Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Thursday, December 17, 2015

Balada Pengembaranku [ episode 2]


LINGGO ASRI, 25 Desember 2013

Sholat jama'ah telah usai kami jalankan, aku langsung bergegas menuju ke BP bergabung dengan lainnya. Karena kangen, lama tak berjumpa aku ingin berlama-lama  bareng dengan sobatku yang dari Semarang itu, aku putuskun untuk sekedar jalan-jalan menyusuri jalan menuju kebawah. Sedikit bercerita mengenai pengalaman bekerja masing-masing. 2 jam telah berlalu namun kami masih saja asyik bercerita, maklumlah sudah sekian lama kita tak jumpa, heheh. Setelah dirasa lama akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri obrolan kami itu, dan kembali lagi ke Bumi Perkemahan.

Pembongkaran tenda telah dilaksanakan oleh Kakak-kakak DKR sebelumnya, para anggota tinggal mengemasi barang masing-masing dan bersiap-siap untuk sarapan. Sarapan usai, rombongan memutuskan untuk  istirahat sebentar sambil foto-foto. Setelah semua anggota berkumpul, sang Ketua DKR langsung memimpin do'a untuk memulai penjelajahan, yah inilah arti pengembaraan yang sesungguhnya.

Pukul 08.00 pagi semua telah siap dengan tas penuh dipunggungnya, dengan antusiasnya aku semakin bersemangat untuk melangkahkan kaki menuju hutan belantara. Selangkah demi selangkah kami serombongan DKR meninggalkan BP Linggo Asri, dan jalur pertama yang kami lewati adalah jalan yang ada di tengah persawahan yang tertata rapi. Ditengah perjalanan kami menemui kandang gajah, dan nampak beberapa ekor gajah masih asyik makan bersama anak mereka. Langsung saja aku tersenyum, karena baru pertama kalinya aku melihat gajah secara langsung. Tak ku sangka, Kak Eri  langsung menghampiriku dan mengejekku dengan sebutan 'Mb Gajah', waw sebenarnya aku tidak terima dengan sebutan baru itu,tapi aku membalasnya dengan tawa  renyah dan aku kembalikan saja sebutan itu kepada siEmpunya, Kak Eri sebagai Mas Gajah, karena pada kenyataannya kan memang badannya juga sama-sama besar hahaah. Mendengar ejekan kami berdua, anggota yang lain langsung menimpali dan mengatakan 'sama-sama gajah og saling rebutan, HAHAHAH'. Sebel sih, tapi itu emang nyata adanya, ya jadi kita berdua, juga ikut membalas tawa mereka.

Perjalanan dilanjutakan menuju jalur hutan, namun apalah daya ternyata daya ingat dari sang penunjuk jalan rupanya telah sedikit hilang, sampai beberapa kali nyasar dan akhirnya kembali lagi kekandang gajah itu. Karena sampai beberapa kali bolak-balik untuk jalur yang sama, membuat langkahku sedikit gontai dan akhirnya Sretttt, untuk sekian kalinya aku terjerembab ketanah, tapi yang lebih parahnya sekarang tanahnya basah dan sedikit berlumpur, tanpa berpikir panjang aku mencoba menyelamatkan diri dan salah satu tanganku memegangi celana panjang dari siMas Gajah (heheh, ejekan dimulai), ternyata dia sendiri kaget dengan apa yang aku lakukan, sedikit menahan rasa malu yang dibarengi dengan tawa kecil ia langsung menegur dan memberitahuku kalau celananya itu kelonggaran, sehingga waktu aku memeganginya langsung agak sedikit melorot (heheheh, jahat juga aku), tanpa berlam-lama aku langsung mengucapkan permohonan maafku atas ketidaksengajaanku memgangi celana panjangnya.

Pengembaraan masih berlanjut membelah tengah hutan, dan inilah saat yang menegangkan. Berjalan beriringan, saling mengulurkan tangan dan saling mengangkat beban tubuh satu sama lain. Yahh, kami memang belum pernah mengenal akrab sebelumnya, namun disilah rasa sosial kami benar-benar tumbuh dan semakin subur layaknya tumbuhan yang menghijau ditengah hutan. Tersesat, ditengah hutan yang pepohonannya sudah mulai mengering, semua beristirahat dan mulai membuka perbekalan masing-masing. Lecet, berdarah, haus, lapar, lelah, berkeringat, semua berkumpul menjadi satu melanda satu DKR. Dan saat inilah rasa kebersamaan dari kami mulai menghangat. Terdampar bersama ditengah hutan judulnya, heheheh

“kompas mana kompas!” Seru Kak Ari sembari mencari kompas
“kemarin kamu bawa gak?” Kak Ali menimpali
“iya ketemu”

Bertiga, Kak Ari, Kak Ali dan Kak Heru berjalan menjauh dari kami yang sedang beristirahat, mencoba mencari jalan keluar.

Ditengah penantian kakak DKR mencari jalan keluar, kami saling berbagi makanan dan minuman dan Bagus meminta minuman dariku karena perbekalannya sudah habis ( rakus sih ), tanpa ada rasa keberatan sedikitpun aku lansung membuka ranselku  dan mengambil botol yang berisi air mineral. Segera saja aku mengulurkan kepadanya, namun sayang sungguh sayang siMas Gajah malah yang lebih dulu menerima uluran tanganku dan tanpa ragu, ia langsung meneguk minuman yang  pada awalnya ingin aku berikan pada Bagus. Setelah Mas Gajah meneguk air dari botolku, Ia hanya tersisa sedikit, IIIh ., .. kasihan juga . . . botol berpindah tangan dan kembali lagi masuk dalam ranselku. Tak lama rombongan menunggu jalan keluar akhirnya ada jawaban juga dari mereka. Yess! jalan ditemukan, Alhamdulillah ...

Perjalanan masih sama tetap dihutan, namun kali ini hutan bambu.Tak ada lagi nampak dedaunan hijau yang rindang karena saat itu hanyalah batang-batang bambu yang tumbang menutupi jalan, dan inilah tatangan yang paling berat dan juga mendebarkan, naik turun bukit, berjalan bagaikan spiderman. Satu persatu tiap anggota melewati jalanan itu, sedikit demi sedikit jalur hutan bambu hampir terlewati, namun sayang sungguh sayang. Ditengah perjalanan akses terputus karena banyaknya batang bambu yang tumbang. Tepar berjama'ah, kali  ini perbekalan semakin menipis, tidak hanya diriku tapi juga anggota yang lain. Satu persatu mereka mulai membongkar isi tas mereka dan mencoba mengeluarkannya. Bagus juga begitu, menawariku berbagai macam makanan ringan, namun aku hanya menjawab dengan senyuman dan kata terima kasih karena saat itu yang benar-benar aku butuhkan hanyalah air mineral, nampak sedikit kecewa dari wajahnya tapi ya sudahlah kan emang nyatanya tak sedikitpun rasa lapar menyerangku. Setelah beberapa menit, akhirnya jalur baru ditemukan. Seketika itu juga rasa cemas berganti dengan rasa gembira.

Perjalanan menyusuri hutan bambu yang kanan kirinya jurang amat curam kini berganti dengan kebun kopi, semak belukar yang sedikit menghalangi langkah kaki kami tak menyurutkan semangat untuk menyelesaikan pengembaraan. Sedikit demi sedikit kami lalui bersama-sama saling mengulurkan tangan, saling bopong membopong dan saling jaga menjaga antara yang satu dengan yang lainnya. Yang tua mengasihi yang muda, yang muda menghormati yang tua, yang kuat melindungi yang lemah. Dan itu masih sedikit dari seluruh pelajaran-pelajaran yang aku terima dari pengembaraan ini. Ingin rasanya aku mengulanginya lagi untuk ke-2 kalinya, ke-3 dan seterusnya.

Pengembaraan masih berlanjut menuju perbukitan yang cukup tinggi, dengan sisa-sisa air satu persatu dari kami mulai memenuhi kembali botol yang kami bawa dengan air sungai. Segar sih segar, namanya juga air  pegunungan tapi masih saja ada salah satu dari kami yang tak suka dengan air itu dengan alasan kotor dan tidak sehat. Ya sudahlah, itu bukan urusanku, biarlah yang seperti itu tetap seperti itu tapi bagiku itu adalah hal yang perlu disyukuri. Masih dengan sisa-sisa tenaga yang kembali diisi dengan segarnya air pegunungan, kami melanjutkan perjalanan, tinggal sedikit lagi sampai di Desa terdekat dan benar pila perkiraan Kakak DKR, desa kecil didepan mulai terlihat. langsung saja kami mencari musholla untuk langsung menjalankan Sholat Dhuhur karena waktu sudah menunjukkan Pukul 14.00 siang.

Setelah sekian lama mengantri untuk masuk keToilet, aku langsung meminjam sarung yang ada diransel Bagus. Heheheh (modus) dan Iapun langsung mengiyakan dan mengambilnya kemudian ia berikan kepadaku. Setelah bersih-bersih cukup lama didalam kamar mandi (maklum saat itu celana panjangku lumayan kotor karena prosotan ditengah Hutan Bambu yang sudah terlewati).

Sholat berjama'ahpun dimulai, dan kali ini sebelum sholat dimulai. Imam memberi tahu kami untuk menJama' Taqdim sholat, yaitu sholat Dhuhur digabung dengan Sholat Ashar dan dilakukan bersama-sama diSholat yang pertama yaitu Dhuhur. Kami mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Kakak, sembari mendengarkan penjelasan dari Kakak aku mencari dimana keberadaan Bagus, dalam hati aku berharap Ia termasuk dalam Shof sholat itu, tapi semakin aku mencari-cari dirinya, tak jua aku menemukan keberadaannya, yang ada hanya kambarannyalah yang aku dapatkan. Ya sudahlah.

Sholat Dhuhur dan Asharpun usai kami jalankan. Tanpa berlama-lama aku langsung merapikan peralatan Sholat kemudian bergabung dengan yang lain diTeras musholla. Sembari menunggu anggota yang lain untuk Sholat, aku mengisi perutku dengan snack yang ada diranselku, sedikit sihh tapi lumayan bisa mengganjal perut yang hampir kosong. Sembari makan, aku masih saja memikirkan Bagus, cemas yang menyelinap dipikiranku. Dan aku mencari-carinya, aku berharap Ia akan menjalankan kewajibannya terhadap tuhan, Sholat. Setelah cukup lama, aku mencari-cari kehadirannya akhirnya, Bagus datang juga dengan wajah yang telah terbasahi dengan air Wudlu. Alhamdulillah, seketika itu juga rasa khawatirku hilang karena orang yang aku kagumi taat beribadah kepada sang Kuasa.

Setelah semuanya Sholat, perjalanan Kami lanjutkan menuju desa selanjutnya. Namun sebelum sampai di desa selanjutnya, kami harus menuruni perbukitan yang cukup licin. Tapi bagaimanapun kedaannya, aku akan tetap tenang selama Ia berada disisiku dan benar saja masih beberapa langkah aku meninggalkan Musholla, Bagus langsung berjalan mengiringiku, bahagia rasanya menghabiskan setengah pengembaraanku bersamamu. Lembah pertama kami temui, dan Jrappp belum lama berjalan, aku langsung terjatuh dan hampir masuk kedalam Jurang tapi untung saja masih ada Bagus disisiku yang senantiasa menolongku dikala susahku. Tak kupungkiri bahagia senantiasa menyelinap dihatiku. karena sesusah apapun itu, selama kau masih disisiku tak akan ada kata jemu. Ingin rasanya rasa ini semakin berlanjut menuju tingkat kedewasaan.

Lembah yang curam nan licin yang kanan kirinya dipenuhi dengan jambu hutan cukup memanjakan mataku, menyegarkan pikiranku, dan menghilangkan segala penat yang ada. Dengan asyiknya Bagus menikmati jambu hutan yang ada disebelahnya, dan tanpa Ia sadari Ia mulai melupakanku. Akh, kecewa pastinya karena Ia tak munghiraukanku. Sedikit demi sedikit kumelangkah jauh meninggalkannya. Dan Arrgh, jatuh lagi. Kali ini aku merasakan cukup sakit dibagian kakiku. Terlihat wajah cemas dari Kakak DKR dan langsung saja Ia memanggil nama Bagus seolah menyuruhnya untuk kembali berada disisiku. Dengan sedikit menahan rasa sakit aku mulai bangkit dan melanjutkan langkahku. kali ini aku tidak akan terlalu berharap banyak dengan kehadirannya. Cukup jauh juga Ia berjalan dibelakangku, asyik dengan teman-temannya dan akupun mulai hilang dari pikirannya. Ya sudahlah, , ,

Setelah berjalan cukup jauh tanpa ada dirimu disampingku, kau hadir juga. Sedikit menampakkan rasa kekecewaanku terhadapmu dan kau mulai mengucapkan kata maaf padaku, Cukup aku balas dengan senyuman dan sekali lagi aku menguatkan hatiku untuk tidak terlau berharap lebih dengannya. aku kembali terjatuh ketanah, dan Ia selalu menolongku, mengulurkan tangannya untuk mengangkat beban tubuhku namun tetap saja aku harus menguatkan diriku sendiri untuk tetap tegar dan berpura-pura tidak membutuhkan pertolongannya. Dengan sedikit menunjukkan rasa perhatiannya, Ia mulai menasehatiku untuk lebih berhati-hati untuk melangkah. Okelah, untuk sedikit membahagiakanmu, memuaskan rasamu aku mengiyakan apa katamu, meski dalam hati masih ada rasa dongkol terhadap perlakuanmu.

Berjalan cukup lama ditengah hutan yang licin nan berlumpur membuat semua pakaian menjadi lebih dari sekedar kotor. Samar-samar mulai terdengar gemuruh air sungai yang mengalir ditengah bebatuan besar. Senang rasanya bisa menemukan sungai kembali dan kau mulai mengajakku untuk turun dan membersihkan pakaian yang sudah kotor itu namun aku menolaknya aku hanya membersihkan wajahku, sekedar menyegarkan dan selebihnya aku hanya main-main dengan air. Dari kejauhan datang Kak Nur, rupa-rupanya dia merasakan ingin buang hajat, mondar-mandir berusaha menahannya dan ia sudah mencoba meminta bantuan dari Kakak-kakak untuk memberikan solusi dimana tempat paling aman untuk buang hajat, tapi apa disangka, mereka menyarankan untuk buang hajat ditempat itu juga, ya sungai yang terbuka, sontak ia langsung muram dan menolaknya. Berulang kali ia mengeluhkan keadaan itu kepada Kakak lainnya, tapi responnya tetap sama. Dan akhirnya, saya mendatangi dan menawarinya untuk kembali ke perkampungan dan memohon ijin untuk memakai kamar mandi ala kadarnya. Oke, ia mulai menghapus air mata yang keluar dan dengan sedikit berjalan dengan wajah tertunduk kembali ke Perkampungan dengan adanya aku disampinya. Berulang kali kakak-kakak memanggil ia namun ia tetap saja berjalan lurus tak menoleh sedikitpun. Satu persatu rumah kami datangi dan satu persatu pula mereka menjawab tidak ada kamar mandi dirumah mereka. Setelah berjalan cukup jauh meninggalkan sungai, akhirnya kami mendapati rumah yang ada kamar mandinya. Alhamdulillah . . .

Usai menjalankan hajatnya, kami kembali ke Sungai dan benar saja Anak-anak DKR masih tetap setia menunggu kami. Aku langsung mengambil tasku kembali dan mulai menyeberangi sungai namun siMas Gajah malah menggodaku dan mulai menyiramku dengan air, Byuur . . . aku langsung  kaget namun aku masih bisa tersenyum dan akupun mulai membalasnya dengan siraman pula. Hahahahah. Sedang asiknya aku bermain air dengan Mas Gajah, Bagus langsung menyuruhku untuk langsung melangkah, melanjutkan perjalanan (sedikit kesal aku dengan permintaannya) yayaya, aku mulai melangkah dan apa nyatanya saat aku mualai melangkah Ia justru sibuk dengan urusannya sendiri dan tanpa pikir panjang aku langsung meninggalkanmu, langkahku semakin pasti untuk semakin menjauh dan menjauh.

Terlihat jelas kau mulai berjalan tergopoh-gopoh untuk menyusulku, dan akhirnya Ia berjalan disampingku. Ok, kita berjalan beriringan kembali. Perjalanan dilanjutkan menuju persawahan yang tertata dengan rapi nan indah, terasering. Aku mulai berjalan menapaki persawahan dan naik kebukit selanjutnya. Aku mulai kesusahan mengangkat tubuh ini, untuk menaiki bukit yang tingginya melebihi tinggi badanku, dan aku langsung meminta uluran tangan dari anggota yang lain, dan Happp akhirnya aku meraih puncak bukitnya. dan kini giliran kau untuk memanjat bukit, dan kau nampak kesusahan untuk memanjatnya pura-pura saja aku acuh tak pedulikanmu, tapi kau malah memintaku untuk ikut mengangkat beban tubuhmu bersama-sama (Okelah aku membantumu) itung-itung balas budi, dan kau akhirnya kami bisa naik keBukit bersama-sama.

Perbukitan sawah terasering terlewati juga, kita masih tetap berjalan beriringan, berdua tentunya. Berulang kali Ia mencoba menggandeng tanganku, tapi aku coba untuk menepisnya karena masih ada rasa kesal terhadapnya. berjalan menyusuri jalan setapak yang masih saja kanann kiri dipenuhi dengan hijaunya dedaunan. Berkali-kali Ia ungkapkann rasa cintanya kepadaku dan aku berusaha untuk menolaknya secara halus, meskipun tak dapat dipungkiri karena kebaikan dan sikapnya terhadapku, Ia telah mengambil hatiku namun bagiku Cinta itu tak semudah itu, meminta dan tinggal katakan iya.

Kali ini, jalan yang kami lewati bukan lagi hutan belantara, jalan berbatu namun tetap saja kanan kirinya tetaplah hutan, ya hutan karet. Aku dan Bagus tetap berjalan beriringan, berdua bercanda, rasa lelah tsedikit terlupakan dengan adanya Ia disampingku. Dipercabangan jalan yang pertama perdebatan dimulai

“Kak, ini lurus apa belok?”  Tanya Tio kepada Kak Ari
“lurus, iya lurus”
“nah lho, kalian mau kemana?” tiba-tiba datang Kak Ali bersama Kak Ema dari belakang
“ini kan jalan yang benar Kak?” jawab Kak Ari tak mau kalah
“ya udah, silahkan kalian lurus saja, aku akan belok!” jawabnya tegas

Kak Ali bersama Kak Ema berjalan belok, menuju keatas sedangkan lainnya berjalan lurus, jalan menurun. Jalanan yang menurun membuat langkah kami merasa ada yang mendorong dari belakang, mungkin karena factor gaya gravitasi yaa . . . Ditengah jalan, aku merasa lelah, dan aku putuskan untuk berhenti sejenak sambil membuka sisaa-sisa perbekalan. Namun karena tak sabar, Bagus mulai bangkit dan mengajakku untuk kembali berjalan.
“ayok jalan lagi biar cepet sampe’”
“entar akh, aku masih capek, kamu duluan aja. Aku msih pengen istirahat” sahutku kesal
“ya udah aku jalan dulu yaa?”
“ya udah sana”

Ia mulai berjalan meninggalkan aku dan berjalan bersama dengan rombongan yang ada didepan. Kecewa tentunya, tapi aku tidak ingin karena keegoisanku aku menjadi mengekang gerakannya.

Sudah cukup jauh rombongan yang mengambil jalan yang lurus berjalan, tapi belum ada percabangan jalan lagi yang kami temui, padahal menurut Kak Ari setelah berjalan lurus seharunya ada percabangan.. Bimbang, dengan keputusan yang pertama, untuk meyakinkan Kak Ari mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada petani Kebun Karet,  dan ternyata apa? Kami serombongan tersesat. Akhirnya, Kak Ari menginstruksikan semua anggota yang sudah berjalan jauh didepan untuk berbalik arah menuju ke percabangan yang sebelumnya. Wajah kecewa tentu saja tidak dapat disembunyikan, tapi demi tujuanyang ingin segera mereka capai,  mereka menyemangati diri untuk berjalan lagi.

Berkat situasi ini, akhirnya Aku bisa berjalan beriringan kembali dengan Bagus. Syukurlah, Alhamdulillah . . . berjalan bersama, mempercepat langkah kita tapia kau mulai merasa lelah dan benar-benar lelah. Dan dipercabangan jalan . . .

“kok berhenti, masih jauh lho tujuan kita?”
“aku capek, istirahatlah sebentar”
“ya udah jangan lam-lama”
“ayook . . .!” pintanya sambil menyemangati
“ayok, aku juga tidak ingin berjalan bersama Kak Nur” karena suatu alasan aku mulai enggan untuk
kembali berjalan bersamanya.

Kamipun melanjutkan perjalanan, berjalan berdua sampai didesa kecil. Dipersimpangan jalan, kita mulai merasa kelelahan dan kita memutuskan untuk berhenti sejenak merebahkan tubuh kita bersama-sama dipinggir jalan. Kau mulai mengambil Hape dari dalam tasmu, dan kau mencoba meminta nomor Hapeku, dan aku katakan kalau aku tak punya Hp, hanya Hp inventarislah yang aku pakai saat ini. Terlihat sedikit kecewa dari raut wajahnya dan dengan rela hati aku meyakinkannya dan memberikan nomor kantorku dan kaupun menerimanya dengan penuh suka cita. Usai kau peroleh nomor kantorku, langsung saja kau play Musik dari Iwan Fals "mata indah bola pingpong masihkah kau kosong", dan begitulah sebagian lirik yang terdengar begitu jelas ditelingaku namun pura-pura saja aku acuh.

Perjalanan dilanjutkan dan kita masih tetap bersama, berjalan beriringan berdua. Jujur saja aku bahagia bersama dirinya namun tetap saja masih terselip keraguan terhadap semua kebaikan dan ketulusanmu itu.Tak lama kita berjalan berdua beriringan, aku memutuskan untuk beristirahat, namun kau tetap saja melanjutan langkahmu dan mulai meninggalkan aku. Kecewa, tentu saja aku merasa kecewa dengan sikapnya tapi aku mencoba untuk tetap tegar dan menyembunyikan rasaku itu. Aku mulai melangkah tanpa dirimu, yaa kini aku melangkah bersama Anak lain. Sedikit berbincang dan dengan rasa percaya dirinya dia bilang ' kenapa kau sendirian tidak bareng siDia' akupun menimpalinya 'apaan sih, just a friend, like u and me, okk!' 'gak akh aku nggak berani dekat-dekat denganmu kamu itu sudah menjadi incarannya (Bagus), 'enggaklah, biasa aja, gak usah berlebihan seperti itu', balasku terhadapnya. Berjalan bertiga, bersama kami saling berbagi pengalaman, terutama Taufik (yang mencoba menghindariku karena ia kira aku sudah menjadi incaran seorang cowok), ia mulai bercerita mengenai sekolahnya, memang secara penampilan ia terkesan kasar, amburadul, dan dan tak berpendidikan tinggi, namun itu hanyalah yang tampak dari luar, ternyata pengetahuan, pengalaman dan juga kedewasaan yang justru ia keluarkan dan tampilkan dari dalam jiwanya, sungguh aku terkejut sekaligus kagum dengan karakter dia, Ajiiib .....

Bertiga, kami mulai meninggalkan rombongan lainnya, hingga saat Maghrib tiba kami memutuskan memberhentikan langkah kami disuatu Sekolah Dasar dipinggir jalan. Sunyi, senyap, kulihat lalu lalang para pemuda yang kembali dari permainan sepak boa mereka yang dapat dihitung jumlahnya, dan itupun berlalu begitu saja. Bertiga kami tetap terdiam menunggu rombongan dari belakang, terduduk kemudian sayup terdengar suara tawa seorang wanita, padahal diantara kami bertiga tak ada yang tertawa sedikitpun. (Oh tidakkk) wajah panik langsung tampak dari raut wajahku, jujur saja aku tidak dapat menyembunyikan rasa takutku itu dan aku langsung meminta untuk melanjutkan perjalanan. Namun Taufik mencoba menenangkan aku dan menjelaskan kepadaku arti takut kepada siapa saja yang pantas. Oke, hatiku cukup lega dengan nasihatnya tapi aku juga merasa malu dengan rasa takutku itu.

Dan akhirnya yang ditunggu-tunggu itupun datang juga, terlihat sekelompok DKR yang berjalan mendekati kami bertiga, syukurlah.... perjalalan tetap dilanjutkan, namun sekarang tidak hanya bertiga tapi beramai-ramai. Setelah berjalan cukup jauh,  tempat akhir peristirahatan dalam pengembaraanpun kali inipun hampir sampai.

Ditengah jalan, kami serombongan bertemu dengan rombongan yang sudah berjalan didepan, ya Bagus termasuk dalam rombongan itu.

“Mbar, liat aku berjalan bareng cewekmu” ejek Kak Eri terhadap Bagus
“Hemmms” sambil menunjukkan wajah yang aneh (menurutku)
“iyya, nih liat aku bergandengan tangan” tambahku seolah ingin menambah ejekan Kak Eri
Sebelumnya. Biarin aja, siapa suruh berjalan sendiri meninggalkan aku dibelakang
“kamu baik-baik saja kan?” Tanya ia sambil berjalan mengiringiku
“iya, baik-baik aja!”
“Kok kamu bisa berjalan bareng gitu sama Kak Eri”
“Ya bisa bisa dong, salah siapa jalannya cepet, ninggalin aku lagi. Ya terpaksa aku berjalan sendiri
terus ditengah perjalanan bertemu dengan Kak Eri” jelasku panjang lebar
“ya udah, ayo jalan bareng, jangan jauh-jauh lagi dariku!”
“alah, kamu juga kan yang ninggalin aku”
“iya, iya, aku ngaku salah, sini gandengan bareng”

Akhirnya dengan sisa tenaga yang ada, Kami serombonganpun bersama-sama sampai ditujuan, Desa Kulu. Terduduk lesu, lemah, dan tenaga yang terkuras membuat kami bersama-sama merebahkan diri dipinggiran jalan menikmati sisa-sisa senja. Bercanda bersama, photo-photo dan itu semua lebih dari cukup menghilangkan sedikit penat yang kami rasakan. Sedang, yang lain tertawa-tawa aku hanya terkapar lelah, mencoba memejamkan mata namun aku hanya bisa berpura-pura karena nyatanya aku masih bisa terjaga. Terbangun kemudian mencari sedikit air untuk membasahi tenggorokanku, aku mulai haus. Kulihat kau masih berada disisiku dan tetap menunjukkan perhatianmu itu, kau langsung bangun dari tempat dudukmu , Sesaat kau menininggalkan aku dan aku hanya berpura-pura tidak membutuhkannya, tak lama kau kembali disisiku dan mengatakan kalua tak ada yang menjual air mineral disini. Ya sudahlah, aku diperhatikan olehnya, dijaganya, dan ditemaninya selama perjalanan saja aku sudah merasa bahgia, lebih dari bahagia tentunya. Kira-kira pukul 18.30 WIB, Bus yang kami tunggupun datang juga, dan saatnya PULANG. . . J

-END-

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan jika ingin berkomentar
Mohon berkomantarlah yang baik, sopan, dan juga membangun.
Ok-