CITA-CITA
atau CINTA?
Dua hal yang
sulit untuk dibuang jauh-jauh dari pikiran. Cita-cita menjanjikan
kebahagiaan dimasa yang akan datang, sedangkan Cinta? Suatu hal yang selalu
mengiringi hidup seseorang disetiap harinya dan mungkin bisa jadi hal yang
menjadi pemacu untuk meraih cita-cita atau malah bisa menghancurkannya???
(entahlah).
Kisah
ini terinspirasi dari seorang gadis kecil yang sedang menikmati masa remajanya,
sejuta cita yang telah ia rencanakan demi masa depannya namun disaat yang
bersamaan cinta pertama hadir baginya. Bimbang, harus tetap konsentrasi dengan
cita-citanya itu, atau sejenak mengabaikannya. Sementara kisah cinta yang penuh
dengan misteri baginya dengan sikapnya yang masih polos dan begitu saja percaya
pada orang-orang sekitarnya membuat ia harus jatuh bangun menyemangati dirinya
sendiri demi melanjutkan hidupnya.
Lelah yang menerpa membuat aku
harus beristirahat total berbaring ditempat tidurku, Yaa tidak hanya banyak
ilmu dan pengalaman yang kuperoleh dari kegiatan Latihan Kader Muda kemarin,
terpaksa tubuh ini terbaring lemas diatas ranjang selama dua hari. Ditengah
istirahatku, Aku mencoba
mengalihkan rasa lelah dengan sesekali
aku buka akun social mediaku.
26 Desember 2103, pukul 20.00 WIB
Bagas Ardianto mengirim permintaan
pertemanan dengan anda, notifikasi dari
akun Anisa Dwi Kamila, gadis yang baru
saja menyelesaikan belajar ditingkat menengah kejuruan
(akun facebookku). Sebelum aku menerima permintaan pertemanan darinya, aku coba
buka-buka profil akunnya dan ternyata Ialah orang yang sudah mengantarku pulang
dari LAKMUD kemarin, setelah cukup informasi yang aku dapat, langsung saja aku
menambahkan dia kedalam daftar pertemananku.
Tak lama aku menerima permintaan pertemanannya, Ia langsung mengirim
messege dalam *ku
“terima kasih atas konfirmasinya”
“iya, matama”
“gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik-baik aja, tapi
gak tau berat badanku turun apa enggak, hahaha”
“pasti turun, kemarin aja waktu
pulang dari LAKMUD aku turun lumayan banyak kok”
Dan chattingpun berhenti sampai disini
Jum’at, 27 Desember 2013, ba’da Sholat Jum’at
Pesan singkat dari nomor baru masuk dikontak hape
kantorku
“met siang? Lagi apa nih?”
Lama aku membiarkan pesan itu
terbuka dan aku tak segera membalasnya. Selang beberapa menit, aku mencoba
membalasnya barangkali nomor penting,
pikirku saat itu.
“siang,
maaf ini siapa?”
“ya,
kayak gitu! Gara-gara kemarin diantar pulang Kak Bagas Kau begitu saja
melupakan aku” balas singkat
“ehm,
kalo dari bahasanya kayaknya ini Hamzah yaa?”
“gimana
kabarnya? Kemarin dianter pulang ma
siapa?”
“Alhamdulillah
baik-baik saja, lho tadi kan udah tau kalo aku dianter sama Kak Bagas, nah kok
malah nanya lagi tu gimana ? ngetes yaa?”
“gimana
kemarin dianter sama Kak Bagas?”
“hems,
biasa aja tuh! Emang kenapa?”
“pasti
seneng dianter sama Kak Bagas”
“enggak
kok, beneran biasa aja lagian pas kemarin aja aku minta anter pulang, kamunya
gak mau, jadi berhubung Kak Bagas baik hati menawariku untuk pulang bareng ya
aku mau ja.”
“Lagi
apa nih?”
“lagi
nyantai aja?”
“yaya, udah makan belom?”
“udah
kok? Kamu sendiri lagia ap?”
“lagi
nopi nih?”
Aku tinggalkan ponselku kemudian
melanjutkan aktivitasku sampai semuanya benar-benar selesai Aku kerjakan. Pukul
16.00 pesan singkat kembali masuk dalam ponselku, dari nomor baru yang masih sama
dengan nomor sebelumnya
*
“sore, lagi apa nih?”
“sore, lagi nyantai aja”
“udah mandi blom?”
“blom, kalo liburan emang aku jarang
mandi kok? Hahah”
“pantesan bau”
“hems, biarin”
“bau wangi maksudnya”
“akh, masak?”
“iya beneran, lagi apa”
“lagi nyante, masak dari tadi
nanyanya lagi apa mulu. Bosen tau?”
“hehe”
***
Sabtu, 28 Desember 2013. Pukul 16.15 WIB
*
“sore . . .”
“lagi apa nih?”
“kok gak dibales sih?”
“lagi apa?”
Berkali-kali smsnya
masuk dalam ponselku dan tak ingin menecewakan akupun segera membalas pesan
“sore, maaf aku baru pulang ngaji.
Ada apa?”
“kok lama banget balesnya”
“iya, aku kan udah bilang, aku baru
pulang?”
“tadi kamu boncengan motor pergi
kepantai yaa?”
“enggak kok, dari tadi aku dirumah
aja”
“tapi aku kaya liat kamu dipantai.”
“tapi beneran dari tadi aku dirumah
aja. Kalo gak percaya ya udah.”
“ya, ya jangan marah donk?”
Disisi lain, akun social mediaku
ramai dengan foto-foto kegiatan kemarin waktu LAKMUD, like-like dan komentar-komentar
candaan dari anggota semakin meramaikan dunia maya namun aku belum tertarik
untuk bergabung dengan mereka, masih malu. Berkali-kali update-an status yang
menandai akunku dan seabrek cewek-cewek oleh Bagas Ardianto, entah apa
maksudnya,aku tak tahu yang jelas notifikasinya sampai memenuhi kronologiku.
Tiba-tiba ada inbox di*ku
“(emotikon
bergambar hati)”
“???”
“gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah, baik”
“Alhamdulillah, baik”
Dari nomor kantorku pesan masuk dari Kak Nita
*
“Sa,
besok jalan-jalan yuk?”
“jalan-jalan
kemana?”
“cari
duren” maklumlah saat itu masih musimnya duren dan masih
seger-segernya
“ikh,
males akh, baru ja kemarin aku gak dirumah masak langsung mau pergi-pergi
lagian aku gak suka duren”
“gak
suka duren sukanya apa? Singkong?”
“yah,
bisa jadi bisa jadi.”
“ayoklah
Sa, nanti aku boncengan bareng Iqbal dan kamu sama Bagas”
Sebelum membalasnya, aku masih pikir-pikir
dulu. Sekilas terbayang kebaikan Kak Bagas
terhadapku, ketulusannya waktu Ia mengantarkan aku pulang, dia memang gak tau
siapa aku, dari mana asalku dan baik buruknya aku, tapi dialah orang yang
bersedia mengantarku sampai depan rumahku. Saat itu, aku benar-benar bingung
bagaimana cara aku pulang, sedangkan waktu berangkat aku bareng Kak Nita tapi
dia memilih pulang dengan Iqbal. Kecewa tentunya karena orang yang sudah aku
percaya malah mementingkan kepentingannya sendiri tapi (emang loe siapa ; dalam
hati aku menggerutu sendiri) inilah yang namanya hidup, saat kamu tak bisa
bertahan dengan mudahnya kamu akan tersingkirkan dari lainnya. Well, aku harus
berbesar hati menerima setiap perlakuan darinya.
*
“enggak akh, maaf ya? Kalo lain
kali gimana?”
“ayiip tah”
Dalam hati aku ingin sekali
membalas budi baik dari Kak Bagas, tapi kembali kupertimbangkan, gak begitu
saja aku bisa keluar rumah. Aku juga harus jaga perasaan Ibuku, dan setelah dua
hari meninggalkan rumah aku harus tau diri, sedikit membantu meringankan
pekerjaannya. Dan kini, aku benar-benar mantap untuk tetap stay dirumah.
Hamzah Sulungboy, akun baru meminta
permintaan pertemanan dariku, dan tak menunggu lama aku langsung membuka-buka
profilnya, penasaran tentunya dan dugaanku benar ternyata Dia memang orang yang
aku tunggu selama ini, Hamzah. Bahagia
rasanya saat dia meminta pertemanan denganku. Kali ini, sebelum benar-benar
mengkonfirmasinya aku buka-buka koleksi fotonya, kesukannya, status-statusnya
dan yang paling penting biodatanya. Dan saat aku membaca bagian ini, aku
langsung kaget tak percaya ternyata usianya baru 16 tahun, setahun lebih muda
dariku dan dia masih anak sekolahan sedangkan aku sudah menyelesaikan sekolah
menengah kejuruanku. Bimbang dan kecewa tentu tak dapat aku sembunyikan. Disatu
sisi aku ingin belajar mencintainya, menerima apa adanya tapi setelah melihat
profilnya aku benar-benar bingung, apa yang musti aku lakukan.
***
Sabtu, 29 Desember 2013.
Kubuka ponselku dan kulihat
beberapa pesan baru masuk
*
“malem”
“malem juga”
“lagi apa ni?”
“nyante aja, kamu?”
“iya sama, tadi kamu pergi kepantai
yaa?”
“enggak kok, aku ini anak rumahan
tau, gak mungkin aku keluar malem-malem. Hahahah”
“tapi aku kaya liat kamu, beneran!”
“palingan mirip doank, kamu salah
orang kali”
“enggak beneran, itu kamu”
“terserah kamu aja, pokoknya aku
udah jujur, percaya ya Alhamdulillah gak percaya ya udah”
“Iih, jangan gitu dong?”
“lha emang aku harus ngomong kaya
gimana lagi biar kamu percaya”
30 Desember 2013
*
“malem”
“malem juga”
“lagi apa ni?”
“baru pulang ngaji, emang kenapa”
“kamu mau gak jadi pacarku”
“waduuh?”
“mau gak?”
“bukannya aku gak mau tapi kita
masih kecil belom saatnya untuk pacar-pacaran”
“jangan-jangan kamu udah punya
cowok ya?”
“iih, sapa yang bilang? Orang aku
aja belom pernah pacaran”
“terus kamu mau gak jadi pacarku”
“Au akh, ngobrol yang lain aja
gimana?”
“emang mau ngobrol apaan?”
“eh, disitu ada maulidan gak?”
“ada donk, emang kenapa?”
“nah kamu ikutan apa enggak?”
“iya ikutan”
“ya udah konsentrasi aja
maulidannya biar dapet banyak berkah”
“orang udah selesai kok
maulidannya”
“ohh, disini kok baru dimulai yaa?
Ya udah tak tinggal ikut maulidan dulu yaa?”
31 Desember 2013
Kali ini pesan masuk dari sahabatku sejak di bangku
SMP. Ia juga teman seperjuanganku, saat Praktek Kerja Industri di Sekolah
Menengah Kejuruan ialah sahabat yang
setia menemaniku. Sejak aku mengenalnya sampai saat ini Ia masih tetap tinggal
diarea Pondok Pesantren,
menimba ilmu disana.
*
“ayok
nis kita jalan-jalan?”
“jalan-jalan
kemana?”
“ke
Borobudur, pengen beli baju
nih?”
“ayok”
“tapi
aku ngaak tahu tempatnya?”
“sama,
aku juga. Tapi ntar kita cari bareng” disana aja gimana?”
“iya
deh”
“hems,
tapi ini kan tanggal tua, aku udah gak pegang uang kali!”
“ga
papa, ntar aku yang bayarin deh. Santai aja.”
“gak
akh, ngrepotin. Gimana kalo ntar-ntaran aja”
“gak
bisa Nis, mumpung aku lagi punya duit nih? Kalo ntar-ntar duitnya habis.”
“ya
udah. Aku Cuma bisa nganter aja ya?”
“oke”
“ya
udah tak tunggu dirumah yaa?”
“ok”
Iapun datang bersama teman perempuannya naik sepeda motor
“Assalamu’alaikum”
“wa’alaikum
salam”
“tunggu
bentar yaa?”
“ia”
“ayok,udah siap nih?”
“ayok,udah siap nih?”
“ayok”
Dan untuk pertama kalinya Aku pergi
ke Kota Pekalongan hanya berbekal uang 5.000,00 rupiah saja. Benar-benar nekat,
tapi ya sudahlah, demi sahabatku itu apa yang bisa aku lakukan, akan aku
lakukan. Dialah seseorang yang selama ini siap mendengarkan curahan hatiku,
menemaniku saat-saat sedihku dan Dia pula orang yang menyemangatiku untuk
menjadi yang lebih baik lagi. Keberadaannya benar-benar banyak memberikan nilai
positif bagiku.
Kamipun mulai berjalan menuju jalan
raya, menunggu angkutan umum dipinggiran jalan dan setelah menunggu beberapa
lama akhirnya angkutan umum datang juga, kami masuk dan mulai duduk didalamnya.
“waduuh,
macet ya?”
“iyalah,
nduk namanya juga mau tahun baru. Jalanan rame” Jawab si Kernet Bis
“mau
kemana mb’? Tanya penumpang lain yang masih tetanggaku
“jalan-jalan
aja.”
“sama
siapa aja?”
“tuh
didepan, temen-temen aku.”
“owh,
Mb sendiri mau kemana? Kuliah yaa?”
“ini
mau kesini, enggak kuliah kok.”
“owh?”
“ya udah, aku turun dulu yaa?” sambil keluar dari Bis dan masuk ke blok Pasar
“ya udah, aku turun dulu yaa?” sambil keluar dari Bis dan masuk ke blok Pasar
“iya,
ati-ati Mb’?
“Mb’nya
mau kemana?”
“ke
Borobudur Om.” Sambil member ongkos Bis
“Owh,
lewat Simpang lima aja ya?”
“terserah
Om, yang penting jalan yang paling deket aja?”
“ya, kalo lewat
sana paling deket, ntar mau naik angkot lagi apa gimana?
“jalan kaki Om”
“jalan kaki Om”
“Owh,
kalo gitu jauh juga. Tapi itu jalan terdekat.”
“ngomong-ngomong
uangnya pas ya Om?”
“iya
tho, kan ini Tahun Baru jadi ongkosnya naik.”
“nah
kan tahun barunya besok, kenapa naiknya sekarang?”
“ya,
kamu liat aja sekarang. Jalanan
udah ramai kan?”
“ya
Udah”
Tempat yang ditujupun hampir sampai, namun harus butuh perjuangan.
Penampilan ala Anak Santri ditengah ramainya kota dan Lalu lalang kendaraan
bermotor membuat Kami bertiga terlihat seperti sekumpulan pengembara yang tak
tahu mana arah yang harus kami tempuh. Dan benar saja, ditengah perjalanan Kami
sempat tersesat. Sempat bingung harus mengambil jalan yang mana, dan Kami
putuskan untuk sejenak beristirahat.
“Eh,
ada pameran Buku! Kita mampir yuk!”
“ayok,
tapi . . .”
“ya
udah sih tinggal masuk aja.” Sambil bergegas menggandengku
“ya
udah, Cuma liat-liat aja nih judulnya?”
“itu
urusan nanti, yang penting mampir aja dulu. Mumpung ada kesempatan.”
Kami bertigapun masuk dalam pameran
itu, mencoba membuka-buka beberapa
buku yang tertata rapi didepan kami, mulai dari Novel remaja, Buku Religi, Buku
anak-anak, Buku
bergambar, Buku Kesehatan, Buku Pebisnis, Buku Pegetahuan Umum sampai Buku-buku
terjemahan Kitab-kitab Salaf, yang jelas berbagai macam buku ada dalam pameran
itu. Sayang memang waktu itu aku gak bawa uang dan akhirnya aku hanya bisa
memuaskan mataku, pulang dengan tangan kosong.
Dan
perjalanan dilanjutkan . . .
“maaf
Bu, jalan menuju Borobudur mana ya?”
“Borobudur
mall ya Nduk (sebutan khas untuk seorang
gadis)?”
“ha’a
Bu?”
“Owh,
lewat sini aja Nduk. Jalan lurus aja, terus kalau ada jembatan belok kanan.”
“Owh,
ya udah. Makasih ya Bu’?
“iya,
sama-sama.”
Cukup lama memang kita bertiga
mencari jalan, Setelah berjuang ditengah teriknya matahari, akhirnya kami
bertiga sampai tujuan. Menikmati wisata belanja ala kadarnya, hanya
melihat-lihat dan akhirnya Kami memutuskan untuk pulang.
Sepulang Jenk-jonk (tanpa membeli
apa-apa), yang namanya badan pasti rasanya gak karuan. Bayangkan saja pergi ke kota
hanya bermodalkan 5rb saja, tanpa jajan, tanpa membeli barang satupun. Hufft .
. .
Dan tiba-tiba, pesan masuk kembali
datang dari Kak Nita
*
“Sa,
mau ikut malem tahun baru-an di Rumah Kak Ari gak?”
“Hems,kalau
Kakak Ikut ya aku ikut juga. Tapi aku dijemput yaa?”
“ya,a
ku juga takut kok kalo keluar malem”
“lha
terus gimana?”
“ntar
Bagas yang jemput kamu, aku dijemput lainnya gimana?”
“waduuh,
kalo gitu mah aku gak berani. Barusan aku abis jalan-jalan. Capek”
“jalan-jalan
dari mana hayo?”
“iya, tadi dari Pekalongan.”
“gimana,
jadi ikut gak?”
“enggak
akh, aku takut keluar malem. Lagian baru aja aku pulang. Masa aku mau pergi
lagi.”
“kalau
gitu, aku juga gak mau ikut. Males sendirian”
“lho,
gimana jadinya?”
“gak
tau ntar”
“ikut
aja sana. Sampaikan maaf dariku yaa gak bisa ikut bergabung?”
Berkali-kali aku menolak ajakan
dari Kak Bagas, sebenarnya dalam hati aku ingin sekali menerima setiap tawaran
baiknya, bukan karena apa-apa tapi aku hanya ingin membalas segala kebaikannya
terhadapku. Aku merasa bersalah jika aku memang benar-benar menjadi manusia
yang tidak tau berterima kasih.
*
pesan masuk dari Hamzah
“malem...”
“malem
juga”
“kamu
percaya gak yang namanya Cinta pada pandangan pertama”
“Ehm,
percaya sih percaya tapi kan gak segitu mudahnya perlu dibuktikan dengan
kwalitas dari masing-masing yang dicintai.”
“aku
suka kamu”
“wadau
. . .”
“gimana?
Aku beneran suka sama kamu? Mau gak jadi pacarku?”
“apa?
Kita masih kecil belum waktunya pacaran”
“jangan-jangan
kamu sudah punya cowok yaa?”
“dari
awal kan aku udah bilang, aku blom pernah pacaran jadi ya blom punya cowok.”
“terus
kamu mau gak jadi pacarku?”
“lah
emang apa yang kamu suka dari aku?”
“aku
suka sifatmu?”
“terus
coba jelaskan sama aku, manfaatnya pacaran itu apa?”
“ya
aku pengen kamu jadi penyemanagatku”
“waduh?
Pacarannya ntar2 aja lebih baik kamu bahagian Ibu Bapak kamu dulu
baru boleh pacaran”
“tapi
aku suka sama kamu? Mau gak jadi pacarku?”
“bukannya
aku gak mau, tapi menurut aku lebih baik konsen belajar dulu, sukses dulu, bahagiain
ortu dulu. Baru bisa pacar-pacaran.”
“ouh,
kalo gitu aku minta maaf udah ganggu kamu”
“lha
kok mlah minta maaf, aku gak ngerasa keganggu kok nyantai aja kali”
“Hamzah,
kamu gak papa kan? gimana? Tanpa harus jadi pacar aku masih siap kok untuk
menyemangati hidup kamu.” Aku kembali meyakinkannya untuk belum menjalin hubungan
selain berteman.
***
Bingung harus bagaimana, disatu
sisi sebenarnya aku juga suka sama Hamzah tapi aku masih mempertimbangkan usianya saat itu. Ia masih duduk
dibangku sekolah, sedangkan aku sudah bekerja, rasanya belum ada kata cocok
untuk kami berdua. Disisi lain Kak Bagas juga mulai gencar-gencarnya
mengutarakan cinta terhadapku, entah itu serius atau hanya candaan belaka,
tetap saja membuat pikiranku terbelah menjadi dua. Jika aku boleh memilih,
lebih baik aku menunggu sampai Hamzah dewasa, baru menjalin hubungan dengannya
daripada saat itu aku harus menjalin hubungan dengan Kak Bagas yang tak
sedikitpun dariku ada rasa suka terhadapnya. Dan akhirnya aku memilih untuk
tidak memilih siapa-siapa.
Facebook kembali diramaikan dengan
status-status dan komentar-komentar alay yang dilontarkan Kak Bagas
sampai-sampai aku mendapat gelar “Princess Egg” darinya. Perlakuannya
terhadapku memang mampu mencuri hatiku, sanjungan-sanjungannya, perhatiannya
dan juga segala kebaikannya mampu mengalihkan perhatianku dari Hamzah. Tapi
aku juga merasa bersalah, jika aku benar-benar menerima cintanya, karena dari
awal aku hanya ingin membalas budi baiknya tidak lebih.
Lama aku menunggu kabar dari Hamzah,
berharap dia masih tetap berhubungan baik terhadapku setelah kejadian kemarin,
ingin sekali aku mengenalnya lebih jauh lagi, tapi kenapa sampai berhari-hari
dia tidak memberi kabar kepadaku? Mengapa justru orang lain yang tidak aku harapkan
memberikan perhatian yang lebih kepadaku? Apa aku harus melupakanmu dan
menerima cinta Kak Bagas? Entahlah
Berkali-kali Kak Bagas
memperlakukan aku dengan begitu anggunnya, menyanjungku dan membesarkan
kepalaku hingga aku terbuai oleh gombalan manisnya, sempat terfikirkan olehku
untuk segera menerima cintanya tapi bagaimana dengan Kisah cinta pertamaku
bersama Hamzah? Akankah hilang begitu saja tergantikan dengan Kak Bagas?
***
“Sa, aku mau ngomong sama kmu? Tapi
kamu jangan marah yaa?”
“nah emang mau ngomong apa?”
“sebenarnya pas kemarin aku mau
ajak kamu jalan terus kamu gak mau aku malah jalan-jalan berdua sama Bagas?”
“nah kok bisa?”
“iya,
sebenarnya aku juga Cuma bercanda doang sih ngajak dia, eh dianya malah beneran
nanggepin sampe-sampe dia jemput aku di depan kantor.”
“ooh. . .”
“pliss, jangan marah ya?”
“tapi kenapa Bagasnya bilang ma aku
kalo dia gak jadi jalan-jalan padahal katanya dia sudah didepan masjid. Aku
jadi bingung”
“iya, sebenarnya juga waktu itu aku
gak enak sama kamu. Pliis jangan marah yaa?”
Dan Bla bla bla . . . . penjelasan
yang panjang dan lebar serta menghabiskan waktu yang lama, tidak hanya membuat kepalaku mau pecah tapi telingakupun memerah. Oh Tuhann . . ..Campur
aduk rasanya. Hatiku mulai bertanya-tanya apakah aku masih cukup polos sehingga
aku selalu dipermainkan oleh orang-orang disekitarku? Mengapa Kak Bagas yang
dimataku tampak begitu baik dan tulus tapi dibelakangku Ia orang yang bukan aku
kenal? Berkepribadian gandakah ia? Saat aku mencoba untuk membuka hatiku
untuknya mengapa malah ia berbelok dariku? Disatu sisi, orang yang selama ini
aku percaya malah menusukku dari
belakang. Ya Kak Nita, orang yang sudah aku anggap teman baikku malah menusukku
dari belakang. Aku bingung Tuhan harus percaya pada siapa lagi??? . . . Hiks
hiks hiks.
GALAU karena sudah menyia-nyiakan
Cinta pertama dari Hamzah
GALAU karena terlau berharap lebih
terhadap orang yang baru aku kenal yang ternyata susah untuk ditebak
GALAU karena orang yang sudah aku
percaya selama ini malah memanfaatkan aku demi kepentingannya sendiri
TUHANNNN Aku ingin berteriak
sekeras-kerasnya namun hanya air mata
yang bisa mengekspresikannya. . .
Dan untuk kesekian kalinya aku
ingin masih terlihat baik-baik saja, tersenyum dan berpura-pura tidak terjadi
apa-apa. Aku mencoba ingin tetap berbuat baik terhadap siapa saja. Semua hal
buruk yang telah aku lalui akan aku jadikan pelajaran yang sangat berharga
bagiku. Tak ada kata dendam untuk siapa-siapa saja yang Aku anggap telah mengkhianatiku.
Meski sakit rasanya tapi Aku akan tetap bertahan semampu dan sekuat diriku. Dengan
berbesar hati aku mencoba menerima segala perlakuan yang telah ia berikan
terhadapku. Dan mulai kejadian itu, aku benar-benar harus hati-hati dan membatasi
diri seberapa jauh aku dekat dengannya. Fisik boleh saja terlihat bersama, namun akan terasa
jauh bilamana hati tak ingin menyatu.
Sementara disisi lain, saat aku merasa begitu sakit
hati. Lantas Aku mulai berpikir, Apa coba
hakku untuk marah? Emang Aku siapa? Terus kalau aku marah semua akan berubah
sesuai keinginan diriku sendiri. “Yang jelas itu semua bukan salah mereka tapi
salah kamu, kamu yang belum juga pandai menempatkan posisimu, belum pandai
membaca suasana dan belum pandai untuk bersikap sewajarnya.” Pikirku dalam hati
Hari berganti hari, dan peristiwa
itupun berlalu begitu saja. Aku mulai membuang jauh setiap pikiran-pikiran
negative dan mulai bagkit melupakan setiap peristiwa yang tidak mengenakkan
hatiku. Tetap bersikap baik dengan siapa saja berharap semuanya akan baik-baik saja, karena dalam
hatiku memiliki keyakinan bahwa apa yang telah kamu lakukan, entah itu baik
atau buruk itu semua akan kembali keasalnya. Ingat bahwa hukum karma itu pasti
ada.
Suatu hari, otakku benar-benar
memutar kembali kisah lama yang telah terangkai begitu rapinya. Satu persatu
peristiwa itu mulai
Aku ingat dan saat kuingat kisah Cinta
Pertamaku, rasa sesal yang begitu mendalam tak dapat aku sembunyikan. Hamzah,
seorang pria yang
Aku idamkan selama ini, Pintar, rajin, taat beribadah, dan segala kepribadiannya yang mengagumkan hingga sama
sekali membuatku tidak menyangka kalau Dia masih 17 tahun. Hems . . . sayang berlalu begitu saja.
Andai saja waktu dapat diputar, pasti saat Dia menyatakan cinta terhadapku
pasti aku tidak akan menolaknya, tidak akan mencemaskan seberapa usianya, toh
nyatanya sikapnya itu jauh lebih
dewasa.
Oh Tuhannn, jadikan kisah ini kisah
indah dalam hidupku dan biarkan Ia tetap
tinggal dalam kalbuku hingga saat yang tepat aku membukanya lagi dan
menjadikannya pelajaran penting dalam hidupku. Amiiin . . .
***
Cinta pertama? Apa itu?
Hanya berlalu begitu saja, banyak sudah aku harapkan
dari hal itu, mencoba menyandarkan hati dan melabuhkan jiwa. Namun, apa yang
aku rasa? Jauh dari kata bahagia. Penantian panjang, berharap lebih dari
seseorang yang disayang. Namun kenyataan berkata lain ....
“Luv
you”
Tiba-tiba
akun Bagas Ardianto mengirimi aku sebuah pesan singkat
“apaan”
balasku singkat
“lope-lopean”
“idiihlah,
alay ihh kamu. Sukanya ikut arus”
“ihh,
la emang harus gimana?”
“gak
tau lah, kamu kan yang lebih dewasa, harusnya kamu lebih tau dong?”
“apaan”
Niat baik Kak Bagas
untuk menyampaikan maksud hatinya justru aku tanggapi dengan kurang baik.
Maklumlah saat itu tidak ada pria lain lagi yang mampu mengambil hatiku selain
Hamzah. Selain itu aku juga belum bisa menerima semua yang ada pada dirinya,
yang selalu manis dengan bahasa yang begitu indah didepanku tapi tidak jika
dibelakangku buktinya sudah beberapa kali Dia berbohong kepadaku namun tak
pernah dia mengakuinya. selain itu Dia juga pria yang tempramen, Saat Dia marah
dengan mudahnya dia mengeluarkan kata-kata yang ehmmmm.... terbukti dengan
status-statusnya yang dengan bangganya Dia posting di dunia maya, geleng-geleng
aku memahaminya. Walaupun aku tahu tak ada manusia yang sempurna, akan tetapi
paling tidak Dia bisa menjaga tutur katanya. Terus urusanku apaan? Emang aku
siapa? Berhakkah aku untuk ikut campur dalam kehidupannya...
Hari berganti,
berlalu begitu saja. Dengan bodohnya masih saja aku mengharapkan cinta
pertamaku yang kandas tak jelas. Hei... bangun!!! Bangun dari tidurmu! Mana ada
Cinderella masa kini. Lupakan Dia! Come
On Anisa! Come On! Coba deh mulai buka hati untuk orang lain, ada Kak Bagas
yang selalu berjuang untuk mendapatkanmu. Bukankah Dia juga sudah banyak
berbuat baik terhadapmu, cobalah balas kebaikannya dengan keramahan, syukur-syukur
bisa terima cintanya. Bukankah itu lebih baik bagimu? Tapi tunggu dulu, aku
ingin bisa menerima Dia apa adanya bukan sekedar pelarian semata, bukan hanya
untuk menghapus kesedihanku karena kepergian Hamzah.
Pikiran dan hatiku
terus saja beradu, meskipun secara logika mungkin Kak Bagas lebih baik untukku
tapi hati tetap saja terpaut pada satu nama yakni Hamzah, remaja yang dulunya
ingin aku perjuangkan. Aku tidak bisa terus-terusan begini tidak hanya
menyakitkanku tapi juga Kak Bagas yang sudah memperjuangkanmu dan akan merasa
kecewa jika kamu hanya memberikan harapan kosong semata. “Sudah!!! Sudahi semua
sandiwaramu, jika suka bilang suka dan jika tidak katakan sejujurnya. Jangan hanya
memanfaatkan situasi, kamu jadi egois sendiri. Ingin bahagia, sementara Dia
merugi karna sayangmu tidak tulus. Lebih baik kamu akhiri dari sekarang!
Tentukan pilihan” Ok aku sudah mantap
sekarang, dan aku memutuskan untuk tidak menerima Kak Bagas sebagai kekasih, sedikit
demi sedikit aku mulai abai padanya dan berharap Dia tidak akan merasa jauh lebih
sakit jika aku meninggalkannya. Satu keyakinanku saat ini “Dan
ingat tetap berusaha keras untuk melupakan Hamzah, memaafkan yang salah
meski itu berat dijalani dan tidak sekali-kali memberikan harapan kosong kepada
Dia yang tidak kamu kehendaki untuk semakin menyakitinya! Ya... Sendiri dulu
tanpa seorang teman spesial dihatimu J”
Dan Aku yakin aku pasti bisa menjalani semuanya. J
-THE END-
1 komentar:
ok ini Sob ...
tetap semangat !
Post a Comment
Silahkan jika ingin berkomentar
Mohon berkomantarlah yang baik, sopan, dan juga membangun.
Ok-