Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Tuesday, April 8, 2014

BALADA PENGEMBARAN EPISODE 2


LINGGO ASRI, 25 Desember 2013

Sholat jama'ah telah usai kami jalankan, aku langsung bergegas menuju ke BP bergabung dengan lainnya. Karena kangen, lama tak berjumpa aku ingin berlama-lama  bareng dengan sobatku yang dari Semarang itu, aku putuskun untuk sekedar jalan-jalan menyusuri jalan menuju kebawah. Sedikit bercerita mengenai pengalaman bekerja masing-masing. 2 jam telah berlalu namun kami masih saja asyik bercerita, maklumlah sudah sekian lama kita tak jumpa, heheh. Setelah dirasa lama akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri obrolan kami itu, dan kembali lagi ke Bumi Perkemahan. 
Pembongkaran tenda telah dilaksanakan oleh Kakak-kakak DKR sebelumnya, para anggota tinggal mengemasi barang masing-masing dan bersiap-siap untuk sarapan. Sarapan usai, rombongan memutuskan untuk  istirahat sebentar sambil foto-foto. Setelah semua anggota berkumpul, sang Ketua DKR langsung memimpin do'a untuk memulai penjelajahan, yah inilah arti pengembaraan yang sesungguhnya. 
Pukul 08.00 pagi semua telah siap dengan tas penuh dipunggungnya, dengan antusiasnya aku semakin bersemangat untuk melangkahkan kaki menuju hutan belantara. Selangkah demi selangkah kami serombongan DKR meninggalkan BP Linggo Asri, dan jalur pertama yang kami lewati adalah jalan yang ada di tengah persawahan yang tertata rapi. Ditengah perjalanan kami menemui kandang gajah, dan nampak beberapa ekor gajah masih asyik makan bersama anak mereka. Langsung saja aku tersenyum, karena baru pertama kalinya aku melihat gajah secara langsung. Tak ku sangka, Kak Eri  langsung menghampiriku dan mengejekku dengan sebutan 'Mb Gajah', waw sebenarnya aku tidak terima dengan sebutan baru itu,tapi aku membalasnya dengan tawa  renyah dan aku kembalikan saja sebutan itu kepada siEmpunya, Kak Eri sebagai Mas Gajah, karena pada kenyataannya kan memang badannya juga sama-sama besar hahaah. Mendengar ejekan kami berdua, anggota yang lain langsung menimpali dan mengatakan 'sama-sama gajah og saling rebutan, HAHAHAH'. Sebel sih, tapi itu emang nyata adanya, ya jadi kita berdua, juga ikut membalas tawa mereka. 
Perjalanan dilanjutakan menuju jalur hutan, namun apalah daya ternyata daya ingat dari sang penunjuk jalan rupanya telah sedikit hilang, sampai beberapa kali nyasar dan akhirnya kembali lagi kekandang gajah itu. Karena sampai beberapa kali bolak-balik untuk jalur yang sama, membuat langkahku sedikit gontai dan akhirnya Sretttt, untuk sekian kalinya aku terjerembab ketanah, tapi yang lebih parahnya sekarang tanahnya basah dan sedikit berlumpur, tanpa berpikir panjang aku mencoba menyelamatkan diri dan salah satu tanganku memegangi celana panjang dari siMas Gajah (heheh, ejekan dimulai), ternyata dia sendiri kaget dengan apa yang aku lakukan, sedikit menahan rasa malu yang dibarengi dengan tawa kecil ia langsung menegur dan memberitahuku kalau celananya itu kelonggaran, sehingga waktu aku memeganginya langsung agak sedikit melorot (heheheh, jahat juga aku), tanpa berlam-lama aku langsung mengucapkan permohonan maafku atas ketidaksengajaanku memgangi celana panjangnya. 
Pengembaraan masih berlanjut membelah tengah hutan, dan inilah saat yang menegangkan. Berjalan beriringan, saling mengulurkan tangan dan saling mengangkat beban tubuh satu sama lain. Yahh, kami memang belum pernah mengenal akrab sebelumnya, namun disilah rasa sosial kami benar-benar tumbuh dan semakin subur layaknya tumbuhan yang menghijau ditengah hutan. Tersesat, ditengah hutan yang pepohonannya sudah mulai mengering, semua beristirahat dan mulai membuka perbekalan masing-masing. Lecet, berdarah, haus, lapar, lelah, berkeringat, semua berkumpul menjadi satu melanda satu DKR. Dan saat inilah rasa kebersamaan dari kami mulai menghangat. Terdampar bersama ditengah hutan judulnya, heheheh 
“kompas mana kompas!” Seru Kak Ari sembari mencari kompas
“kemarin kamu bawa gak?” Kak Ali menimpali
“iya ketemu” 
Bertiga, Kak Ari, Kak Ali dan Kak Heru berjalan menjauh dari kami yang sedang beristirahat, mencoba mencari jalan keluar. 
Ditengah penantian kakak DKR mencari jalan keluar, kami saling berbagi makanan dan minuman dan Bagus meminta minuman dariku karena perbekalannya sudah habis ( rakus sih ), tanpa ada rasa keberatan sedikitpun aku lansung membuka ranselku  dan mengambil botol yang berisi air mineral. Segera saja aku mengulurkan kepadanya, namun sayang sungguh sayang siMas Gajah malah yang lebih dulu menerima uluran tanganku dan tanpa ragu, ia langsung meneguk minuman yang  pada awalnya ingin aku berikan pada Bagus. Setelah Mas Gajah meneguk air dari botolku, Ia hanya tersisa sedikit, IIIh ., .. kasihan juga . . . botol berpindah tangan dan kembali lagi masuk dalam ranselku. Tak lama rombongan menunggu jalan keluar akhirnya ada jawaban juga dari mereka. Yess! jalan ditemukan, Alhamdulillah ...

Perjalanan masih sama tetap dihutan, namun kali ini hutan bambu.Tak ada lagi nampak dedaunan hijau yang rindang karena saat itu hanyalah batang-batang bambu yang tumbang menutupi jalan, dan inilah tatangan yang paling berat dan juga mendebarkan, naik turun bukit, berjalan bagaikan spiderman. Satu persatu tiap anggota melewati jalanan itu, sedikit demi sedikit jalur hutan bambu hampir terlewati, namun sayang sungguh sayang. Ditengah perjalanan akses terputus karena banyaknya batang bambu yang tumbang. Tepar berjama'ah, kali  ini perbekalan semakin menipis, tidak hanya diriku tapi juga anggota yang lain. Satu persatu mereka mulai membongkar isi tas mereka dan mencoba mengeluarkannya. Bagus juga begitu, menawariku berbagai macam makanan ringan, namun aku hanya menjawab dengan senyuman dan kata terima kasih karena saat itu yang benar-benar aku butuhkan hanyalah air mineral, nampak sedikit kecewa dari wajahnya tapi ya sudahlah kan emang nyatanya tak sedikitpun rasa lapar menyerangku. Setelah beberapa menit, akhirnya jalur baru ditemukan. Seketika itu juga rasa cemas berganti dengan rasa gembira. 
Perjalanan menyusuri hutan bambu yang kanan kirinya jurang amat curam kini berganti dengan kebun kopi, semak belukar yang sedikit menghalangi langkah kaki kami tak menyurutkan semangat untuk menyelesaikan pengembaraan. Sedikit demi sedikit kami lalui bersama-sama saling mengulurkan tangan, saling bopong membopong dan saling jaga menjaga antara yang satu dengan yang lainnya. Yang tua mengasihi yang muda, yang muda menghormati yang tua, yang kuat melindungi yang lemah. Dan itu masih sedikit dari seluruh pelajaran-pelajaran yang aku terima dari pengembaraan ini. Ingin rasanya aku mengulanginya lagi untuk ke-2 kalinya, ke-3 dan seterusnya. 
Pengembaraan masih berlanjut menuju perbukitan yang cukup tinggi, dengan sisa-sisa air satu persatu dari kami mulai memenuhi kembali botol yang kami bawa dengan air sungai. Segar sih segar, namanya juga air  pegunungan tapi masih saja ada salah satu dari kami yang tak suka dengan air itu dengan alasan kotor dan tidak sehat. Ya sudahlah, itu bukan urusanku, biarlah yang seperti itu tetap seperti itu tapi bagiku itu adalah hal yang perlu disyukuri. Masih dengan sisa-sisa tenaga yang kembali diisi dengan segarnya air pegunungan, kami melanjutkan perjalanan, tinggal sedikit lagi sampai di Desa terdekat dan benar pila perkiraan Kakak DKR, desa kecil didepan mulai terlihat. langsung saja kami mencari musholla untuk langsung menjalankan Sholat Dhuhur karena waktu sudah menunjukkan Pukul 14.00 siang. 
Setelah sekian lama mengantri untuk masuk keToilet, aku langsung meminjam sarung yang ada diransel Bagus. Heheheh (modus) dan Iapun langsung mengiyakan dan mengambilnya kemudian ia berikan kepadaku. Setelah bersih-bersih cukup lama didalam kamar mandi (maklum saat itu celana panjangku lumayan kotor karena prosotan ditengah Hutan Bambu yang sudah terlewati). 
Sholat berjama'ahpun dimulai, dan kali ini sebelum sholat dimulai. Imam memberi tahu kami untuk menJama' Taqdim sholat, yaitu sholat Dhuhur digabung dengan Sholat Ashar dan dilakukan bersama-sama diSholat yang pertama yaitu Dhuhur. Kami mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Kakak, sembari mendengarkan penjelasan dari Kakak aku mencari dimana keberadaan Bagus, dalam hati aku berharap Ia termasuk dalam Shof sholat itu, tapi semakin aku mencari-cari dirinya, tak jua aku menemukan keberadaannya, yang ada hanya kambarannyalah yang aku dapatkan. Ya sudahlah. 
Sholat Dhuhur dan Asharpun usai kami jalankan. Tanpa berlama-lama aku langsung merapikan peralatan Sholat kemudian bergabung dengan yang lain diTeras musholla. Sembari menunggu anggota yang lain untuk Sholat, aku mengisi perutku dengan snack yang ada diranselku, sedikit sihh tapi lumayan bisa mengganjal perut yang hampir kosong. Sembari makan, aku masih saja memikirkan Bagus, cemas yang menyelinap dipikiranku. Dan aku mencari-carinya, aku berharap Ia akan menjalankan kewajibannya terhadap tuhan, Sholat. Setelah cukup lama, aku mencari-cari kehadirannya akhirnya, Bagus datang juga dengan wajah yang telah terbasahi dengan air Wudlu. Alhamdulillah, seketika itu juga rasa khawatirku hilang karena orang yang aku kagumi taat beribadah kepada sang Kuasa. 
Setelah semuanya Sholat, perjalanan Kami lanjutkan menuju desa selanjutnya. Namun sebelum sampai di desa selanjutnya, kami harus menuruni perbukitan yang cukup licin. Tapi bagaimanapun kedaannya, aku akan tetap tenang selama Ia berada disisiku dan benar saja masih beberapa langkah aku meninggalkan Musholla, Bagus langsung berjalan mengiringiku, bahagia rasanya menghabiskan setengah pengembaraanku bersamamu. Lembah pertama kami temui, dan Jrappp belum lama berjalan, aku langsung terjatuh dan hampir masuk kedalam Jurang tapi untung saja masih ada Bagus disisiku yang senantiasa menolongku dikala susahku. Tak kupungkiri bahagia senantiasa menyelinap dihatiku. karena sesusah apapun itu, selama kau masih disisiku tak akan ada kata jemu. Ingin rasanya rasa ini semakin berlanjut menuju tingkat kedewasaan. 
Lembah yang curam nan licin yang kanan kirinya dipenuhi dengan jambu hutan cukup memanjakan mataku, menyegarkan pikiranku, dan menghilangkan segala penat yang ada. Dengan asyiknya Bagus menikmati jambu hutan yang ada disebelahnya, dan tanpa Ia sadari Ia mulai melupakanku. Akh, kecewa pastinya karena Ia tak munghiraukanku. Sedikit demi sedikit kumelangkah jauh meninggalkannya. Dan Arrgh, jatuh lagi. Kali ini aku merasakan cukup sakit dibagian kakiku. Terlihat wajah cemas dari Kakak DKR dan langsung saja Ia memanggil nama Bagus seolah menyuruhnya untuk kembali berada disisiku. Dengan sedikit menahan rasa sakit aku mulai bangkit dan melanjutkan langkahku. kali ini aku tidak akan terlalu berharap banyak dengan kehadirannya. Cukup jauh juga Ia berjalan dibelakangku, asyik dengan teman-temannya dan akupun mulai hilang dari pikirannya. Ya sudahlah, , , 
Setelah berjalan cukup jauh tanpa ada dirimu disampingku, kau hadir juga. Sedikit menampakkan rasa kekecewaanku terhadapmu dan kau mulai mengucapkan kata maaf padaku, Cukup aku balas dengan senyuman dan sekali lagi aku menguatkan hatiku untuk tidak terlau berharap lebih dengannya. aku kembali terjatuh ketanah, dan Ia selalu menolongku, mengulurkan tangannya untuk mengangkat beban tubuhku namun tetap saja aku harus menguatkan diriku sendiri untuk tetap tegar dan berpura-pura tidak membutuhkan pertolongannya. Dengan sedikit menunjukkan rasa perhatiannya, Ia mulai menasehatiku untuk lebih berhati-hati untuk melangkah. Okelah, untuk sedikit membahagiakanmu, memuaskan rasamu aku mengiyakan apa katamu, meski dalam hati masih ada rasa dongkol terhadap perlakuanmu. 
Berjalan cukup lama ditengah hutan yang licin nan berlumpur membuat semua pakaian menjadi lebih dari sekedar kotor. Samar-samar mulai terdengar gemuruh air sungai yang mengalir ditengah bebatuan besar. Senang rasanya bisa menemukan sungai kembali dan kau mulai mengajakku untuk turun dan membersihkan pakaian yang sudah kotor itu namun aku menolaknya aku hanya membersihkan wajahku, sekedar menyegarkan dan selebihnya aku hanya main-main dengan air. Dari kejauhan datang Kak Nur, rupa-rupanya dia merasakan ingin buang hajat, mondar-mandir berusaha menahannya dan ia sudah mencoba meminta bantuan dari Kakak-kakak untuk memberikan solusi dimana tempat paling aman untuk buang hajat, tapi apa disangka, mereka menyarankan untuk buang hajat ditempat itu juga, ya sungai yang terbuka, sontak ia langsung muram dan menolaknya. Berulang kali ia mengeluhkan keadaan itu kepada Kakak lainnya, tapi responnya tetap sama. Dan akhirnya, saya mendatangi dan menawarinya untuk kembali ke perkampungan dan memohon ijin untuk memakai kamar mandi ala kadarnya. Oke, ia mulai menghapus air mata yang keluar dan dengan sedikit berjalan dengan wajah tertunduk kembali ke Perkampungan dengan adanya aku disampinya. Berulang kali kakak-kakak memanggil ia namun ia tetap saja berjalan lurus tak menoleh sedikitpun. Satu persatu rumah kami datangi dan satu persatu pula mereka menjawab tidak ada kamar mandi dirumah mereka. Setelah berjalan cukup jauh meninggalkan sungai, akhirnya kami mendapati rumah yang ada kamar mandinya. Alhamdulillah . . . 
Usai menjalankan hajatnya, kami kembali ke Sungai dan benar saja Anak-anak DKR masih tetap setia menunggu kami. Aku langsung mengambil tasku kembali dan mulai menyeberangi sungai namun siMas Gajah malah menggodaku dan mulai menyiramku dengan air, Byuur . . . aku langsung  kaget namun aku masih bisa tersenyum dan akupun mulai membalasnya dengan siraman pula. Hahahahah. Sedang asiknya aku bermain air dengan Mas Gajah, Bagus langsung menyuruhku untuk langsung melangkah, melanjutkan perjalanan (sedikit kesal aku dengan permintaannya) yayaya, aku mulai melangkah dan apa nyatanya saat aku mualai melangkah Ia justru sibuk dengan urusannya sendiri dan tanpa pikir panjang aku langsung meninggalkanmu, langkahku semakin pasti untuk semakin menjauh dan menjauh. 
Terlihat jelas kau mulai berjalan tergopoh-gopoh untuk menyusulku, dan akhirnya Ia berjalan disampingku. Ok, kita berjalan beriringan kembali. Perjalanan dilanjutkan menuju persawahan yang tertata dengan rapi nan indah, terasering. Aku mulai berjalan menapaki persawahan dan naik kebukit selanjutnya. Aku mulai kesusahan mengangkat tubuh ini, untuk menaiki bukit yang tingginya melebihi tinggi badanku, dan aku langsung meminta uluran tangan dari anggota yang lain, dan Happp akhirnya aku meraih puncak bukitnya. dan kini giliran kau untuk memanjat bukit, dan kau nampak kesusahan untuk memanjatnya pura-pura saja aku acuh tak pedulikanmu, tapi kau malah memintaku untuk ikut mengangkat beban tubuhmu bersama-sama (Okelah aku membantumu) itung-itung balas budi, dan kau akhirnya kami bisa naik keBukit bersama-sama. 
Perbukitan sawah terasering terlewati juga, kita masih tetap berjalan beriringan, berdua tentunya. Berulang kali Ia mencoba menggandeng tanganku, tapi aku coba untuk menepisnya karena masih ada rasa kesal terhadapnya. berjalan menyusuri jalan setapak yang masih saja kanann kiri dipenuhi dengan hijaunya dedaunan. Berkali-kali Ia ungkapkann rasa cintanya kepadaku dan aku berusaha untuk menolaknya secara halus, meskipun tak dapat dipungkiri karena kebaikan dan sikapnya terhadapku, Ia telah mengambil hatiku namun bagiku Cinta itu tak semudah itu, meminta dan tinggal katakan iya. 
Kali ini, jalan yang kami lewati bukan lagi hutan belantara, jalan berbatu namun tetap saja kanan kirinya tetaplah hutan, ya hutan karet. Aku dan Bagus tetap berjalan beriringan, berdua bercanda, rasa lelah tsedikit terlupakan dengan adanya Ia disampingku. Dipercabangan jalan yang pertama perdebatan dimulai 
“Kak, ini lurus apa belok?”  Tanya Tio kepada Kak Ari
“lurus, iya lurus”
“nah lho, kalian mau kemana?” tiba-tiba datang Kak Ali bersama Kak Ema dari belakang
“ini kan jalan yang benar Kak?” jawab Kak Ari tak mau kalah
“ya udah, silahkan kalian lurus saja, aku akan belok!” jawabnya tegas 
Kak Ali bersama Kak Ema berjalan belok, menuju keatas sedangkan lainnya berjalan lurus, jalan menurun. Jalanan yang menurun membuat langkah kami merasa ada yang mendorong dari belakang, mungkin karena factor gaya gravitasi yaa . . . Ditengah jalan, aku merasa lelah, dan aku putuskan untuk berhenti sejenak sambil membuka sisaa-sisa perbekalan. Namun karena tak sabar, Bagus mulai bangkit dan mengajakku untuk kembali berjalan.
“ayok jalan lagi biar cepet sampe’”
“entar akh, aku masih capek, kamu duluan aja. Aku msih pengen istirahat” sahutku kesal
“ya udah aku jalan dulu yaa?”
“ya udah sana” 
Ia mulai berjalan meninggalkan aku dan berjalan bersama dengan rombongan yang ada didepan. Kecewa tentunya, tapi aku tidak ingin karena keegoisanku aku menjadi mengekang gerakannya. 
Sudah cukup jauh rombongan yang mengambil jalan yang lurus berjalan, tapi belum ada percabangan jalan lagi yang kami temui, padahal menurut Kak Ari setelah berjalan lurus seharunya ada percabangan.. Bimbang, dengan keputusan yang pertama, untuk meyakinkan Kak Ari mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada petani Kebun Karet,  dan ternyata apa? Kami serombongan tersesat. Akhirnya, Kak Ari menginstruksikan semua anggota yang sudah berjalan jauh didepan untuk berbalik arah menuju ke percabangan yang sebelumnya. Wajah kecewa tentu saja tidak dapat disembunyikan, tapi demi tujuanyang ingin segera mereka capai,  mereka menyemangati diri untuk berjalan lagi. 
Berkat situasi ini, akhirnya Aku bisa berjalan beriringan kembali dengan Bagus. Syukurlah, Alhamdulillah . . . berjalan bersama, mempercepat langkah kita tapia kau mulai merasa lelah dan benar-benar lelah. Dan dipercabangan jalan . . . 
“kok berhenti, masih jauh lho tujuan kita?”
“aku capek, istirahatlah sebentar”
“ya udah jangan lam-lama”
“ayook . . .!” pintanya sambil menyemangati
“ayok, aku juga tidak ingin berjalan bersama Kak Nur” karena suatu alasan aku mulai enggan untuk
kembali berjalan bersamanya. 
Kamipun melanjutkan perjalanan, berjalan berdua sampai didesa kecil. Dipersimpangan jalan, kita mulai merasa kelelahan dan kita memutuskan untuk berhenti sejenak merebahkan tubuh kita bersama-sama dipinggir jalan. Kau mulai mengambil Hape dari dalam tasmu, dan kau mencoba meminta nomor Hapeku, dan aku katakan kalau aku tak punya Hp, hanya Hp inventarislah yang aku pakai saat ini. Terlihat sedikit kecewa dari raut wajahnya dan dengan rela hati aku meyakinkannya dan memberikan nomor kantorku dan kaupun menerimanya dengan penuh suka cita. Usai kau peroleh nomor kantorku, langsung saja kau play Musik dari Iwan Fals "mata indah bola pingpong masihkah kau kosong", dan begitulah sebagian lirik yang terdengar begitu jelas ditelingaku namun pura-pura saja aku acuh. 
Perjalanan dilanjutkan dan kita masih tetap bersama, berjalan beriringan berdua. Jujur saja aku bahagia bersama dirinya namun tetap saja masih terselip keraguan terhadap semua kebaikan dan ketulusanmu itu.Tak lama kita berjalan berdua beriringan, aku memutuskan untuk beristirahat, namun kau tetap saja melanjutan langkahmu dan mulai meninggalkan aku. Kecewa, tentu saja aku merasa kecewa dengan sikapnya tapi aku mencoba untuk tetap tegar dan menyembunyikan rasaku itu. Aku mulai melangkah tanpa dirimu, yaa kini aku melangkah bersama Anak lain. Sedikit berbincang dan dengan rasa percaya dirinya dia bilang ' kenapa kau sendirian tidak bareng siDia' akupun menimpalinya 'apaan sih, just a friend, like u and me, okk!' 'gak akh aku nggak berani dekat-dekat denganmu kamu itu sudah menjadi incarannya (Bagus), 'enggaklah, biasa aja, gak usah berlebihan seperti itu', balasku terhadapnya. Berjalan bertiga, bersama kami saling berbagi pengalaman, terutama Taufik (yang mencoba menghindariku karena ia kira aku sudah menjadi incaran seorang cowok), ia mulai bercerita mengenai sekolahnya, memang secara penampilan ia terkesan kasar, amburadul, dan dan tak berpendidikan tinggi, namun itu hanyalah yang tampak dari luar, ternyata pengetahuan, pengalaman dan juga kedewasaan yang justru ia keluarkan dan tampilkan dari dalam jiwanya, sungguh aku terkejut sekaligus kagum dengan karakter dia, Ajiiib ..... 
Bertiga, kami mulai meninggalkan rombongan lainnya, hingga saat Maghrib tiba kami memutuskan memberhentikan langkah kami disuatu Sekolah Dasar dipinggir jalan. Sunyi, senyap, kulihat lalu lalang para pemuda yang kembali dari permainan sepak boa mereka yang dapat dihitung jumlahnya, dan itupun berlalu begitu saja. Bertiga kami tetap terdiam menunggu rombongan dari belakang, terduduk kemudian sayup terdengar suara tawa seorang wanita, padahal diantara kami bertiga tak ada yang tertawa sedikitpun. (Oh tidakkk) wajah panik langsung tampak dari raut wajahku, jujur saja aku tidak dapat menyembunyikan rasa takutku itu dan aku langsung meminta untuk melanjutkan perjalanan. Namun Taufik mencoba menenangkan aku dan menjelaskan kepadaku arti takut kepada siapa saja yang pantas. Oke, hatiku cukup lega dengan nasihatnya tapi aku juga merasa malu dengan rasa takutku itu. 
Dan akhirnya yang ditunggu-tunggu itupun datang juga, terlihat sekelompok DKR yang berjalan mendekati kami bertiga, syukurlah.... perjalalan tetap dilanjutkan, namun sekarang tidak hanya bertiga tapi beramai-ramai. Setelah berjalan cukup jauh,  tempat akhir peristirahatan dalam pengembaraanpun kali inipun hampir sampai. 
Ditengah jalan, kami serombongan bertemu dengan rombongan yang sudah berjalan didepan, ya Bagus termasuk dalam rombongan itu. 
“Mbar, liat aku berjalan bareng cewekmu” ejek Kak Eri terhadap Bagus
“Hemmms” sambil menunjukkan wajah yang aneh (menurutku)
“iyya, nih liat aku bergandengan tangan” tambahku seolah ingin menambah ejekan Kak Eri
Sebelumnya. Biarin aja, siapa suruh berjalan sendiri meninggalkan aku dibelakang
“kamu baik-baik saja kan?” Tanya ia sambil berjalan mengiringiku
“iya, baik-baik aja!”
“Kok kamu bisa berjalan bareng gitu sama Kak Eri”
“Ya bisa bisa dong, salah siapa jalannya cepet, ninggalin aku lagi. Ya terpaksa aku berjalan sendiri
terus ditengah perjalanan bertemu dengan Kak Eri” jelasku panjang lebar
“ya udah, ayo jalan bareng, jangan jauh-jauh lagi dariku!”
“alah, kamu juga kan yang ninggalin aku”
“iya, iya, aku ngaku salah, sini gandengan bareng” 
Akhirnya dengan sisa tenaga yang ada, Kami serombonganpun bersama-sama sampai ditujuan, Desa Kulu. Terduduk lesu, lemah, dan tenaga yang terkuras membuat kami bersama-sama merebahkan diri dipinggiran jalan menikmati sisa-sisa senja. Bercanda bersama, photo-photo dan itu semua lebih dari cukup menghilangkan sedikit penat yang kami rasakan. Sedang, yang lain tertawa-tawa aku hanya terkapar lelah, mencoba memejamkan mata namun aku hanya bisa berpura-pura karena nyatanya aku masih bisa terjaga. Terbangun kemudian mencari sedikit air untuk membasahi tenggorokanku, aku mulai haus. Kulihat kau masih berada disisiku dan tetap menunjukkan perhatianmu itu, kau langsung bangun dari tempat dudukmu , Sesaat kau menininggalkan aku dan aku hanya berpura-pura tidak membutuhkannya, tak lama kau kembali disisiku dan mengatakan kalua tak ada yang menjual air mineral disini. Ya sudahlah, aku diperhatikan olehnya, dijaganya, dan ditemaninya selama perjalanan saja aku sudah merasa bahgia, lebih dari bahagia tentunya. Kira-kira pukul 18.30 WIB, Bus yang kami tunggupun datang juga, dan saatnya PULANG. . . J

-END-

J BALADA PENGEMBARAANKU J

Ilmu yang berharga tak harus diperoleh dari bangku sekolah dan cinta yang indah tak hanya dapat dirasakan oleh orang hebat, semua hal yang ada disekitar kita bisa dijadikan bahan sebagai bekal untuk kehidupan selanjutnya. Palajari, pikirkan dan ambil manfaatnya.

Dua kata yang sering aku dengar, dan kata orang kedua kata tersebut susah untuk dilupakan, banyak kesan tersembunyi dan akan tetap tinggal serta membekas didalam hati hingga dewasa nanti. Namun, bagaimanakah dengan diriku???. Aku yang bukan siapa-siapa dan belum pernah tau apa yang namanya pacaran, meskipun usiaku sudah 17 tahun tapi aku cukup hati-hati dalam menilai dan mimilih siapa-siapa saja yang dekat denganku. Rasa suka, kagum, dan ingin selalu dekat dengan seorang pria tentu saja pernah dan barangkali sering aku rasakan, namanya juga masa remaja, cukup nikmati sajalah. Dan apakah kini aku bisa merasakannya??? Entahlah, aku akan membiarkannya layaknya air yang mengalir mengikuti arus.


 Linggo Asri, 24-25 Desember 2014. Tempat dan tanggal yang telah menorehkan sekelumit kisah kecil yang telah singgah dalam hati dan pikiran, kisah kasih seorang gadis diujung masa remajanya. Kisah mengenai cinta pertamanya, persahabatan tanpa memandang status dan usia dan yang paling penting bisa menyatu dengan alam. Merasakan, memahami dan mulai menikmati setiap kisah yang Ia alami untuk kemudian Ia kenang dimasa yang akan datang. Yaa inilah kisahku…
                                                                                                                                 

***

Pagi yng cerah mengawali hariku, 24 Desember 2013. Persiapan yang begitu mendadak, tak menyurutkan semangatku untuk mengikuti kegiatan yang diadakan Pramuka Kwarran Siwalan, sebut saja DKR Siwalan. Dengan bermodalakan semangat dan juga nekat membuat aku semakin mantap dalam kegiatan tersebut.

Pukul 07.00 WIB aku mulai keluar rumah dan menghampiri rekan kerjaku yang juga ikut DKR, sebut saja namanya Nur. Karena tak satu dari kami yang membawa sepeda motor, menjadikan kami harus berangkat naik angkot. Okke, tak apalah.

Singkat cerita, kami telah sampai dipersimpangan jalan menuju Sanggar DKR (tempat berkumpulnya para anggotanya), tak lama menunggu akhirnya kami dijemput juga oleh salah seorang anggota DKR juga, namanya Irham. Dengan menaiki sepeda motornya, akhirnya satu persatu dari kami diantar menuju Sanggar. Kedatanganku yang sudah terlambat ditambah lagi aku yang terbilang masih anak baru dalam perkumpulan itu membuat aku tidak bisa menyembunyikan rasa  malu, namun aku tetap ikut bergabung dengan anggota lainnya, sebagian besar dari mereka masih Nampak asing bagiku.

Satu persatu dari kami, menaiki bis menuju bumi perkemahan, Linggo Asri. Perjalanan cukup lancar. Disela-sela perjalanan, terdengar riuh sorak sorai anggota pria dari bagian belakang, ada-ada saja bahan yang tertawakan, entah apalah yang mereka bicarakan, keramaiannya tidak sedikitpun mengundangku untuk ikut bergabung tertawa bersama.

Dan akhirnya kira-kira pukul 11.00 siang kami  tiba ditempat tujuan. Setelah semua isi dipastikan sudah dikeluarkan dari dalam Bis (kecuali Sisupir pastinya, hahaha), Ketua DKR (Kak Ari), menginstruksikan kami semua untuk beristirahat kemudian dilanjutkan dengan pendirian tenda. Tak menunggu lama tendapun telah berdiri. Karena lapar, akupun langsung turun kebawah dan masuk kedalam warung untuk sekedar mengisi perut yang sejak pagi belum diisi dengan makanan berat sedikitpun.

Usai makan, aku yang ditemani Kak Nur langsung menuju keatas, yaa diatas karena tenda yang didirikan berada diatas bukit kecil. Terlihat semua sibuk dengan aktifitas masing-masing. Pasang tali temali, mematok sebilah bambu dan menggelar lebar tenda yang telah kami bawa sebelumnya. Tak perlu menunggu lama, tenda laki-lakipun telah berdiri tegak dengan posisi berdampingan dengan tenda perempuan. Yahh, jumlahnya cukup dua saja, tenda pria dan wanita.

Kegiatan dilanjutkan dengan pencarian kayu bakar, banyak dari anggota yang ikut mencarinya, namun aku hanya terduduk diam saja disamping tenda. Setelah cukup banyak kayu yang terkumpul satu persatu dari mereka kembali ke Bumi Perkemahan dan segera menyusunnya didepan tenda wanita untuk dinyalakan nantinya. Kegiatan selanjutnya hanya diisi dengan canda tawa, berkumpul bersama, ajang keakraban katanya, hahahah. Meskipun dari dalam diriku masih menyembunyikan rasa malu, namun sedikit demi sedikit aku mulai terbawa suasana dan akupun larut dalam candaan mereka.

Waktu sudah menunjukkan Pukul 12.00 siang, dan saatnya aku menjalankan kewajibanku kepada yang Kuasa. Ditemani dengan anggota DKR (Ningsih, Riya, dan Nafi), kami bersama-sama menuju tempat sholat dan mulai menjalankan Sholat Dhuhur. Sholatpun usai dan kami kembali ke bumi perkemahan bersama-sama.

Saat itu, kegiatan hanya diisi dengan canda tawa dan gurauan-gurauan konyol yang cukup membuat aku terpingkal-pingkal dengannya. Cukup lama berkumpul, akhirnya waktu sholat Ashar tiba, aku langsung mengajak anggota DKR lain untuk menjalankan sholat bersama. Namun, sebelum menuju ke musholla kami memutuskan untuk berjalan-jalan menuju sungai terdekat. Jalan yang berkelok-kelok, kanan kirinya hutan hijau nan lebat mampu memanjakan mata dan memenangkan jiwa, udara segar yang berhembus membuat fikiranku semakin terbuka dan aku benar-benar menikamti suasana itu. Ditengah perjalanan, kami berfoto-foto dengan gaya anak remaja pada umumnaya. Sedikit canggung,  namun aku tetap mencoba untuk menikmatinya. Jeprett, jeprettt, hasilnya, cukup banyak gambar yang didapat.

Akhirnya kami tiba ditempat yang dituju, ‘Kali Paingan’. Wajah bahagia jelas tergambarkan dari masing-masing kami. Anggota laki-laki langsung turun dan membuka baju mereka, byurrr…. Mereka mulai menikmati segarnya air dari pegunungan, namun anggota perempuan hanya melihatnya dari bebatuan besar yang terhampar dipinggir sungai, memandangi anggota pria yang sedang asyik bermain dengan air. Tak lama kami bermain-main, gerimis dating dan akhirnya Kak Ali meminta kami semua untuk kembali ke Bumi Perkemahan.   

***

Dan inilah, saat-saat yang paling mengesankan bagiku. Semua anggota berkumpul dilingkaran api unggun yang telah berkobar cukup besar, duduk didepan tenda wanita. Satu persatu aku perhatikan setiap anggota yang ada disekelilingku, benar-benar lengkap semua berkumpul menjadi satu dalam hangatnya kobaran api unggun. Canda tawa, senda gurau, dan nyanyian-nyanyian yang tak begitu jelas terdengar nadanya membuat suasana semakin hangat.

Tidak begitu lama kami menghabiskan waktu bersama-sama, senjapun tiba dan salah satu Kakak DKR ( Kak Ali ) menginstruksikan setiap anggota untuk sejenak memanjatkan do’a kepada Sang Pencipta. Serentak semua anggota menghentikan sejenak aktifitas mereka dan mulai menundukkan kepala dibarengi dengan mengangkat kedua tangan mereka seraya berdo’a. Dengan wajah yang masih bertanya-tanya aku masih saja terlihat celingukan menoleh kesana kemari, maksud hati ingin mencari tahu maksud dari memanjatkan do’a tersebut. Dan saat itu, perhatianku terhenti pada sosok  remaja yang duduk disampingku, Bagus nama remaja laki-laki ini. Ia tengah khusuk memanjatkan do’a dengan diiringi suara yang terdengar begitu samar keluar dari mulutnya yang juga ikut berkomat-kamit. Entah bacaan apa saja yang ia panjatkan namun kekhusyukannya membuat aku semakin penasaran.

“ Apaan sich yang barusan kamu baca?” tanyaku pada dirinya yang berada disampingku
“ Nggak kok, palingan bacaan biasa” jawab Bagus (Yah, nama remaja cowok ini, Bagus)
“ Beneran dech, aku penasaran, pengen tahu” tanyaku makin penasaran
“ Enggak kok, beneran “ jawab Ia singkat
“ Tapi tadi aku kaya mendengar kamu baca Surat Al-Kautsar, Ayat Kursi, terus apaan lagi gak begitu jelas” terangku gak mau kalah
“ Masak sih???” Bagus menimpali                                                                           

Karena rasa penasaran yang begitu tinggi, aku tak kan pernah ada kata lelah apalagi jemu dengan hal-hal baru yang menarik hati untuk diketahui, saking penasarannya tak henti-hentinya aku mewawancarainya (sok banget bahasanya). Dan akibatnya, Kak Alipun mendengar percakapan kami, dan Ia langsung menjelaskan kepadaku tentang maksud dari do’a yang dipanjatkan.

“ Nah, emang sebenarnya do’a apa sih yang dipanjatkan dan apa maksudnya?” tanyaku
“ Yang namanya berdo’a itu untuk memohon Perlindungan kepada Sang penguasa, apalagi ini didaerah yang jauh dari tempat tinggal, apa salahnya jika kita memohon keselamatan dan keamanan selama disini nantinya.” Terang Kak Ali
“ Yang harus dibaca itu apa saja? Terus kenapa saat-saat kaya gini bacanya?”
“ Waktu pergantian antara siang dan malam itu sebaiknya kita berdo’a memohon perlindungan serta keamanan karena ada makhluk lain disekitar kita yang senantiasa hidup berdampingan dengan kita. Kehidupan mereka berbalik dengan kita, jika kita itu beraktifitas disiang hari, justru mereka mulai beraktifitas dimalam hari.” Jelas Kak Ali
“Ooh gituu ya?”
“ Iiih, kok jadi horror kayak gini sih?” celetuk Kak Nur
“ Iaa nih, tapi aku juga ingin berdo’a akh” balasku

Matahari benar-benar mulai menyembunyikan wajahnya dan kegelapan mulai menyelimuti bumi perkemahan. Angin pegunungan yang berhembus membuat suasana semakin bertambah sepi. Kali ini Bagus mulai mengajakku berbicara mencoba mendekatiku dan berinteraksi denganku.

“ Lihat nih, bulu tanganku berdiri, benar-benar merinding”
“ Yaa, iyalah orang udaranya dingin kayak gini kok! Wajar kan kalau badan terasa dingin dan merinding?”
“ Tapi ini beneran, disitu, disana dan dibelakang kita banyak penunggunya.” Sambil menunjukkan jari jempolnya sesuai dengan arah yang ia tuju
“ lhoh, kenapa harus pake jari jempol nunjuknya?”
“ biar lebih sopan aja” jelasnya
“ tapi emang beneran yang barusan kamu tunjuk itu ada penunggunya?”
“ ialah”
“ yang bener aja? Serius?”
“ iya benar, serius ngapain juga bohong! Jawabnya agak ketus
“ nah emang kamu bisa liat makhluk-makhluk gaib? Kok tau kalo yang berusan kamu tunjuk itu ada penunggunya?”
“ iya kok Kak, beneran kami bisa melihat makhluk-makhluk halus” tiba-tiba kembaran Bagus,
(Tio) menimpalinya
“ Kemampuan yang kami miliki itu sudah turun temurun dari Kakek kami” tambah Ia
“ yaa, yaa, yaa,” sedikit ragu aku hanya mengiyakan perkataan mereka.

Dari sisi tempat duduk yang lain, mereka berkumpul, tengah asyik memainkan kartu. Berbagai permainan yang mereka tunjukkan cukup menghibur dan menarik perhatian kami, termasuk Bagus. Ia penasaran, dan langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Sipemain kartu. Ia mulai memperhatikan dengan seksama dan mencoba membuka teka-teki dibalik permaian itu. Cukup lama ia memahaminya dan akhirnya ia bisa memainkannya sendiri dan iapun langsung kembali duduk disampingku dan mengajakku untuk mengikuti permainannya.

“coba lihat permaian kartuku!” ajak ia
“ok, coba aku ingin lihat gimana permainanmu”
“(mulai mengocok kartu yang ada ditangannya) ambil dua kartu, apa saja yang kamu inginkan dan jangan beritahu aku! Cukup kamu pilih dan jangan diambil” terang Ia
“bebas nih, terserah saya? Ok kalau gitu aku pilih….
“cukup, jangan kamu kasih tau,”
“ok, aku sudah memilihnya”
“beneran sudah, aku kocok yaa?”
“he’eh”
“pasti kamu pilih yang ini…. Dan ini! Iya kan?”
“nah lho, kok kamu tahu sih?  Gimana tadi caranya, kok bisa?”
“ ohh, itu rahasia”
“kasih tau dong caranya…?”
“ehm itu, rahasia”

Pembicaraan kami terhenti seiring adanya suara adzan Maghrib yang terkumandang dari musolla kampong sebelah. Sebagian anggota dari kami memilih untuk sholat terlebih dahulu dan segera pergi ke musholla untuk menjalankan sholat Maghrib. Namun, aku dan beberapa anggota lain memutuskan untuk bergantian dengan mereka.

Semakin larut udara semakin dingin, aku mulai mengambil jaket jeans dari dalam tasku dan langsung memakaikannya ditubuhku. Diluar tenda, rupanya Bagus sudah menungguku dan mengajakku duduk berdampingan dengannya. Tidak banyak yang kami lakukan bersama, hanya suara semilir angin yang berhembus cukup kencang hingga membuat pepohonan bergoyang kekanan kekiri. Rupanya jaket yang aku kenakan tak cukup untuk mengatasi situasi seperti ini, aku mulai merasa kedinginan. Ia menoleh kehadapanku dan mulai membantuku mengatasi situasi seperti ini. Sebagai Siswa yang rajin, ia banyak mengikuti Kegiatan Ekstra di sekolahnya. Dengan sigap Ia mulai menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya kemudian ia tempelkan ditanganku.

“gimana? Udah mendingan belum?” Tanya ia, sambil menaruh sedikit perhatian terhadapku
“lumayan, tapi masih tetap dingin. Mungkin tubuhku belum bisa beradaptsi dengan lingkungan sini”
“lagian kamu juga sih, sudah tahu mau berkemah didaerah seperti ini, malah bawa jaket yang kayak
 gitu? Jaket jeans itu gak bisa menahan dingin!”
“ia, ia, namanya juga kurang persiapan, waktu berangkat aku buru-buru tahu?”
“ya udah, sini tak pijetin” (sambil memijat bagian pundakku), sakit enggak?
“enggak kok, lumayanlah?”
“kenapa nis?” tiba-tiba Kak Ari datang menghampiri kami berdua
“Gak papa kok Kak, Cuma merasa kedingina aja” jawabku singkat
“Ooh, coba mana telapak tanganmu” (sambil mengulurkan tangannya dihadapanku)
“emang kenapa Kak?” (aku langsung memenuhi permintaannya)
“mau ngecek aja, apa kamu baik-baik saja. Gimana sakit nggak” ( memijat telapak tangan
 bagian tengah antara ibu jari dan  telunjukku)
“enggak kok, biasa saja”
“syukurlah, kamu baik-baik saja”
“emang pijatan tadi fungsinya untuk apa Kak?”
“ini pertolongan pertama jika ada yang masuk angin, kenapa bagian ini yang Kakak pijat, itu karena ujung syarafnya bersambungan dengan syaraf lainnya” jelas Kak Ari
“Ohh,…
“kalau kamu Kram dan gak enak badan, bagian sini yang perlu kamu pijat (sambil memijat kedua telapak kakiku)
“kalau yang itu fungsinya untuk apa Kak?”
“masing-masing tergantung dari yang dipijat,  setiap bagian memiliki fungsi yang berbeda” dan bla bla bla . . . (sambil memijit ia menjelaskan, namun tak semua yang ia terangkan aku bisa memahaminya)”

Rupanya Bagus tertarik dengan apa-apa saja yang tadi dilakukan Kak Ari denganku. Ia mencoba mempraktekkan kembali disebagian tubuhku dan menjelaskan kalau semua itu juga pernah ia dapatkan selama mengikuti Ekstra diSekolahnya.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya rombongan pertama telah kembali dari musholla dan kini giliran kami (rombongan kedua) untuk menjalankan Sholat Maghrib berjama’ah. Rombongan kedua terdiri dari aku, Bagus, Kak Ali, Kak Ema, Kak Heru dan Kak Irul. Kami mulai bergegas dari tempat duduk kami dan berjalan menuju keMusholla. Jalan setapak yang naik turun, licin dan tanpa penerangan membuat kami harus berhati-hati sambil membawa alat penerangan sendiri, namun parahnya lagi aku tak membawa senter.

Aku mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang licin dan gelap, selangkah demi selangkah aku mulai meninggalkan Bumi perkemahan. Berjalan dibagian belakang membuat aku cukup was-was bilamana aku terjatuh dan terperosok, tapi syukurlah ada SiBagus yang senantiasa berjalan disampingku, Ia yang selalu sigap dan selalu siap sedia mengulurkan tangannya untuk membantuku bangkit. Akhirnya kami sampai juga di Musholla, tanpa lama-lama Aku langsung mengambil air wudlu, memakai mukena dan menunggu Kakak DKR untuk memimpin sholat jama’ah.

Sholat maghribpun usai, Kami langsung melanjutkan sholat Isya’ berjama’ah. Kali ini, Kak  Ali meminta Kak Heru untuk bergantian memimpin Sholat Isya’, cukup lama memang mereka memperdebatkan siapakah yang akan menjadi seorang Imam tapi akhirnya perdebatan diakhiri dengan kumandang Adzan oleh Kak Ali, tak lama setelah itu kini giliran SiBaguslah yang mengumandangkan Iqomah, tak begitu bernada, namun aku salut dengan kesediaan dan juga keberaniannya maju kedepan, mengumandangkan Iqomah.

Sholat Maghrib dan Isya’pun telah kami jalankan bersama-sama. Awalnya Aku memutuskan untuk langsung kembali ke Bumi perkemahan, namun sebelum itu, aku memutuskan untuk buang air kecil terlebih dahulu. Aku mulai berjalan sendiri menuju toilet disamping secretariat, tiba-tiba kau melangkah juga mengiringi langkahku, rasa takutpun mulai hilang karena bagiku disampingmu Aku merasa aman, kaulah yang selalu melindungiku. Usai buang hajat, kami melangkah menuju Bumi perkemahan, dalam situasi malam yang sepi nan gelap tak sedikitpun membuat aku merasakan takut, karena sekali lagi kau masih berada disisiku, melangkah bersama dan selalu menawarkan segala kebaikanmu untuk membatuku sampai tujuan.

Sampai di Bumi perkemahan, kami mulai bergabung dengan lainnya yang sedang asyik bersantai ria,menikmati temaram cahaya api unggun ditengah hutan yang gelap. Dengan diiringi lagu yang mereka mainkan dari musicbox, mereka mulai mulai bersuara dengan nyanyian-nyanyian yang cukup ramai diselingi dengan candaan khas dari mereka. Makan malampun tiba, Bagus mengajakku untuk mencari makan dibawah sana. Awalnya aku mengira hanya kita berdua yang akan melangkah bersama, tapi ternyata ada Kak Eri yang ikut bersama kami. Berjalan bertiga, keluar masuk warung makan, mencari nasi, satu persatu warung  menyatakan sudah ntidak ada. Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh, kami menemukan warung yang berdiri diujung jalan.

Setelah nasi kami dapat, kami langsung kembali keBumi perkemahan untuk kemudian makan bersama. Makan malam yang sederhana, nasi putih ditemani ayam bakar (bikinan sendiri) dan hanya beralaskan kertas minyak dan ditata dijadikan satu. Semua anggota mulai duduk melingkar, mengelilingi nasi yang telah ditata rapi. Setelah Do’a dipanjatkan, akhirnya kami serentak menyerbu makan malam yang berada dihadapan masing-masing. Ya, sederhana  namun disinilah letak kebersamaan. Makan malampun usai  dan kegiatan dilanjutkan dengan bernyanyi-nyanyi bersama.

Tak lama aku menikmati situasi seperti ini, rupanya malam yang kian larut membuat udara di Bumi perkemahan semakin dingin. Aku memutuskan masuk kedalam tenda, maksud hati ingin menghangatkan diri. Aku coba untuk memejamkan mata, mempersiapkan diri untuk pengembaraan esok hari. Tak lama aku berdiam diri didalam tenda aku memutuskan untuk keluar.

“mau kemana?” Tanya Bagus
“Aku pengen ke toilet, kebelet pipis” sambil berlalu meninggalkan Bumi perkemahan, jujur saja dalam hati aku menginginkan Ia untuk mengantarku kembali tapi nampaknya Ia tengah asyik dengan teman-temannya. Mencoba memberanikan diri melangkah seorang diri menuju toilet  meski dalam hati aku merasa dikecewakan olehnya.
“tak kira kamu akan mengantarku lagi” (gumamku dalam hati) beberapa langkah aku
meninnggalkan bumi perkemahan dan …
“Aaargh . . . “ hampir saja
“udah tau gelap,  gak bawa senter, sendirian, gak mau nungguin lagi” (sambil sigapnya Ia memegangi lenganku, menahan beban tubuhku yang hampir terjerembab dibawah)
“yaa kan aku gak bawa senter, gak ada yang mau kebelakang terus tak kira kamu akan terus
asyik bernyanyi bersama mereka”
“masak aku tega kalau kamu sendirian ke Toilet.”
“ ya ya ya, makasih udah nememin aku”
Dan tiba-tiba . . . Slereekkk . . .
“ya ampun sudah tau tadi hampir jatuh, sekarang gak mau berpegangan, Sini lho pegangan biar
 gak jatuh.”
“Iih, apaan sih?”
(Singkat cerita, aku telah usai membuang hajatku dan saatnya kita kembali ke Bumi
 perkemahan.)
“baliknya lewat sini aja yaa, lebih terang, jalannya halus. Jadi biar lebih gampang aja” pinta
Bagus
“terserah aja sih, aku ikut saja”

Kamipun kembali ke Bumi perkemahan lewat jalan yang berbeda dengan sebelumnya. Perjalanan kali ini mulus-mulus saja, banyak penerangan karena kami berjalan dijalan beraspal yang biasa dilewati kendaraan bermotor. Tiba di Bumi perkemahan, kami langsung ikut bergabung dengan anggota lainnya, yah masih sama dengan kegiatan sebelumnya; bernyanyi bersama dilingkaran api unggun yang menyala.

Saat yang lain tengah asyik menikmati alunan music, aku hanya terdiam, tertunduk lesu. Tak tahu mengapa, entah itu kedinginan atau mengantuklah yang  jelas saat itu aku hanya duduk menyendiri dengan angan-anganberkelana kemana-mana. Jujur saja saat itu, hatiku tersentuh dengan apa-apa yang telah Bagus perlakukan terhadapku. Segala kebaikannya, sopan santunnya dan juga sikap keagamaannya telah memikat hatiku dan semakin membuatku tertarik untuk semakin mengenal dan dekat dengannya. Tapi, tetap saja aku masih merasa takut, mengingat usiaku yang baru beranjak 17 tahun, dan sebaris cita-cita yang belum aku wujudkan. Takut jika semua itu hanya sesaat membahagiakan aku dan akan merusak konsentrasiku untuk menggapai anganku.

“Dorrr!”
Tiba-tiba Bagus menepuk punggungku dengan cukup keras dan akupun terkagetkan dengan
 situasi  seperti ini.
“Aduuh, sakit tau” gerutuku kesal karena Ia telah membuyarkan lamunanku
“makanya jangan melamun”
“nah emang siapa yang ngelamun, orang aku ngantuk kok!” balasku mengelak
Samar-samar aku perhatikan, orang-orang disekitarku mulai memandangiku dengan tatapan cukup aneh setelah Bagus mengatakan terhadap mereka kalau ada sosok makhluk halus yang mengikutiku.
“jangan melamun Kak!” tiba-tiba Imam ikut juga menepuk punggungku, darinya aku tahu
 kenapa semua menatapku
“Aku gak melamun kok, Cuma ngantuk aja!”
“kalau disini jangan kebanyakan melamun, nanti ada apa-apa”
“hush, jangan nakut-nakuti aku seperti itu”
“kalau ngantuk, ya sudah tidur saja sana. Jangan ngelamun kaya gitu, gak baik” Suruh Bagus
“ya udah, aku masuk tenda dulu yaa?”
“ya sana, tidur yang nyenyak ya…?”

Aku kembali terdiam dalam lamunanku. Sambil berbaring didalam tenda pikiranku mulai melayang-layang. Kembali merangkai kisah indah yang tengah aku rasakan bersama Bagus. Bercanda bersama, menghabiskan waktu, perhatiannya, sigapnya dan segala kebaikannya. Namun bayang-bayang itu, kini kembali terselimuti rasa takut, takut jika rasa itu hanya sesaat kemudian menghilang. Sebentar-bentar aku tersenyum-senyum karenanya, sebentar pula rasa takut mengiringi. Takut akan dosa, takut karena jika hanya dampak negatifnyalah yang banyak aku dapatkan dibandingkan dengan nillai positifnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, namun mata ini tak mau juga terpejam. Pikiran-pikiran itu yang selalu mengiang-ngiang dalam benakku, sudah coba aku alihkan namun tetap saja aku masih terjaga. Tepat dihadapanku, kulihat saudara Kembar Bagus, Tio tengah berusaha mendekati Jaya. Susah payah Ia berusaha. Tidur bersebelahan dengan Jaya, dan … inilah bagian yang paling aku tidak suka, Ia mulai main tangan mencoba memanfaatkan keadaan dengan meletakkan kedua tangan Jaya dalam pelukannya. Pikiranku mulai kacau kembali, negative, negative dan negative semakin memantapkan keyakinanku kalau yang namanya pacaran itu lebih banyak nilai negatifnya dibanding nilai positifnya.

Satu jam berlalu dan kini aku merasa ada Bagus disampingku, pikiranku yang sudah kacau balau ditambah ada sosok laki-laki disebelahku membuat aku benar-benar harus mengingat Tuhan, yah disituasi seperti ini Dialah sosok yang menenangkan hatiku. Aku mencoba menenangkan hatiku, menutup mataku, berpura-pura aku telah lelap dalam tidurku. Aku mencoba bergeser menjauh dari Bagus, tapi Ia tetap berusaha. Tuhan, apa dua orang saudara kembar ini sama-sama pandai memainkan perasaan wanita, aku takut Tuhan…

Ternyata, ia bangkit kembali dari tempat tidurnya, ia mulai merasa kedinginan. ia mencari kaos kaki dan sarung tangan kemudian ia membagi dua dengan saudara kembarnya, Tio. Perhatian yang ia tunjukkan benar-benar jelas dihadapanku membuat aku yakin kalau Ia kakak yang hebat dan aku harap dia berbeda dengan si Tio yang …

Usai ia memberi kaos kaki kepada adiknya, ia kembali tidur disampingku. Berdebar-debar jantungku. Tak kupungkiri kehadirannya membuat aku tenang, ia mulai memastikan apakah aku sudah benar-benar tertidur atau belum. Tuhan. . . saat ini aku benar-benar merasa bahagia berada didekatnya. Perlahan-lahan aku mulai terlena dengan sikap manisnya. Suasana sepi yang menyelimuti membuat suara semilir angin yang berhembus terdengar semakin jelas dan dinginpun mulai merasuki tubuhku. Tubuhku yang mulai merasakan dinginnya malam, membuat aku cepat-cepat mengepalkan kedua tanganku dan segera aku letakkan diatas dadaku. Rupanya Bagus menyadari itu, dan Ia menoleh kepadaku.

“Kenapa? Dingin yaa?” Tanya Ia,seraya menunjukkan perhatiannya
“Ia nih, dingin”
“Ya udah, dilanjut aja tidurnya”
“Ia”
(Ia mulai menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya kemudian ia tempelkan ditanganku)
“Gimana? Udah enakan belum?”
“iya, lumayan kok”

Mataku sudah mulai terpejam, namun hati dan juga pikiran ini masih tetap terjaga. Hanya bayang-bayang tentangnya yang selalu menyelimuti hatiku, jujur saja aku merasa bahagia diperhatikannya, tapi aku juga merasa takut dengan apa yang akan terjadi nantinya. Ia  mulai memegangi kedua telapak tanganku, mencoba menghangatkanku. Tak ada perlawanan sedikitpun dariku, aku tak tahu kenapa aku hanya mengikuti saja kemauannya, padahal aku tahu itu perbuatan dosa. Cukup lama aku terbuai dengan situasi seperti  ini, aku kembali mengingat Tuhan dan akhirnya aku memutuskan untuk melepas pegangan tangannya. Kembali aku bersedekap, tapi Ia tetap berusaha meraih kedua tanganku, ya sudahlah aku biarkan saja, toh hanya begitu saja yang ia lakukan, pikirku sesaat.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 malam, dan Laelapun datang. Ia adalah teman akrab yang sudah aku anggap sebagai Kakakku sendiri.Ia baru saja pulang kerja dari Pabrik yang lokasinya di Semarang. Ia mulai masuk tenda dan akupun mulai bangkit dari tempat tidurku kemudian menyambutnya dengan senyuman hangat. Setelah bersalaman dan sedikit menyapanya aku langsung kembali berbaring ditempat tidurku semula. Baguspun mengikuti apa sajayang telah aku lakukan. Ia kembali tidur disampingku dan saat aku memejamkan mata Ia berusaha kembali mendekatiku. Dan kali ini lebih parah lagi, Ia mulai mengangkat tanganku dan meletakkannya tepat diwajahnya, Oh Tuhan…. Tolong jangan biarkan aku terjerumus lebih dalam lagi.


***

Setelah tertidur dalam waktu 2 jam, aku terbangun dari tidurku, akupun mulai gelisah dengan kondisi tubuhku yang kembali ingin buang hajat. Mata mulai terbuka, posisi tidur bergeser kekanan dan kekiri,, membolak-balikkan tubuh, dan sedikit meresah membuat aku semakin tak bisa menahannya, hingga akhirnya aku putuskan untuk bangkit dari tempat tidurku.

“kenapa?” Tanya Bagus
“Aku  kebelet pipis nih?”
“Ya udah nunggu aja bentar lagi kan subuh, tidur aja lagi?”
“Ehmm, tapi aku kebelet banget nih?”
“udah tidur aja lagi.”

Saat itu aku putuskan untuk kembali berbaring ditempat tidurku, merebahkan tubuh dan mencoba mengabaikan rasa ingin buang hajatku. Detik demi detik dan kini menitpun berganti dengan jam, namun rasa ingin ketoiletpun juga belum hilang.

“mau kemana?” Tanya Bagus
“aku mau ketoilet, gak nahan banget!” sambil bangun dan membenarkan jaketku
“ya ampun ni anak kok gak perhatian banget sama aku, udah tau aku kebelet banget, ehh mlah asyik
 tidur!” gerutuku dalam hati
Perlahan aku membuka mataku lebar-lebar dan melangkah keluar dari tenda,
“Kak, aku pengen ketoilet  nih, siapa yang kepengan bareng?” tanyaku penuh harap
Cukup lama aku menunggu jawaban, namun tak ada respon sedikitpun dari mereka
“Ayolah, masak aku keToilet sendirian?”
“Iyya, Ayok kita ketoilet bareng!” tiba-tiba Kak Novi bangun dari tidurnya dan menjawab
permintaanku

Dengan bantuan senter kecil yang dipegang Kak Novi, akhirnya kami berdua berjalan ditengah hutan yang gelap. Kak Novi berjalan begitu saja didepanku, Dia tak menghiaraukan aku yang masih berjalan pelan.

“Kak, jangan cepet-cepet, tungguin dong?”
“iya, ini juga udah pelan, lagian aku dah kebelet banget nih” sambil memperlambat langkahnya
“tu  kan cepet-cepet lagi? Gelap nih Kak?” sahutku
Kak Novi berlalu begitu saja melangkah dengan cepat dan SLARAKKKK
“Akkh…..” Sambil menggerutu aku mencoba bangkit dari tanah dibantu Kak Novi
“Gak papa kan Nis?”
“iya gag papa kok Kak? Tapi jalannya jangan cepet-cepet ya?”
“aku udah kebelet banget Nis?”
“iya tau Kak, tapi Kakak kan tau kalau yang bawa senter itu Kakak, aku kan enggak bawa jadi aku susah jalannya. Ntar kalau aku jatuh lagi gimana?” sahutku kesal

Aku mulai berjalan dibelakang sambil memegangi bajunya. Akhirnya kami sampai diToilet dekat dengan ruang keamanan, toilet kami bersebelahan. Tak menunggu lama aku langsung bergegas masuk ketoilet dan memenuhi hajatku setelah selesai aku langsung keluar  dan langsung meminta Kak Novi juga ikut keluar. Namun Kak Novi belum juga usai buang hajatnya.
“Kak novi, aku udah nih?”
“iya Nis, tunggu bentar ya…?” sahut Kak Novi dari dalam
Beberapa menit kemudian . . .
“Kak, kok lama banget sih?” suaraku cukup samar

Sambil melihat kanan kiri, aku memandangi dengan seksama lingkungan disekitarku. Gelap, sepi, tiada suara manusia satupun, yang ada hanya suara semilir angin malam dan gemerincik air yang mengalir. Dan kini pandanganku tertuju pada pohon besar yang tumbuh didepan toilet, yah tepat dihadapanku.ini. Rasa merindingpun hadir, jujur saja aku punya rasa takut terhadap hal-hal semacam makhluk ghoib. Untuk sedikit menghilangkan rasa takutku, aku mulai membaca do’a-do’a pendek sebisaku. Berulang-ulang aku membacanya hingga aku memperoleh ketenangan sambil menunggu Kak Novi keluar.

“maaf Nis, lama ya? Soalnya aku BAB.”
“iya, gak papa kok” sahutku pendek sambil menutupi rasa takutku
“ayok langsung pulang!”
“kali ini jalannya harus pelan-pelan ya Kak? Kakak gak tega kan kalau aku kembali terperosok ke tanah?” pintaku memelas
“iya, iya, habis tadi aku kebelet banget Nis? Maaf ya?”
“he’eh”

Kamipun berjalan pulang, aku berjalan tepat disamping Kak Novi, sambil memegang erat lengannya, kali ini aku benar-benar berlindung agar aku tidak terjatuh kembali ketanah. Dan akhirnya kami sampai diBumi perkemahan, aku langsung bercerita tentang barusan dengan salah satu Kakak yang terbangun dari tidurnya, bukannya mendapat perhatian Ehhh aku malah ditertawakan, justru kali ini akulah yang pertama kali “nemu endog” (istilah mereka jika ada anak yang jatuh terjerembab ketanah).

Aku kembali masuk ketenda dan bersiap untuk melanjutkan tidurku, karena waktu masih menunjukkan pukul 03.00 pagi. Aku mulai membaringkan tubuhku dan mencoba memejamkan mata. Namun karena kejadian tadi, susah rasanya tubuh ini untuk tertidur kembali dan sampai terdengar suara Adzan Subuh, aku mulai bangkit dan langsung menuju keMusholla. Dan pagipun tiba, untuk pertama kalinya aku menikmati pagi yang sejuk di bumi perkemahan Linggo Asri, Pekalongan . . . J


***