“emang pijatan tadi fungsinya untuk apa Kak?”
“ini pertolongan pertama jika ada yang masuk angin, kenapa bagian ini yang Kakak pijat, itu karena ujung syarafnya bersambungan dengan syaraf lainnya” jelas Kak Ari
“Ohh,…
“kalau kamu Kram dan gak enak badan, bagian sini yang perlu kamu pijat (sambil memijat kedua telapak kakiku)
“kalau yang itu fungsinya untuk apa Kak?”
“masing-masing tergantung dari yang dipijat,  setiap bagian memiliki fungsi yang berbeda” dan bla bla bla . . . (sambil memijit ia menjelaskan, namun tak semua yang ia terangkan aku bisa memahaminya)”

Rupanya Bagus tertarik dengan apa-apa saja yang tadi dilakukan Kak Ari denganku. Ia mencoba mempraktekkan kembali disebagian tubuhku dan menjelaskan kalau semua itu juga pernah ia dapatkan selama mengikuti Ekstra diSekolahnya.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya rombongan pertama telah kembali dari musholla dan kini giliran kami (rombongan kedua) untuk menjalankan Sholat Maghrib berjama’ah. Rombongan kedua terdiri dari aku, Bagus, Kak Ali, Kak Ema, Kak Heru dan Kak Irul. Kami mulai bergegas dari tempat duduk kami dan berjalan menuju keMusholla. Jalan setapak yang naik turun, licin dan tanpa penerangan membuat kami harus berhati-hati sambil membawa alat penerangan sendiri, namun parahnya lagi aku tak membawa senter.

Aku mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang licin dan gelap, selangkah demi selangkah aku mulai meninggalkan Bumi perkemahan. Berjalan dibagian belakang membuat aku cukup was-was bilamana aku terjatuh dan terperosok, tapi syukurlah ada SiBagus yang senantiasa berjalan disampingku, Ia yang selalu sigap dan selalu siap sedia mengulurkan tangannya untuk membantuku bangkit. Akhirnya kami sampai juga di Musholla, tanpa lama-lama Aku langsung mengambil air wudlu, memakai mukena dan menunggu Kakak DKR untuk memimpin sholat jama’ah.

Sholat maghribpun usai, Kami langsung melanjutkan sholat Isya’ berjama’ah. Kali ini, Kak  Ali meminta Kak Heru untuk bergantian memimpin Sholat Isya’, cukup lama memang mereka memperdebatkan siapakah yang akan menjadi seorang Imam tapi akhirnya perdebatan diakhiri dengan kumandang Adzan oleh Kak Ali, tak lama setelah itu kini giliran SiBaguslah yang mengumandangkan Iqomah, tak begitu bernada, namun aku salut dengan kesediaan dan juga keberaniannya maju kedepan, mengumandangkan Iqomah.

Sholat Maghrib dan Isya’pun telah kami jalankan bersama-sama. Awalnya Aku memutuskan untuk langsung kembali ke Bumi perkemahan, namun sebelum itu, aku memutuskan untuk buang air kecil terlebih dahulu. Aku mulai berjalan sendiri menuju toilet disamping secretariat, tiba-tiba kau melangkah juga mengiringi langkahku, rasa takutpun mulai hilang karena bagiku disampingmu Aku merasa aman, kaulah yang selalu melindungiku. Usai buang hajat, kami melangkah menuju Bumi perkemahan, dalam situasi malam yang sepi nan gelap tak sedikitpun membuat aku merasakan takut, karena sekali lagi kau masih berada disisiku, melangkah bersama dan selalu menawarkan segala kebaikanmu untuk membatuku sampai tujuan.

Sampai di Bumi perkemahan, kami mulai bergabung dengan lainnya yang sedang asyik bersantai ria,menikmati temaram cahaya api unggun ditengah hutan yang gelap. Dengan diiringi lagu yang mereka mainkan dari musicbox, mereka mulai mulai bersuara dengan nyanyian-nyanyian yang cukup ramai diselingi dengan candaan khas dari mereka. Makan malampun tiba, Bagus mengajakku untuk mencari makan dibawah sana. Awalnya aku mengira hanya kita berdua yang akan melangkah bersama, tapi ternyata ada Kak Eri yang ikut bersama kami. Berjalan bertiga, keluar masuk warung makan, mencari nasi, satu persatu warung  menyatakan sudah ntidak ada. Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh, kami menemukan warung yang berdiri diujung jalan.

Setelah nasi kami dapat, kami langsung kembali keBumi perkemahan untuk kemudian makan bersama. Makan malam yang sederhana, nasi putih ditemani ayam bakar (bikinan sendiri) dan hanya beralaskan kertas minyak dan ditata dijadikan satu. Semua anggota mulai duduk melingkar, mengelilingi nasi yang telah ditata rapi. Setelah Do’a dipanjatkan, akhirnya kami serentak menyerbu makan malam yang berada dihadapan masing-masing. Ya, sederhana  namun disinilah letak kebersamaan. Makan malampun usai  dan kegiatan dilanjutkan dengan bernyanyi-nyanyi bersama.

Tak lama aku menikmati situasi seperti ini, rupanya malam yang kian larut membuat udara di Bumi perkemahan semakin dingin. Aku memutuskan masuk kedalam tenda, maksud hati ingin menghangatkan diri. Aku coba untuk memejamkan mata, mempersiapkan diri untuk pengembaraan esok hari. Tak lama aku berdiam diri didalam tenda aku memutuskan untuk keluar.

“mau kemana?” Tanya Bagus
“Aku pengen ke toilet, kebelet pipis” sambil berlalu meninggalkan Bumi perkemahan, jujur saja dalam hati aku menginginkan Ia untuk mengantarku kembali tapi nampaknya Ia tengah asyik dengan teman-temannya. Mencoba memberanikan diri melangkah seorang diri menuju toilet  meski dalam hati aku merasa dikecewakan olehnya.
“tak kira kamu akan mengantarku lagi” (gumamku dalam hati) beberapa langkah aku
meninnggalkan bumi perkemahan dan …
“Aaargh . . . “ hampir saja
“udah tau gelap,  gak bawa senter, sendirian, gak mau nungguin lagi” (sambil sigapnya Ia memegangi lenganku, menahan beban tubuhku yang hampir terjerembab dibawah)
“yaa kan aku gak bawa senter, gak ada yang mau kebelakang terus tak kira kamu akan terus
asyik bernyanyi bersama mereka”
“masak aku tega kalau kamu sendirian ke Toilet.”
“ ya ya ya, makasih udah nememin aku”
Dan tiba-tiba . . . Slereekkk . . .
“ya ampun sudah tau tadi hampir jatuh, sekarang gak mau berpegangan, Sini lho pegangan biar
 gak jatuh.”
“Iih, apaan sih?”
(Singkat cerita, aku telah usai membuang hajatku dan saatnya kita kembali ke Bumi
 perkemahan.)
“baliknya lewat sini aja yaa, lebih terang, jalannya halus. Jadi biar lebih gampang aja” pinta
Bagus
“terserah aja sih, aku ikut saja”

Kamipun kembali ke Bumi perkemahan lewat jalan yang berbeda dengan sebelumnya. Perjalanan kali ini mulus-mulus saja, banyak penerangan karena kami berjalan dijalan beraspal yang biasa dilewati kendaraan bermotor. Tiba di Bumi perkemahan, kami langsung ikut bergabung dengan anggota lainnya, yah masih sama dengan kegiatan sebelumnya; bernyanyi bersama dilingkaran api unggun yang menyala.

Saat yang lain tengah asyik menikmati alunan music, aku hanya terdiam, tertunduk lesu. Tak tahu mengapa, entah itu kedinginan atau mengantuklah yang  jelas saat itu aku hanya duduk menyendiri dengan angan-anganberkelana kemana-mana. Jujur saja saat itu, hatiku tersentuh dengan apa-apa yang telah Bagus perlakukan terhadapku. Segala kebaikannya, sopan santunnya dan juga sikap keagamaannya telah memikat hatiku dan semakin membuatku tertarik untuk semakin mengenal dan dekat dengannya. Tapi, tetap saja aku masih merasa takut, mengingat usiaku yang baru beranjak 17 tahun, dan sebaris cita-cita yang belum aku wujudkan. Takut jika semua itu hanya sesaat membahagiakan aku dan akan merusak konsentrasiku untuk menggapai anganku.

“Dorrr!”
Tiba-tiba Bagus menepuk punggungku dengan cukup keras dan akupun terkagetkan dengan
 situasi  seperti ini.
“Aduuh, sakit tau” gerutuku kesal karena Ia telah membuyarkan lamunanku
“makanya jangan melamun”
“nah emang siapa yang ngelamun, orang aku ngantuk kok!” balasku mengelak
Samar-samar aku perhatikan, orang-orang disekitarku mulai memandangiku dengan tatapan cukup aneh setelah Bagus mengatakan terhadap mereka kalau ada sosok makhluk halus yang mengikutiku.
“jangan melamun Kak!” tiba-tiba Imam ikut juga menepuk punggungku, darinya aku tahu
 kenapa semua menatapku
“Aku gak melamun kok, Cuma ngantuk aja!”
“kalau disini jangan kebanyakan melamun, nanti ada apa-apa”
“hush, jangan nakut-nakuti aku seperti itu”
“kalau ngantuk, ya sudah tidur saja sana. Jangan ngelamun kaya gitu, gak baik” Suruh Bagus
“ya udah, aku masuk tenda dulu yaa?”
“ya sana, tidur yang nyenyak ya…?”

Aku kembali terdiam dalam lamunanku. Sambil berbaring didalam tenda pikiranku mulai melayang-layang. Kembali merangkai kisah indah yang tengah aku rasakan bersama Bagus. Bercanda bersama, menghabiskan waktu, perhatiannya, sigapnya dan segala kebaikannya. Namun bayang-bayang itu, kini kembali terselimuti rasa takut, takut jika rasa itu hanya sesaat kemudian menghilang. Sebentar-bentar aku tersenyum-senyum karenanya, sebentar pula rasa takut mengiringi. Takut akan dosa, takut karena jika hanya dampak negatifnyalah yang banyak aku dapatkan dibandingkan dengan nillai positifnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, namun mata ini tak mau juga terpejam. Pikiran-pikiran itu yang selalu mengiang-ngiang dalam benakku, sudah coba aku alihkan namun tetap saja aku masih terjaga. Tepat dihadapanku, kulihat saudara Kembar Bagus, Tio tengah berusaha mendekati Jaya. Susah payah Ia berusaha. Tidur bersebelahan dengan Jaya, dan … inilah bagian yang paling aku tidak suka, Ia mulai main tangan mencoba memanfaatkan keadaan dengan meletakkan kedua tangan Jaya dalam pelukannya. Pikiranku mulai kacau kembali, negative, negative dan negative semakin memantapkan keyakinanku kalau yang namanya pacaran itu lebih banyak nilai negatifnya dibanding nilai positifnya.

Satu jam berlalu dan kini aku merasa ada Bagus disampingku, pikiranku yang sudah kacau balau ditambah ada sosok laki-laki disebelahku membuat aku benar-benar harus mengingat Tuhan, yah disituasi seperti ini Dialah sosok yang menenangkan hatiku. Aku mencoba menenangkan hatiku, menutup mataku, berpura-pura aku telah lelap dalam tidurku. Aku mencoba bergeser menjauh dari Bagus, tapi Ia tetap berusaha. Tuhan, apa dua orang saudara kembar ini sama-sama pandai memainkan perasaan wanita, aku takut Tuhan…

Ternyata, ia bangkit kembali dari tempat tidurnya, ia mulai merasa kedinginan. ia mencari kaos kaki dan sarung tangan kemudian ia membagi dua dengan saudara kembarnya, Tio. Perhatian yang ia tunjukkan benar-benar jelas dihadapanku membuat aku yakin kalau Ia kakak yang hebat dan aku harap dia berbeda dengan si Tio yang …

Usai ia memberi kaos kaki kepada adiknya, ia kembali tidur disampingku. Berdebar-debar jantungku. Tak kupungkiri kehadirannya membuat aku tenang, ia mulai memastikan apakah aku sudah benar-benar tertidur atau belum. Tuhan. . . saat ini aku benar-benar merasa bahagia berada didekatnya. Perlahan-lahan aku mulai terlena dengan sikap manisnya. Suasana sepi yang menyelimuti membuat suara semilir angin yang berhembus terdengar semakin jelas dan dinginpun mulai merasuki tubuhku. Tubuhku yang mulai merasakan dinginnya malam, membuat aku cepat-cepat mengepalkan kedua tanganku dan segera aku letakkan diatas dadaku. Rupanya Bagus menyadari itu, dan Ia menoleh kepadaku.

“Kenapa? Dingin yaa?” Tanya Ia,seraya menunjukkan perhatiannya
“Ia nih, dingin”
“Ya udah, dilanjut aja tidurnya”
“Ia”
(Ia mulai menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya kemudian ia tempelkan ditanganku)
“Gimana? Udah enakan belum?”
“iya, lumayan kok”

Mataku sudah mulai terpejam, namun hati dan juga pikiran ini masih tetap terjaga. Hanya bayang-bayang tentangnya yang selalu menyelimuti hatiku, jujur saja aku merasa bahagia diperhatikannya, tapi aku juga merasa takut dengan apa yang akan terjadi nantinya. Ia  mulai memegangi kedua telapak tanganku, mencoba menghangatkanku. Tak ada perlawanan sedikitpun dariku, aku tak tahu kenapa aku hanya mengikuti saja kemauannya, padahal aku tahu itu perbuatan dosa. Cukup lama aku terbuai dengan situasi seperti  ini, aku kembali mengingat Tuhan dan akhirnya aku memutuskan untuk melepas pegangan tangannya. Kembali aku bersedekap, tapi Ia tetap berusaha meraih kedua tanganku, ya sudahlah aku biarkan saja, toh hanya begitu saja yang ia lakukan, pikirku sesaat.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 malam, dan Laelapun datang. Ia adalah teman akrab yang sudah aku anggap sebagai Kakakku sendiri.Ia baru saja pulang kerja dari Pabrik yang lokasinya di Semarang. Ia mulai masuk tenda dan akupun mulai bangkit dari tempat tidurku kemudian menyambutnya dengan senyuman hangat. Setelah bersalaman dan sedikit menyapanya aku langsung kembali berbaring ditempat tidurku semula. Baguspun mengikuti apa sajayang telah aku lakukan. Ia kembali tidur disampingku dan saat aku memejamkan mata Ia berusaha kembali mendekatiku. Dan kali ini lebih parah lagi, Ia mulai mengangkat tanganku dan meletakkannya tepat diwajahnya, Oh Tuhan…. Tolong jangan biarkan aku terjerumus lebih dalam lagi.


***

Setelah tertidur dalam waktu 2 jam, aku terbangun dari tidurku, akupun mulai gelisah dengan kondisi tubuhku yang kembali ingin buang hajat. Mata mulai terbuka, posisi tidur bergeser kekanan dan kekiri,, membolak-balikkan tubuh, dan sedikit meresah membuat aku semakin tak bisa menahannya, hingga akhirnya aku putuskan untuk bangkit dari tempat tidurku.

“kenapa?” Tanya Bagus
“Aku  kebelet pipis nih?”
“Ya udah nunggu aja bentar lagi kan subuh, tidur aja lagi?”
“Ehmm, tapi aku kebelet banget nih?”
“udah tidur aja lagi.”

Saat itu aku putuskan untuk kembali berbaring ditempat tidurku, merebahkan tubuh dan mencoba mengabaikan rasa ingin buang hajatku. Detik demi detik dan kini menitpun berganti dengan jam, namun rasa ingin ketoiletpun juga belum hilang.

“mau kemana?” Tanya Bagus
“aku mau ketoilet, gak nahan banget!” sambil bangun dan membenarkan jaketku
“ya ampun ni anak kok gak perhatian banget sama aku, udah tau aku kebelet banget, ehh mlah asyik
 tidur!” gerutuku dalam hati
Perlahan aku membuka mataku lebar-lebar dan melangkah keluar dari tenda,
“Kak, aku pengen ketoilet  nih, siapa yang kepengan bareng?” tanyaku penuh harap
Cukup lama aku menunggu jawaban, namun tak ada respon sedikitpun dari mereka
“Ayolah, masak aku keToilet sendirian?”
“Iyya, Ayok kita ketoilet bareng!” tiba-tiba Kak Novi bangun dari tidurnya dan menjawab
permintaanku

Dengan bantuan senter kecil yang dipegang Kak Novi, akhirnya kami berdua berjalan ditengah hutan yang gelap. Kak Novi berjalan begitu saja didepanku, Dia tak menghiaraukan aku yang masih berjalan pelan.

“Kak, jangan cepet-cepet, tungguin dong?”
“iya, ini juga udah pelan, lagian aku dah kebelet banget nih” sambil memperlambat langkahnya
“tu  kan cepet-cepet lagi? Gelap nih Kak?” sahutku
Kak Novi berlalu begitu saja melangkah dengan cepat dan SLARAKKKK
“Akkh…..” Sambil menggerutu aku mencoba bangkit dari tanah dibantu Kak Novi
“Gak papa kan Nis?”
“iya gag papa kok Kak? Tapi jalannya jangan cepet-cepet ya?”
“aku udah kebelet banget Nis?”
“iya tau Kak, tapi Kakak kan tau kalau yang bawa senter itu Kakak, aku kan enggak bawa jadi aku susah jalannya. Ntar kalau aku jatuh lagi gimana?” sahutku kesal

Aku mulai berjalan dibelakang sambil memegangi bajunya. Akhirnya kami sampai diToilet dekat dengan ruang keamanan, toilet kami bersebelahan. Tak menunggu lama aku langsung bergegas masuk ketoilet dan memenuhi hajatku setelah selesai aku langsung keluar  dan langsung meminta Kak Novi juga ikut keluar. Namun Kak Novi belum juga usai buang hajatnya.
“Kak novi, aku udah nih?”
“iya Nis, tunggu bentar ya…?” sahut Kak Novi dari dalam
Beberapa menit kemudian . . .
“Kak, kok lama banget sih?” suaraku cukup samar

Sambil melihat kanan kiri, aku memandangi dengan seksama lingkungan disekitarku. Gelap, sepi, tiada suara manusia satupun, yang ada hanya suara semilir angin malam dan gemerincik air yang mengalir. Dan kini pandanganku tertuju pada pohon besar yang tumbuh didepan toilet, yah tepat dihadapanku.ini. Rasa merindingpun hadir, jujur saja aku punya rasa takut terhadap hal-hal semacam makhluk ghoib. Untuk sedikit menghilangkan rasa takutku, aku mulai membaca do’a-do’a pendek sebisaku. Berulang-ulang aku membacanya hingga aku memperoleh ketenangan sambil menunggu Kak Novi keluar.

“maaf Nis, lama ya? Soalnya aku BAB.”
“iya, gak papa kok” sahutku pendek sambil menutupi rasa takutku
“ayok langsung pulang!”
“kali ini jalannya harus pelan-pelan ya Kak? Kakak gak tega kan kalau aku kembali terperosok ke tanah?” pintaku memelas
“iya, iya, habis tadi aku kebelet banget Nis? Maaf ya?”
“he’eh”

Kamipun berjalan pulang, aku berjalan tepat disamping Kak Novi, sambil memegang erat lengannya, kali ini aku benar-benar berlindung agar aku tidak terjatuh kembali ketanah. Dan akhirnya kami sampai diBumi perkemahan, aku langsung bercerita tentang barusan dengan salah satu Kakak yang terbangun dari tidurnya, bukannya mendapat perhatian Ehhh aku malah ditertawakan, justru kali ini akulah yang pertama kali “nemu endog” (istilah mereka jika ada anak yang jatuh terjerembab ketanah).

Aku kembali masuk ketenda dan bersiap untuk melanjutkan tidurku, karena waktu masih menunjukkan pukul 03.00 pagi. Aku mulai membaringkan tubuhku dan mencoba memejamkan mata. Namun karena kejadian tadi, susah rasanya tubuh ini untuk tertidur kembali dan sampai terdengar suara Adzan Subuh, aku mulai bangkit dan langsung menuju keMusholla. Dan pagipun tiba, untuk pertama kalinya aku menikmati pagi yang sejuk di bumi perkemahan Linggo Asri, Pekalongan . . . J


***















                                                       




2 komentar:

Unknown said...

wowww, banyak bingits ....

BLARACK SEMP@L said...

terima kasih sebelumnya, sudah mau mampir di blog acak-acakan kayak gini
maklum masih belajar :)

Post a Comment

Silahkan jika ingin berkomentar
Mohon berkomantarlah yang baik, sopan, dan juga membangun.
Ok-