LINGGO
ASRI, 25 Desember 2013
Sholat
jama'ah telah usai kami jalankan, aku langsung bergegas menuju ke BP bergabung
dengan lainnya. Karena kangen, lama tak berjumpa aku ingin berlama-lama bareng dengan sobatku yang dari Semarang itu,
aku putuskun untuk sekedar jalan-jalan menyusuri jalan menuju kebawah. Sedikit
bercerita mengenai pengalaman bekerja masing-masing. 2 jam telah berlalu namun
kami masih saja asyik bercerita, maklumlah sudah sekian lama kita tak jumpa,
heheh. Setelah dirasa lama akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri obrolan kami
itu, dan kembali lagi ke Bumi Perkemahan.
Pembongkaran
tenda telah dilaksanakan oleh Kakak-kakak DKR sebelumnya, para anggota tinggal
mengemasi barang masing-masing dan bersiap-siap untuk sarapan. Sarapan usai,
rombongan memutuskan untuk istirahat
sebentar sambil foto-foto. Setelah semua anggota berkumpul, sang Ketua DKR
langsung memimpin do'a untuk memulai penjelajahan, yah inilah arti pengembaraan
yang sesungguhnya.
Pukul
08.00 pagi semua telah siap dengan tas penuh dipunggungnya, dengan antusiasnya
aku semakin bersemangat untuk melangkahkan kaki menuju hutan belantara. Selangkah
demi selangkah kami serombongan DKR meninggalkan BP Linggo Asri, dan jalur
pertama yang kami lewati adalah jalan yang ada di tengah persawahan yang
tertata rapi. Ditengah perjalanan kami menemui kandang gajah, dan nampak
beberapa ekor gajah masih asyik makan bersama anak mereka. Langsung saja aku
tersenyum, karena baru pertama kalinya aku melihat gajah secara langsung. Tak
ku sangka, Kak Eri langsung
menghampiriku dan mengejekku dengan sebutan 'Mb Gajah', waw sebenarnya aku
tidak terima dengan sebutan baru itu,tapi aku membalasnya dengan tawa renyah dan aku kembalikan saja sebutan itu
kepada siEmpunya, Kak Eri sebagai Mas Gajah, karena pada kenyataannya kan
memang badannya juga sama-sama besar hahaah. Mendengar ejekan kami berdua,
anggota yang lain langsung menimpali dan mengatakan 'sama-sama gajah og saling
rebutan, HAHAHAH'. Sebel sih, tapi itu emang nyata adanya, ya jadi kita berdua,
juga ikut membalas tawa mereka.
Perjalanan
dilanjutakan menuju jalur hutan, namun apalah daya ternyata daya ingat dari
sang penunjuk jalan rupanya telah sedikit hilang, sampai beberapa kali nyasar
dan akhirnya kembali lagi kekandang gajah itu. Karena sampai beberapa kali
bolak-balik untuk jalur yang sama, membuat langkahku sedikit gontai dan
akhirnya Sretttt, untuk sekian kalinya aku terjerembab ketanah, tapi yang lebih
parahnya sekarang tanahnya basah dan sedikit berlumpur, tanpa berpikir panjang
aku mencoba menyelamatkan diri dan salah satu tanganku memegangi celana panjang
dari siMas Gajah (heheh, ejekan dimulai), ternyata dia sendiri kaget dengan apa
yang aku lakukan, sedikit menahan rasa malu yang dibarengi dengan tawa kecil ia
langsung menegur dan memberitahuku kalau celananya itu kelonggaran, sehingga
waktu aku memeganginya langsung agak sedikit melorot (heheheh, jahat juga aku),
tanpa berlam-lama aku langsung mengucapkan permohonan maafku atas
ketidaksengajaanku memgangi celana panjangnya.
Pengembaraan
masih berlanjut membelah tengah hutan, dan inilah saat yang menegangkan. Berjalan
beriringan, saling mengulurkan tangan dan saling mengangkat beban tubuh satu
sama lain. Yahh, kami memang belum pernah mengenal akrab sebelumnya, namun
disilah rasa sosial kami benar-benar tumbuh dan semakin subur layaknya tumbuhan
yang menghijau ditengah hutan. Tersesat, ditengah hutan yang pepohonannya sudah
mulai mengering, semua beristirahat dan mulai membuka perbekalan masing-masing.
Lecet, berdarah, haus, lapar, lelah, berkeringat, semua berkumpul menjadi satu
melanda satu DKR. Dan saat inilah rasa kebersamaan dari kami mulai menghangat. Terdampar
bersama ditengah hutan judulnya, heheheh
“kompas
mana kompas!” Seru Kak Ari sembari mencari kompas
“kemarin
kamu bawa gak?” Kak Ali menimpali
“iya
ketemu”
Bertiga,
Kak Ari, Kak Ali dan Kak Heru berjalan menjauh dari kami yang sedang
beristirahat, mencoba mencari jalan keluar.
Ditengah
penantian kakak DKR mencari jalan keluar, kami saling berbagi makanan dan
minuman dan Bagus meminta minuman dariku karena perbekalannya sudah habis (
rakus sih ), tanpa ada rasa keberatan sedikitpun aku lansung membuka
ranselku dan mengambil botol yang berisi
air mineral. Segera saja aku mengulurkan kepadanya, namun sayang sungguh sayang
siMas Gajah malah yang lebih dulu menerima uluran tanganku dan tanpa ragu, ia
langsung meneguk minuman yang pada
awalnya ingin aku berikan pada Bagus. Setelah Mas Gajah meneguk air dari
botolku, Ia hanya tersisa sedikit, IIIh ., .. kasihan juga . . . botol berpindah
tangan dan kembali lagi masuk dalam ranselku. Tak lama rombongan menunggu jalan
keluar akhirnya ada jawaban juga dari mereka. Yess! jalan ditemukan,
Alhamdulillah ...
Perjalanan
masih sama tetap dihutan, namun kali ini hutan bambu.Tak ada lagi nampak
dedaunan hijau yang rindang karena saat itu hanyalah batang-batang bambu yang
tumbang menutupi jalan, dan inilah tatangan yang paling berat dan juga
mendebarkan, naik turun bukit, berjalan bagaikan spiderman. Satu persatu tiap
anggota melewati jalanan itu, sedikit demi sedikit jalur hutan bambu hampir
terlewati, namun sayang sungguh sayang. Ditengah perjalanan akses terputus
karena banyaknya batang bambu yang tumbang. Tepar berjama'ah, kali ini perbekalan semakin menipis, tidak hanya
diriku tapi juga anggota yang lain. Satu persatu mereka mulai membongkar isi
tas mereka dan mencoba mengeluarkannya. Bagus juga begitu, menawariku berbagai
macam makanan ringan, namun aku hanya menjawab dengan senyuman dan kata terima
kasih karena saat itu yang benar-benar aku butuhkan hanyalah air mineral,
nampak sedikit kecewa dari wajahnya tapi ya sudahlah kan emang nyatanya tak
sedikitpun rasa lapar menyerangku. Setelah beberapa menit, akhirnya jalur baru
ditemukan. Seketika itu juga rasa cemas berganti dengan rasa gembira.
Perjalanan
menyusuri hutan bambu yang kanan kirinya jurang amat curam kini berganti dengan
kebun kopi, semak belukar yang sedikit menghalangi langkah kaki kami tak
menyurutkan semangat untuk menyelesaikan pengembaraan. Sedikit demi sedikit
kami lalui bersama-sama saling mengulurkan tangan, saling bopong membopong dan
saling jaga menjaga antara yang satu dengan yang lainnya. Yang tua mengasihi
yang muda, yang muda menghormati yang tua, yang kuat melindungi yang lemah. Dan
itu masih sedikit dari seluruh pelajaran-pelajaran yang aku terima dari
pengembaraan ini. Ingin rasanya aku mengulanginya lagi untuk ke-2 kalinya, ke-3
dan seterusnya.
Pengembaraan
masih berlanjut menuju perbukitan yang cukup tinggi, dengan sisa-sisa air satu
persatu dari kami mulai memenuhi kembali botol yang kami bawa dengan air
sungai. Segar sih segar, namanya juga air
pegunungan tapi masih saja ada salah satu dari kami yang tak suka dengan
air itu dengan alasan kotor dan tidak sehat. Ya sudahlah, itu bukan urusanku,
biarlah yang seperti itu tetap seperti itu tapi bagiku itu adalah hal yang
perlu disyukuri. Masih dengan sisa-sisa tenaga yang kembali diisi dengan
segarnya air pegunungan, kami melanjutkan perjalanan, tinggal sedikit lagi
sampai di Desa terdekat dan benar pila perkiraan Kakak DKR, desa kecil didepan
mulai terlihat. langsung saja kami mencari musholla untuk langsung menjalankan
Sholat Dhuhur karena waktu sudah menunjukkan Pukul 14.00 siang.
Setelah
sekian lama mengantri untuk masuk keToilet, aku langsung meminjam sarung yang
ada diransel Bagus. Heheheh (modus) dan Iapun langsung mengiyakan dan
mengambilnya kemudian ia berikan kepadaku. Setelah bersih-bersih cukup lama
didalam kamar mandi (maklum saat itu celana panjangku lumayan kotor karena
prosotan ditengah Hutan Bambu yang sudah terlewati).
Sholat
berjama'ahpun dimulai, dan kali ini sebelum sholat dimulai. Imam memberi tahu
kami untuk menJama' Taqdim sholat, yaitu sholat Dhuhur digabung dengan Sholat
Ashar dan dilakukan bersama-sama diSholat yang pertama yaitu Dhuhur. Kami mendengarkan
dengan seksama penjelasan dari Kakak, sembari mendengarkan penjelasan dari Kakak
aku mencari dimana keberadaan Bagus, dalam hati aku berharap Ia termasuk dalam
Shof sholat itu, tapi semakin aku mencari-cari dirinya, tak jua aku menemukan
keberadaannya, yang ada hanya kambarannyalah yang aku dapatkan. Ya sudahlah.
Sholat
Dhuhur dan Asharpun usai kami jalankan. Tanpa berlama-lama aku langsung
merapikan peralatan Sholat kemudian bergabung dengan yang lain diTeras
musholla. Sembari menunggu anggota yang lain untuk Sholat, aku mengisi perutku
dengan snack yang ada diranselku, sedikit sihh tapi lumayan bisa mengganjal
perut yang hampir kosong. Sembari makan, aku masih saja memikirkan Bagus, cemas
yang menyelinap dipikiranku. Dan aku mencari-carinya, aku berharap Ia akan
menjalankan kewajibannya terhadap tuhan, Sholat. Setelah cukup lama, aku
mencari-cari kehadirannya akhirnya, Bagus datang juga dengan wajah yang telah terbasahi
dengan air Wudlu. Alhamdulillah, seketika itu juga rasa khawatirku hilang
karena orang yang aku kagumi taat beribadah kepada sang Kuasa.
Setelah
semuanya Sholat, perjalanan Kami lanjutkan menuju desa selanjutnya. Namun
sebelum sampai di desa selanjutnya, kami harus menuruni perbukitan yang cukup
licin. Tapi bagaimanapun kedaannya, aku akan tetap tenang selama Ia berada
disisiku dan benar saja masih beberapa langkah aku meninggalkan Musholla, Bagus
langsung berjalan mengiringiku, bahagia rasanya menghabiskan setengah
pengembaraanku bersamamu. Lembah pertama kami temui, dan Jrappp belum lama
berjalan, aku langsung terjatuh dan hampir masuk kedalam Jurang tapi untung
saja masih ada Bagus disisiku yang senantiasa menolongku dikala susahku. Tak
kupungkiri bahagia senantiasa menyelinap dihatiku. karena sesusah apapun itu,
selama kau masih disisiku tak akan ada kata jemu. Ingin rasanya rasa ini
semakin berlanjut menuju tingkat kedewasaan.
Lembah
yang curam nan licin yang kanan kirinya dipenuhi dengan jambu hutan cukup
memanjakan mataku, menyegarkan pikiranku, dan menghilangkan segala penat yang
ada. Dengan asyiknya Bagus menikmati jambu hutan yang ada disebelahnya, dan
tanpa Ia sadari Ia mulai melupakanku. Akh, kecewa pastinya karena Ia tak
munghiraukanku. Sedikit demi sedikit kumelangkah jauh meninggalkannya. Dan Arrgh,
jatuh lagi. Kali ini aku merasakan cukup sakit dibagian kakiku. Terlihat wajah
cemas dari Kakak DKR dan langsung saja Ia memanggil nama Bagus seolah menyuruhnya
untuk kembali berada disisiku. Dengan sedikit menahan rasa sakit aku mulai
bangkit dan melanjutkan langkahku. kali ini aku tidak akan terlalu berharap
banyak dengan kehadirannya. Cukup jauh juga Ia berjalan dibelakangku, asyik
dengan teman-temannya dan akupun mulai hilang dari pikirannya. Ya sudahlah, , ,
Setelah
berjalan cukup jauh tanpa ada dirimu disampingku, kau hadir juga. Sedikit
menampakkan rasa kekecewaanku terhadapmu dan kau mulai mengucapkan kata maaf
padaku, Cukup aku balas dengan senyuman dan sekali lagi aku menguatkan hatiku
untuk tidak terlau berharap lebih dengannya. aku kembali terjatuh ketanah, dan Ia
selalu menolongku, mengulurkan tangannya untuk mengangkat beban tubuhku namun
tetap saja aku harus menguatkan diriku sendiri untuk tetap tegar dan
berpura-pura tidak membutuhkan pertolongannya. Dengan sedikit menunjukkan rasa
perhatiannya, Ia mulai menasehatiku untuk lebih berhati-hati untuk melangkah. Okelah,
untuk sedikit membahagiakanmu, memuaskan rasamu aku mengiyakan apa katamu,
meski dalam hati masih ada rasa dongkol terhadap perlakuanmu.
Berjalan
cukup lama ditengah hutan yang licin nan berlumpur membuat semua pakaian
menjadi lebih dari sekedar kotor. Samar-samar mulai terdengar gemuruh air
sungai yang mengalir ditengah bebatuan besar. Senang rasanya bisa menemukan
sungai kembali dan kau mulai mengajakku untuk turun dan membersihkan pakaian
yang sudah kotor itu namun aku menolaknya aku hanya membersihkan wajahku,
sekedar menyegarkan dan selebihnya aku hanya main-main dengan air. Dari
kejauhan datang Kak Nur, rupa-rupanya dia merasakan ingin buang hajat,
mondar-mandir berusaha menahannya dan ia sudah mencoba meminta bantuan dari
Kakak-kakak untuk memberikan solusi dimana tempat paling aman untuk buang
hajat, tapi apa disangka, mereka menyarankan untuk buang hajat ditempat itu
juga, ya sungai yang terbuka, sontak ia langsung muram dan menolaknya. Berulang
kali ia mengeluhkan keadaan itu kepada Kakak lainnya, tapi responnya tetap
sama. Dan akhirnya, saya mendatangi dan menawarinya untuk kembali ke
perkampungan dan memohon ijin untuk memakai kamar mandi ala kadarnya. Oke, ia
mulai menghapus air mata yang keluar dan dengan sedikit berjalan dengan wajah
tertunduk kembali ke Perkampungan dengan adanya aku disampinya. Berulang kali
kakak-kakak memanggil ia namun ia tetap saja berjalan lurus tak menoleh
sedikitpun. Satu persatu rumah kami datangi dan satu persatu pula mereka
menjawab tidak ada kamar mandi dirumah mereka. Setelah berjalan cukup jauh
meninggalkan sungai, akhirnya kami mendapati rumah yang ada kamar mandinya.
Alhamdulillah . . .
Usai
menjalankan hajatnya, kami kembali ke Sungai dan benar saja Anak-anak DKR masih
tetap setia menunggu kami. Aku langsung mengambil tasku kembali dan mulai
menyeberangi sungai namun siMas Gajah malah menggodaku dan mulai menyiramku
dengan air, Byuur . . . aku langsung kaget namun aku masih bisa tersenyum dan
akupun mulai membalasnya dengan siraman pula. Hahahahah. Sedang asiknya aku
bermain air dengan Mas Gajah, Bagus langsung menyuruhku untuk langsung
melangkah, melanjutkan perjalanan (sedikit kesal aku dengan permintaannya)
yayaya, aku mulai melangkah dan apa nyatanya saat aku mualai melangkah Ia
justru sibuk dengan urusannya sendiri dan tanpa pikir panjang aku langsung
meninggalkanmu, langkahku semakin pasti untuk semakin menjauh dan menjauh.
Terlihat
jelas kau mulai berjalan tergopoh-gopoh untuk menyusulku, dan akhirnya Ia
berjalan disampingku. Ok, kita berjalan beriringan kembali. Perjalanan
dilanjutkan menuju persawahan yang tertata dengan rapi nan indah, terasering.
Aku mulai berjalan menapaki persawahan dan naik kebukit selanjutnya. Aku mulai
kesusahan mengangkat tubuh ini, untuk menaiki bukit yang tingginya melebihi
tinggi badanku, dan aku langsung meminta uluran tangan dari anggota yang lain,
dan Happp akhirnya aku meraih puncak bukitnya. dan kini giliran kau untuk
memanjat bukit, dan kau nampak kesusahan untuk memanjatnya pura-pura saja aku
acuh tak pedulikanmu, tapi kau malah memintaku untuk ikut mengangkat beban
tubuhmu bersama-sama (Okelah aku membantumu) itung-itung balas budi, dan kau
akhirnya kami bisa naik keBukit bersama-sama.
Perbukitan
sawah terasering terlewati juga, kita masih tetap berjalan beriringan, berdua
tentunya. Berulang kali Ia mencoba menggandeng tanganku, tapi aku coba untuk
menepisnya karena masih ada rasa kesal terhadapnya. berjalan menyusuri jalan
setapak yang masih saja kanann kiri dipenuhi dengan hijaunya dedaunan.
Berkali-kali Ia ungkapkann rasa cintanya kepadaku dan aku berusaha untuk
menolaknya secara halus, meskipun tak dapat dipungkiri karena kebaikan dan
sikapnya terhadapku, Ia telah mengambil hatiku namun bagiku Cinta itu tak
semudah itu, meminta dan tinggal katakan iya.
Kali
ini, jalan yang kami lewati bukan lagi hutan belantara, jalan berbatu namun
tetap saja kanan kirinya tetaplah hutan, ya hutan karet. Aku dan Bagus tetap
berjalan beriringan, berdua bercanda, rasa lelah tsedikit terlupakan dengan
adanya Ia disampingku. Dipercabangan jalan yang pertama perdebatan dimulai
“Kak,
ini lurus apa belok?” Tanya Tio kepada
Kak Ari
“lurus,
iya lurus”
“nah
lho, kalian mau kemana?” tiba-tiba datang Kak Ali bersama Kak Ema dari belakang
“ini
kan jalan yang benar Kak?” jawab Kak Ari tak mau kalah
“ya
udah, silahkan kalian lurus saja, aku akan belok!” jawabnya tegas
Kak
Ali bersama Kak Ema berjalan belok, menuju keatas sedangkan lainnya berjalan
lurus, jalan menurun. Jalanan yang menurun membuat langkah kami merasa ada yang
mendorong dari belakang, mungkin karena factor gaya gravitasi yaa . . .
Ditengah jalan, aku merasa lelah, dan aku putuskan untuk berhenti sejenak sambil
membuka sisaa-sisa perbekalan. Namun karena tak sabar, Bagus mulai bangkit dan
mengajakku untuk kembali berjalan.
“ayok
jalan lagi biar cepet sampe’”
“entar
akh, aku masih capek, kamu duluan aja. Aku msih pengen istirahat” sahutku kesal
“ya
udah aku jalan dulu yaa?”
“ya
udah sana”
Ia
mulai berjalan meninggalkan aku dan berjalan bersama dengan rombongan yang ada
didepan. Kecewa tentunya, tapi aku tidak ingin karena keegoisanku aku menjadi
mengekang gerakannya.
Sudah
cukup jauh rombongan yang mengambil jalan yang lurus berjalan, tapi belum ada
percabangan jalan lagi yang kami temui, padahal menurut Kak Ari setelah
berjalan lurus seharunya ada percabangan.. Bimbang, dengan keputusan yang
pertama, untuk meyakinkan Kak Ari mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada
petani Kebun Karet, dan ternyata apa?
Kami serombongan tersesat. Akhirnya, Kak Ari menginstruksikan semua anggota
yang sudah berjalan jauh didepan untuk berbalik arah menuju ke percabangan yang
sebelumnya. Wajah kecewa tentu saja tidak dapat disembunyikan, tapi demi tujuanyang
ingin segera mereka capai, mereka
menyemangati diri untuk berjalan lagi.
Berkat
situasi ini, akhirnya Aku bisa berjalan beriringan kembali dengan Bagus.
Syukurlah, Alhamdulillah . . . berjalan bersama, mempercepat langkah kita tapia
kau mulai merasa lelah dan benar-benar lelah. Dan dipercabangan jalan . . .
“kok
berhenti, masih jauh lho tujuan kita?”
“aku
capek, istirahatlah sebentar”
“ya
udah jangan lam-lama”
“ayook
. . .!” pintanya sambil menyemangati
“ayok,
aku juga tidak ingin berjalan bersama Kak Nur” karena suatu alasan aku mulai
enggan untuk
kembali
berjalan bersamanya.
Kamipun
melanjutkan perjalanan, berjalan berdua sampai didesa kecil. Dipersimpangan
jalan, kita mulai merasa kelelahan dan kita memutuskan untuk berhenti sejenak
merebahkan tubuh kita bersama-sama dipinggir jalan. Kau mulai mengambil Hape
dari dalam tasmu, dan kau mencoba meminta nomor Hapeku, dan aku katakan kalau
aku tak punya Hp, hanya Hp inventarislah yang aku pakai saat ini. Terlihat
sedikit kecewa dari raut wajahnya dan dengan rela hati aku meyakinkannya dan
memberikan nomor kantorku dan kaupun menerimanya dengan penuh suka cita. Usai
kau peroleh nomor kantorku, langsung saja kau play Musik dari Iwan Fals "mata
indah bola pingpong masihkah kau kosong", dan begitulah sebagian
lirik yang terdengar begitu jelas ditelingaku namun pura-pura saja aku acuh.
Perjalanan
dilanjutkan dan kita masih tetap bersama, berjalan beriringan berdua. Jujur
saja aku bahagia bersama dirinya namun tetap saja masih terselip keraguan
terhadap semua kebaikan dan ketulusanmu itu.Tak lama kita berjalan berdua
beriringan, aku memutuskan untuk beristirahat, namun kau tetap saja melanjutan
langkahmu dan mulai meninggalkan aku. Kecewa, tentu saja aku merasa kecewa
dengan sikapnya tapi aku mencoba untuk tetap tegar dan menyembunyikan rasaku
itu. Aku mulai melangkah tanpa dirimu, yaa kini aku melangkah bersama Anak
lain. Sedikit berbincang dan dengan rasa percaya dirinya dia bilang ' kenapa
kau sendirian tidak bareng siDia' akupun menimpalinya 'apaan sih, just a friend,
like u and me, okk!' 'gak akh aku nggak berani dekat-dekat denganmu kamu itu
sudah menjadi incarannya (Bagus), 'enggaklah, biasa aja, gak usah berlebihan
seperti itu', balasku terhadapnya. Berjalan bertiga, bersama kami saling
berbagi pengalaman, terutama Taufik (yang mencoba menghindariku karena ia kira
aku sudah menjadi incaran seorang cowok), ia mulai bercerita mengenai
sekolahnya, memang secara penampilan ia terkesan kasar, amburadul, dan dan tak
berpendidikan tinggi, namun itu hanyalah yang tampak dari luar, ternyata
pengetahuan, pengalaman dan juga kedewasaan yang justru ia keluarkan dan
tampilkan dari dalam jiwanya, sungguh aku terkejut sekaligus kagum dengan
karakter dia, Ajiiib .....
Bertiga,
kami mulai meninggalkan rombongan lainnya, hingga saat Maghrib tiba kami
memutuskan memberhentikan langkah kami disuatu Sekolah Dasar dipinggir jalan.
Sunyi, senyap, kulihat lalu lalang para pemuda yang kembali dari permainan
sepak boa mereka yang dapat dihitung jumlahnya, dan itupun berlalu begitu saja.
Bertiga kami tetap terdiam menunggu rombongan dari belakang, terduduk kemudian
sayup terdengar suara tawa seorang wanita, padahal diantara kami bertiga tak
ada yang tertawa sedikitpun. (Oh tidakkk) wajah panik langsung tampak dari raut
wajahku, jujur saja aku tidak dapat menyembunyikan rasa takutku itu dan aku
langsung meminta untuk melanjutkan perjalanan. Namun Taufik mencoba menenangkan
aku dan menjelaskan kepadaku arti takut kepada siapa saja yang pantas. Oke,
hatiku cukup lega dengan nasihatnya tapi aku juga merasa malu dengan rasa
takutku itu.
Dan
akhirnya yang ditunggu-tunggu itupun datang juga, terlihat sekelompok DKR yang
berjalan mendekati kami bertiga, syukurlah.... perjalalan tetap dilanjutkan,
namun sekarang tidak hanya bertiga tapi beramai-ramai. Setelah berjalan cukup jauh,
tempat akhir peristirahatan dalam
pengembaraanpun kali inipun hampir sampai.
Ditengah
jalan, kami serombongan bertemu dengan rombongan yang sudah berjalan didepan,
ya Bagus termasuk dalam rombongan itu.
“Mbar,
liat aku berjalan bareng cewekmu” ejek Kak Eri terhadap Bagus
“Hemmms”
sambil menunjukkan wajah yang aneh (menurutku)
“iyya,
nih liat aku bergandengan tangan” tambahku seolah ingin menambah ejekan Kak Eri
Sebelumnya.
Biarin aja, siapa suruh berjalan sendiri meninggalkan aku dibelakang
“kamu
baik-baik saja kan?” Tanya ia sambil berjalan mengiringiku
“iya,
baik-baik aja!”
“Kok
kamu bisa berjalan bareng gitu sama Kak Eri”
“Ya
bisa bisa dong, salah siapa jalannya cepet, ninggalin aku lagi. Ya terpaksa aku
berjalan sendiri
terus
ditengah perjalanan bertemu dengan Kak Eri” jelasku panjang lebar
“ya
udah, ayo jalan bareng, jangan jauh-jauh lagi dariku!”
“alah,
kamu juga kan yang ninggalin aku”
“iya,
iya, aku ngaku salah, sini gandengan bareng”
Akhirnya
dengan sisa tenaga yang ada, Kami serombonganpun bersama-sama sampai ditujuan,
Desa Kulu. Terduduk lesu, lemah, dan tenaga yang terkuras membuat kami
bersama-sama merebahkan diri dipinggiran jalan menikmati sisa-sisa senja.
Bercanda bersama, photo-photo dan itu semua lebih dari cukup menghilangkan
sedikit penat yang kami rasakan. Sedang, yang lain tertawa-tawa aku hanya
terkapar lelah, mencoba memejamkan mata namun aku hanya bisa berpura-pura karena
nyatanya aku masih bisa terjaga. Terbangun kemudian mencari sedikit air untuk membasahi
tenggorokanku, aku mulai haus. Kulihat kau masih berada disisiku dan tetap
menunjukkan perhatianmu itu, kau langsung bangun dari tempat dudukmu , Sesaat
kau menininggalkan aku dan aku hanya berpura-pura tidak membutuhkannya, tak
lama kau kembali disisiku dan mengatakan kalua tak ada yang menjual air mineral
disini. Ya sudahlah, aku diperhatikan olehnya, dijaganya, dan ditemaninya
selama perjalanan saja aku sudah merasa bahgia, lebih dari bahagia tentunya.
Kira-kira pukul 18.30 WIB, Bus yang kami tunggupun datang juga, dan saatnya
PULANG. . . J
-END-
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan jika ingin berkomentar
Mohon berkomantarlah yang baik, sopan, dan juga membangun.
Ok-