Mengagumimu hanya menyakitiku
Yah,,, setidaknya itulah kata-kata yang bisa menggambarkan kegelisahan hatiku saat ini. Aku menyukaimu bukan karena hanya fisikmu yang begitu mempesona, bukan pula harta ibu bapakmu yang melimpah ruah, bukan pula karena pangkat yang kamu miliki tetapi aku mengagumimu lebih dari itu. Keadaan memaksaku dan terus membenamku dalam rasa rendah diriku. Aku siapa? kamu siapa? tapi kenapa rasa ini terus saja menyiksaku? Tuhannn ... tolong hentikan rasa ini, aku tak ingin memendamnya terlalu dalam, aku takut kecewa pada akhirnya.
Lorong kamar putri dipenuhi dengan gantungan baju yang masih setengah basah. Rupanya hujan tadi malam begitu besar sehingga atap pondok pesanteran yang sudah begitu usah tak lagi mampu menahan derasnya air yang jatuh. Sedangkan Mila, Santri putri yang sedari tadi sibuk memgatur adik-adiknya, bukan adik kandung tentunya akan tetapi adik yang dititipkan oleh pengasuhnya. 5 tahun sudah Mila menimba ilmu disana, dan kini akhirnya dia diberi tugas untuk menjadi "Khodim" para Ustadzah yang mendidik para santri disitu.
"Ustadzah, semua sudah siap!"
"Baik, santri-santri putri sudah boleh istirahat. Nanti jam 1 siang kumpul di aula untuk musyawarah memepersiapkan haflah akhirussanah"
"Ya, Ustadzah ..."
Mila merasa begitu lelah hari ini, semua tenaga dan waktunya terkuras habis untuk mengurusi kegiatan di ponpesnya. Dia berjalan menuju dapur, dan mengambil segelas air putih kemudian duduk dan meminumnya dengan begitu khidmatnya. Belum sempat ia mengambil piring untuk makan siang, Dia sudah dipanggil oleh Bu Nyai untuk menyiapkan ruang tamu, karena akan ada tamu agung yang akan hadir menyambangi Pak Kyai. Dia segera bergegas menghabiskan air dalam gelas itu, dan memakai sendal jepit usangnya sebagai alas.
Satu jam berlalu dan Milapun sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dia segera menemui Bu Nyai untuk berpamitan, namun ditengah jalan Dia bertemu dengan Gus Candra, putra pertama pak Kyai yang baru saja pulang mondok dari Jombang, Jawa Timur. 6 tahun sudah lamanya, beliau menimba ilmu disana, tidak hanya ilmu agama yang beliau dalami, melainkan ilmu umum juga. Bukan rahasia lagi jika seorang Gus Candra memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tidak hanya itu, badannnya yang gagah perkasa, berkulit putih bersih, parasnya yang begitu menawan, dagu panjangnya yang diselimuti janggot tipis membuat senyumya begitu meneduhkan bagi siapa saja yang memandangnya. Satu hal lagi yang membuat senyumya begitu manis yakni tahi lalat kecil yang menempel tepat diatas bibir mungilnya itu.
Braaaakkkk ...
Rupanya Mila sudah kelelahan, sehingga badannya mulai sempoyongan dan akhirnya ia menabrak pagar bambu yang ada disampingnya. Sontak Gus Candra yang pada saat itu berada didepannya langsung bergerak mengulurkan tangannya untuk memberi bantuan kepada Mila. Wajahnya pucat, tangan dan kakinyapun lemas, sehingga ia benar-benar tidak bisa mengangat tubuhnya meski hanya untuk sekedar berdiri.
"Terima kasih Gus, tapi saya masih kuat ko, masih bisa sendiri" Mila menolak uluran tangan dari Gus Candra dengan sangat sopan
"Tidak, anda sudah tampak begitu lelah. Biar aku panggilkan santri putri untuk mengantarkan ustadzah kembali kekamar ustadzah".
"Baik Gus, sekali lagi terima kasih."
Bersambung ....
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan jika ingin berkomentar
Mohon berkomantarlah yang baik, sopan, dan juga membangun.
Ok-