Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Wednesday, October 28, 2015

Kamu Perlu Tahu Apa Bedanya Tertarik, Kagum, Suka, Sayang dan Cinta!

Kamu Perlu Tahu Apa Bedanya Tertarik, Kagum, Suka, Sayang dan Cinta!

Monday, October 26, 2015

Untukmu, dan kamu (semestinya) tahu


Dambaku ...
Aku adalah manusia biasa yang senatiasa merasa hampa, untuk itu aku membutuhkanmu. Engkau semestinya tahu bahwa aku bukanlah orang yang kemaruk akan harta, aku juga tidak tergila-gila akan elok rupa begitu juga S2 atau bahkan S3. Engkaupun tahu mengenalmu itu adalah anugerah bagiku, angin kesejukan yang kau tiupkan menggairahkanku untuk bisa melanjutkan hidupku dan selalu membawaku dalam naungan syukur terhadap tuhan.

Dambaku…
Semestinya kamu tahu, kamu fahami itu bahwa selama ini aku hanya setia padamu berharap kita bisa saling mengisi kekosongan yang telah lama menetap dihati dan pikiran. Aku ingin kita saling sama-sama berpacu bersama deru meraih asa menuju masa depan. Maafkan aku yang selama ini memilih diam dan tak pernah mencoba mengatakan rasaku yang sebenarnya tapi percayalah hati ini hanya untukmu, berharap ridhomu untuk melangkah bersama menuju hidup abadi yang bahagia. Dan tahukah kamu selama ini aku berharap banyak padamu? Aku terus menantimu, bukan hanya sekedar menerimamu dikala berhasilmu saja tapi aku juga ingin selalu berada disampingmu untuk menemanimu,  bersedia dibelakangmu untuk mendorong dan memberi semangat  kepadamu begitu pula saat kau tak punya gairah untuk melanjutkan hidupmu, aku akan menawarkan diriku untuk berada satu langkah didepanmu bukan untuk menuntunmu melainkan memberikan kesempatan istirahat bagimu karena aku tahu aku hanyalah seorang alpa yang nantinya juga harus tetap berada dibelakangmu, menjadi makmummu.

Dambaku…
Aku tahu, kita berdua masih dalam keadaan tak punya, masih kerdil dan tak berdaya untuk itu aku ingin kita terus berproses dan berusaha. Aku tak ingin kita saling mengucap janji untuk saling setia, bukan aku tak percaya akan ketulusan niatmu tapi aku memberi kesempatan untuk kita saling memperbaiki diri. Aku tak ingin kau hanya menjadi khayalku, karena aku ingin kita ada dalam keseriusan didalam dunia realita. Untuk itu aku mohon bersabarlah untuk kebahagiaan itu, mari kita titi bersama hidup kita. Tentu saja kebahagiaan yang kita mau tak sumudah yang kita kira, penuh penderitaan dan juga tantangan.

Dambaku ...
Aku tahu aku memang egois untuk mendapakan itu semua, tapi sekali lagi aku tahu kamu bukanlah seorang raja namun aku siap menemanimu untuk menjadi seorang raja dalam keluarga. Kuminta kepadamu saat diriku terlena kau mau untuk selalu menetapkanku pada keyakinanku itu. Ketika janji adalah sebuah hutang dan hutang adalah tanggungan, dikala itu aku tak mau membebanimu dengan segala harapku, dan akupun tak mau merasakan ragu akan dirimu. Aku yakin engkaulah lenteraku, yang menjadikan semu berubah jernih, yang tak akan pernah bisa menjemukan.

Dambaku ...

Suatu saat nanti, dikala kita ditakdirkan tuhan untuk bersatu dalam keluarga, yang meskipun engkau akan manjadi engkau dan aku tetaplah menjadi aku tapi karena rahmat Tuhan, yang jemu akan menjadi lekat, yang jauh menjadi dekat, yang beda menjadi sama, lawan menjadi kawan, benci jadi cinta yang akan terus membara. Aku mau rasaku ini bukanlah maya, dan kata ini bukan sekedar dusta semuanya nanti pasti ada. Menyatulah denganku, agar aku akan terus berkobar seiring senyum dan bahagia, terus membara seiring dekap dan cinta dan kian berkembang seiring belai dan sayang menapakai jalan suci menuju ridho Ilahi.

Saturday, October 17, 2015

Catatan pait diusia yang (katanya) sweet



CITA-CITA atau CINTA?
Dua hal yang  sulit untuk dibuang jauh-jauh dari pikiran. Cita-cita menjanjikan kebahagiaan dimasa yang akan datang, sedangkan Cinta? Suatu hal yang selalu mengiringi hidup seseorang disetiap harinya dan mungkin bisa jadi hal yang menjadi pemacu untuk meraih cita-cita atau malah bisa menghancurkannya??? (entahlah).

Kisah ini terinspirasi dari seorang gadis kecil yang sedang menikmati masa remajanya, sejuta cita yang telah ia rencanakan demi masa depannya namun disaat yang bersamaan cinta pertama hadir baginya. Bimbang, harus tetap konsentrasi dengan cita-citanya itu, atau sejenak mengabaikannya. Sementara kisah cinta yang penuh dengan misteri baginya dengan sikapnya yang masih polos dan begitu saja percaya pada orang-orang sekitarnya membuat ia harus jatuh bangun menyemangati dirinya sendiri demi melanjutkan hidupnya.

Lelah yang menerpa membuat aku harus beristirahat total berbaring ditempat tidurku, Yaa tidak hanya banyak ilmu dan pengalaman yang kuperoleh dari kegiatan Latihan Kader Muda kemarin, terpaksa tubuh ini terbaring lemas diatas ranjang selama dua hari. Ditengah istirahatku, Aku mencoba mengalihkan rasa lelah dengan sesekali aku buka akun social mediaku.

26 Desember 2103, pukul 20.00 WIB
Bagas Ardianto mengirim permintaan pertemanan dengan anda,  notifikasi dari akun Anisa Dwi Kamila, gadis yang baru saja menyelesaikan belajar ditingkat menengah kejuruan (akun facebookku). Sebelum aku menerima permintaan pertemanan darinya, aku coba buka-buka profil akunnya dan ternyata Ialah orang yang sudah mengantarku pulang dari LAKMUD kemarin, setelah cukup informasi yang aku dapat, langsung saja aku menambahkan dia kedalam daftar pertemananku.  Tak lama aku menerima permintaan pertemanannya, Ia langsung mengirim messege dalam *ku

“terima kasih atas konfirmasinya”
“iya, matama”
“gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik-baik aja, tapi gak tau berat badanku turun apa enggak, hahaha”
“pasti turun, kemarin aja waktu pulang dari LAKMUD aku turun lumayan banyak kok”
Dan chattingpun berhenti sampai disini

Jum’at, 27 Desember 2013, ba’da Sholat Jum’at
Pesan singkat dari nomor baru masuk dikontak hape kantorku
 “met siang? Lagi apa nih?”

Lama aku membiarkan pesan itu terbuka dan aku tak segera membalasnya. Selang beberapa menit, aku mencoba membalasnya barangkali nomor penting, pikirku saat itu.

“siang, maaf ini siapa?”
“ya, kayak gitu! Gara-gara kemarin diantar pulang Kak Bagas Kau begitu saja melupakan aku” balas singkat
“ehm, kalo dari bahasanya kayaknya ini Hamzah yaa?”
“gimana kabarnya?  Kemarin dianter pulang ma siapa?”
“Alhamdulillah baik-baik saja, lho tadi kan udah tau kalo aku dianter sama Kak Bagas, nah kok malah nanya lagi tu gimana ? ngetes yaa?”
“gimana kemarin dianter sama Kak Bagas?”
“hems, biasa aja tuh! Emang kenapa?”
“pasti seneng dianter sama Kak Bagas”
“enggak kok, beneran biasa aja lagian pas kemarin aja aku minta anter pulang, kamunya gak mau, jadi berhubung Kak Bagas baik hati menawariku untuk pulang bareng ya aku mau ja.”
“Lagi apa nih?”
“lagi nyantai aja?”
 “yaya, udah makan belom?”
“udah kok? Kamu sendiri lagia ap?”
“lagi nopi nih?”

Aku tinggalkan ponselku kemudian melanjutkan aktivitasku sampai semuanya benar-benar selesai Aku kerjakan. Pukul 16.00 pesan singkat kembali masuk dalam ponselku, dari nomor baru yang masih sama dengan nomor sebelumnya
*
“sore, lagi apa nih?”
“sore, lagi nyantai aja”
“udah mandi blom?”
“blom, kalo liburan emang aku jarang mandi kok? Hahah”
“pantesan bau”
“hems, biarin”
“bau wangi maksudnya”
“akh, masak?”
“iya beneran, lagi apa”
“lagi nyante, masak dari tadi nanyanya lagi apa mulu. Bosen tau?”
“hehe”

***

Sabtu, 28 Desember 2013. Pukul 16.15 WIB
*
“sore . . .”
“lagi apa nih?”
“kok gak dibales sih?”
“lagi apa?”
Berkali-kali smsnya masuk dalam ponselku dan tak ingin menecewakan akupun segera membalas pesan
“sore, maaf aku baru pulang ngaji. Ada apa?
“kok lama banget balesnya”
“iya, aku kan udah bilang, aku baru pulang?”
“tadi kamu boncengan motor pergi kepantai yaa?”
“enggak kok, dari tadi aku dirumah aja”
“tapi aku kaya liat kamu dipantai.”
“tapi beneran dari tadi aku dirumah aja. Kalo gak percaya ya udah.”
“ya, ya jangan marah donk?”

Disisi lain, akun social mediaku ramai dengan foto-foto kegiatan kemarin waktu LAKMUD, like-like dan komentar-komentar candaan dari anggota semakin meramaikan dunia maya namun aku belum tertarik untuk bergabung dengan mereka, masih malu. Berkali-kali update-an status yang menandai akunku dan seabrek cewek-cewek oleh Bagas Ardianto, entah apa maksudnya,aku tak tahu yang jelas notifikasinya sampai memenuhi kronologiku.
Tiba-tiba ada inbox di*ku

“(emotikon bergambar hati)”
“???”
“gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah, baik”

Dari nomor kantorku pesan masuk dari Kak Nita
*
“Sa, besok jalan-jalan yuk?”
“jalan-jalan kemana?”
“cari duren” maklumlah saat itu masih musimnya duren dan masih seger-segernya
“ikh, males akh, baru ja kemarin aku gak dirumah masak langsung mau pergi-pergi lagian aku gak suka duren”
“gak suka duren sukanya apa? Singkong?”
“yah, bisa jadi bisa jadi.”
“ayoklah Sa, nanti aku boncengan bareng Iqbal dan kamu sama Bagas”

Sebelum membalasnya, aku masih pikir-pikir dulu. Sekilas terbayang kebaikan Kak  Bagas terhadapku, ketulusannya waktu Ia mengantarkan aku pulang, dia memang gak tau siapa aku, dari mana asalku dan baik buruknya aku, tapi dialah orang yang bersedia mengantarku sampai depan rumahku. Saat itu, aku benar-benar bingung bagaimana cara aku pulang, sedangkan waktu berangkat aku bareng Kak Nita tapi dia memilih pulang dengan Iqbal. Kecewa tentunya karena orang yang sudah aku percaya malah mementingkan kepentingannya sendiri tapi (emang loe siapa ; dalam hati aku menggerutu sendiri) inilah yang namanya hidup, saat kamu tak bisa bertahan dengan mudahnya kamu akan tersingkirkan dari lainnya. Well, aku harus berbesar hati menerima setiap perlakuan darinya.
*
“enggak akh, maaf ya? Kalo lain kali gimana?”
“ayiip tah”

Dalam hati aku ingin sekali membalas budi baik dari Kak Bagas, tapi kembali kupertimbangkan, gak begitu saja aku bisa keluar rumah. Aku juga harus jaga perasaan Ibuku, dan setelah dua hari meninggalkan rumah aku harus tau diri, sedikit membantu meringankan pekerjaannya. Dan kini, aku benar-benar mantap untuk tetap stay dirumah.

Hamzah Sulungboy, akun baru meminta permintaan pertemanan dariku, dan tak menunggu lama aku langsung membuka-buka profilnya, penasaran tentunya dan dugaanku benar ternyata Dia memang orang yang aku tunggu selama ini,  Hamzah. Bahagia rasanya saat dia meminta pertemanan denganku. Kali ini, sebelum benar-benar mengkonfirmasinya aku buka-buka koleksi fotonya, kesukannya, status-statusnya dan yang paling penting biodatanya. Dan saat aku membaca bagian ini, aku langsung kaget tak percaya ternyata usianya baru 16 tahun, setahun lebih muda dariku dan dia masih anak sekolahan sedangkan aku sudah menyelesaikan sekolah menengah kejuruanku. Bimbang dan kecewa tentu tak dapat aku sembunyikan. Disatu sisi aku ingin belajar mencintainya, menerima apa adanya tapi setelah melihat profilnya aku benar-benar bingung, apa yang musti aku lakukan.

***

Sabtu, 29 Desember 2013.
Kubuka ponselku dan kulihat beberapa pesan baru masuk
*
“malem”
“malem juga”
“lagi apa ni?”
“nyante aja, kamu?”
“iya sama, tadi kamu pergi kepantai yaa?”
“enggak kok, aku ini anak rumahan tau, gak mungkin aku keluar malem-malem. Hahahah
 “tapi aku kaya liat kamu, beneran!”
“palingan mirip doank, kamu salah orang kali”
“enggak beneran, itu kamu”
“terserah kamu aja, pokoknya aku udah jujur, percaya ya Alhamdulillah gak percaya ya udah”
“Iih, jangan gitu dong?”
“lha emang aku harus ngomong kaya gimana lagi biar kamu percaya”

30 Desember 2013
*
“malem”
“malem juga”
“lagi apa ni?”
“baru pulang ngaji, emang kenapa”
“kamu mau gak jadi pacarku”
“waduuh?”
“mau gak?”
“bukannya aku gak mau tapi kita masih kecil belom saatnya untuk pacar-pacaran”
“jangan-jangan kamu udah punya cowok ya?”
“iih, sapa yang bilang? Orang aku aja belom pernah pacaran”
“terus kamu mau gak jadi pacarku”
“Au akh, ngobrol yang lain aja gimana?”
“emang mau ngobrol apaan?”
“eh, disitu ada maulidan gak?”
“ada donk, emang kenapa?”
“nah kamu ikutan apa enggak?”
“iya ikutan”
“ya udah konsentrasi aja maulidannya biar dapet banyak berkah”
“orang udah selesai kok maulidannya”
“ohh, disini kok baru dimulai yaa? Ya udah tak tinggal ikut maulidan dulu yaa?”

31 Desember 2013
Kali ini pesan masuk dari sahabatku sejak di bangku SMP. Ia juga teman seperjuanganku, saat Praktek Kerja Industri di  Sekolah Menengah Kejuruan ialah sahabat yang setia menemaniku. Sejak aku mengenalnya sampai saat ini Ia masih tetap tinggal diarea Pondok Pesantren, menimba ilmu disana.
*
“ayok nis kita jalan-jalan?”
“jalan-jalan kemana?”
“ke Borobudur, pengen beli baju nih?”
“ayok”
“tapi aku ngaak tahu tempatnya?”
“sama, aku juga. Tapi ntar kita cari bareng” disana aja gimana?”
“iya deh”
“hems, tapi ini kan tanggal tua, aku udah gak pegang uang kali!”
“ga papa, ntar aku yang bayarin deh. Santai aja.”
“gak akh, ngrepotin. Gimana kalo ntar-ntaran aja”
“gak bisa Nis, mumpung aku lagi punya duit nih? Kalo ntar-ntar duitnya habis.”
“ya udah. Aku Cuma bisa nganter aja ya?”
“oke”
“ya udah tak tunggu dirumah yaa?”
“ok”

Iapun datang bersama teman perempuannya naik sepeda motor
“Assalamu’alaikum”
“wa’alaikum salam”
“tunggu bentar yaa?”
“ia”
“ayok,udah siap nih?”
“ayok”

Dan untuk pertama kalinya Aku pergi ke Kota Pekalongan hanya berbekal uang 5.000,00 rupiah saja. Benar-benar nekat, tapi ya sudahlah, demi sahabatku itu apa yang bisa aku lakukan, akan aku lakukan. Dialah seseorang yang selama ini siap mendengarkan curahan hatiku, menemaniku saat-saat sedihku dan Dia pula orang yang menyemangatiku untuk menjadi yang lebih baik lagi. Keberadaannya benar-benar banyak memberikan nilai positif bagiku.

Kamipun mulai berjalan menuju jalan raya, menunggu angkutan umum dipinggiran jalan dan setelah menunggu beberapa lama akhirnya angkutan umum datang juga, kami masuk dan mulai duduk didalamnya.
“waduuh, macet ya?”
“iyalah, nduk namanya juga mau tahun baru. Jalanan rame” Jawab si Kernet Bis
“mau kemana mb’? Tanya penumpang lain yang masih tetanggaku
“jalan-jalan aja.”
“sama siapa aja?”
“tuh didepan, temen-temen aku.”
“owh, Mb sendiri mau kemana? Kuliah yaa?”
“ini mau kesini, enggak kuliah kok.”
“owh?”
“ya udah, aku turun dulu yaa?” sambil keluar dari Bis dan m
asuk ke blok Pasar
“iya, ati-ati Mb’?

“Mb’nya mau kemana?”
“ke Borobudur Om.” Sambil member ongkos Bis
“Owh, lewat Simpang lima aja ya?”
“terserah Om, yang penting jalan yang paling deket aja?”
“ya, kalo lewat sana paling deket, ntar mau naik angkot lagi apa gimana?
“jalan kaki Om”
“Owh, kalo gitu jauh juga. Tapi itu jalan terdekat.”
“ngomong-ngomong uangnya pas ya Om?”
“iya tho, kan ini Tahun Baru jadi ongkosnya naik.”
“nah kan tahun barunya besok, kenapa naiknya sekarang?”
“ya, kamu liat aja sekarang. Jalanan udah ramai kan?”
“ya Udah”

Tempat yang ditujupun hampir  sampai, namun harus butuh perjuangan. Penampilan ala Anak Santri ditengah ramainya kota dan Lalu lalang kendaraan bermotor membuat Kami bertiga terlihat seperti sekumpulan pengembara yang tak tahu mana arah yang harus kami tempuh. Dan benar saja, ditengah perjalanan Kami sempat tersesat. Sempat bingung harus mengambil jalan yang mana, dan Kami putuskan untuk sejenak beristirahat.

“Eh, ada pameran Buku! Kita mampir yuk!”
“ayok, tapi . . .”
“ya udah sih tinggal masuk aja.” Sambil bergegas menggandengku
“ya udah, Cuma liat-liat aja nih judulnya?”
“itu urusan nanti, yang penting mampir aja dulu. Mumpung ada kesempatan.”

Kami bertigapun masuk dalam pameran itu, mencoba membuka-buka beberapa buku yang tertata rapi didepan kami, mulai dari Novel remaja, Buku Religi, Buku anak-anak, Buku bergambar, Buku Kesehatan, Buku Pebisnis, Buku Pegetahuan Umum sampai Buku-buku terjemahan Kitab-kitab Salaf, yang jelas berbagai macam buku ada dalam pameran itu. Sayang memang waktu itu aku gak bawa uang dan akhirnya aku hanya bisa memuaskan mataku, pulang dengan tangan kosong.

Dan perjalanan dilanjutkan . . .
“maaf Bu, jalan menuju Borobudur mana ya?”
“Borobudur mall ya Nduk (sebutan khas untuk seorang gadis)?”
“ha’a Bu?”
“Owh, lewat sini aja Nduk. Jalan lurus aja, terus kalau ada jembatan belok kanan.”
“Owh, ya udah. Makasih ya Bu’?
“iya, sama-sama.”

Cukup lama memang kita bertiga mencari jalan, Setelah berjuang ditengah teriknya matahari, akhirnya kami bertiga sampai tujuan. Menikmati wisata belanja ala kadarnya, hanya melihat-lihat dan akhirnya Kami memutuskan untuk pulang.

Sepulang Jenk-jonk (tanpa membeli apa-apa), yang namanya badan pasti rasanya gak karuan. Bayangkan saja pergi ke kota hanya bermodalkan 5rb saja, tanpa jajan, tanpa membeli barang satupun. Hufft . . .
Dan tiba-tiba, pesan masuk kembali datang dari Kak Nita
*
“Sa, mau ikut malem tahun baru-an di Rumah Kak Ari gak?”
“Hems,kalau Kakak Ikut ya aku ikut juga. Tapi aku dijemput yaa?”
“ya,a ku juga takut kok kalo keluar malem”
“lha terus gimana?”
“ntar Bagas yang jemput kamu, aku dijemput lainnya gimana?”
“waduuh, kalo gitu mah aku gak berani. Barusan aku abis jalan-jalan. Capek”
“jalan-jalan dari mana hayo?”
“iya,  tadi dari Pekalongan.”
“gimana, jadi ikut gak?”
“enggak akh, aku takut keluar malem. Lagian baru aja aku pulang. Masa aku mau pergi lagi.”
“kalau gitu, aku juga gak mau ikut. Males sendirian”
“lho, gimana jadinya?”
“gak tau ntar”
“ikut aja sana. Sampaikan maaf dariku yaa gak bisa ikut bergabung?”


Berkali-kali aku menolak ajakan dari Kak Bagas, sebenarnya dalam hati aku ingin sekali menerima setiap tawaran baiknya, bukan karena apa-apa tapi aku hanya ingin membalas segala kebaikannya terhadapku. Aku merasa bersalah jika aku memang benar-benar menjadi manusia yang tidak tau berterima kasih.

* pesan masuk dari Hamzah
“malem...”
“malem juga”
“kamu percaya gak yang namanya Cinta pada pandangan pertama”
“Ehm, percaya sih percaya tapi kan gak segitu mudahnya perlu dibuktikan dengan kwalitas dari masing-masing yang dicintai.”
“aku suka kamu”
“wadau . . .”
“gimana? Aku beneran suka sama kamu? Mau gak jadi pacarku?”
“apa? Kita masih kecil belum waktunya pacaran”
“jangan-jangan kamu sudah punya cowok yaa?”
“dari awal kan aku udah bilang, aku blom pernah pacaran jadi ya blom punya cowok.”
“terus kamu mau gak jadi pacarku?”
“lah emang apa yang kamu suka dari aku?”
“aku suka sifatmu?”
“terus coba jelaskan sama aku, manfaatnya pacaran itu apa?”
“ya aku pengen kamu jadi penyemanagatku”
“waduh? Pacarannya ntar2 aja lebih baik kamu bahagian Ibu Bapak kamu dulu baru boleh pacaran”
“tapi aku suka sama kamu? Mau gak jadi pacarku?”
“bukannya aku gak mau, tapi menurut aku lebih baik konsen belajar dulu, sukses dulu, bahagiain ortu dulu. Baru bisa pacar-pacaran.”
“ouh, kalo gitu aku minta maaf udah ganggu kamu”
“lha kok mlah minta maaf, aku gak ngerasa keganggu kok nyantai aja kali”
“Hamzah, kamu gak papa kan? gimana? Tanpa harus jadi pacar aku masih siap kok untuk menyemangati hidup kamu.” Aku kembali meyakinkannya untuk belum menjalin hubungan selain berteman.

***
Bingung harus bagaimana, disatu sisi sebenarnya aku juga suka sama Hamzah tapi aku masih mempertimbangkan usianya saat itu. Ia masih duduk dibangku sekolah, sedangkan aku sudah bekerja, rasanya belum ada kata cocok untuk kami berdua. Disisi lain Kak Bagas juga mulai gencar-gencarnya mengutarakan cinta terhadapku, entah itu serius atau hanya candaan belaka, tetap saja membuat pikiranku terbelah menjadi dua. Jika aku boleh memilih, lebih baik aku menunggu sampai Hamzah dewasa, baru menjalin hubungan dengannya daripada saat itu aku harus menjalin hubungan dengan Kak Bagas yang tak sedikitpun dariku ada rasa suka terhadapnya. Dan akhirnya aku memilih untuk tidak memilih siapa-siapa.

Facebook kembali diramaikan dengan status-status dan komentar-komentar alay yang dilontarkan Kak Bagas sampai-sampai aku mendapat gelar “Princess Egg” darinya. Perlakuannya terhadapku memang mampu mencuri hatiku, sanjungan-sanjungannya, perhatiannya dan juga segala kebaikannya mampu mengalihkan perhatianku dari Hamzah.  Tapi aku juga merasa bersalah, jika aku benar-benar menerima cintanya, karena dari awal aku hanya ingin membalas budi baiknya tidak lebih.

Lama aku menunggu kabar dari Hamzah, berharap dia masih tetap berhubungan baik terhadapku setelah kejadian kemarin, ingin sekali aku mengenalnya lebih jauh lagi, tapi kenapa sampai berhari-hari dia tidak memberi kabar kepadaku? Mengapa justru orang lain yang tidak aku harapkan memberikan perhatian yang lebih kepadaku? Apa aku harus melupakanmu dan menerima cinta Kak Bagas? Entahlah

Berkali-kali Kak Bagas memperlakukan aku dengan begitu anggunnya, menyanjungku dan membesarkan kepalaku hingga aku terbuai oleh gombalan manisnya, sempat terfikirkan olehku untuk segera menerima cintanya tapi bagaimana dengan Kisah cinta pertamaku bersama Hamzah? Akankah hilang begitu saja tergantikan dengan Kak Bagas?

***

“Sa, aku mau ngomong sama kmu? Tapi kamu jangan marah yaa?”
“nah emang mau ngomong apa?”
“sebenarnya pas kemarin aku mau ajak kamu jalan terus kamu gak mau aku malah jalan-jalan berdua sama Bagas?”
“nah kok bisa?”
“iya, sebenarnya aku juga Cuma bercanda doang sih ngajak dia, eh dianya malah beneran nanggepin sampe-sampe dia jemput aku di depan kantor.”
“ooh. . .”
“pliss, jangan marah ya?”
“tapi kenapa Bagasnya bilang ma aku kalo dia gak jadi jalan-jalan padahal katanya dia sudah didepan masjid. Aku
jadi bingung”
“iya, sebenarnya juga waktu itu aku gak enak sama kamu. Pliis jangan marah yaa?”

Dan Bla bla bla . . . . penjelasan yang panjang dan lebar serta menghabiskan waktu yang lama, tidak hanya membuat kepalaku mau pecah tapi telingakupun memerah. Oh Tuhann . . ..Campur aduk rasanya. Hatiku mulai bertanya-tanya apakah aku masih cukup polos sehingga aku selalu dipermainkan oleh orang-orang disekitarku? Mengapa Kak Bagas yang dimataku tampak begitu baik dan tulus tapi dibelakangku Ia orang yang bukan aku kenal? Berkepribadian gandakah ia? Saat aku mencoba untuk membuka hatiku untuknya mengapa malah ia berbelok dariku? Disatu sisi, orang yang selama ini aku percaya malah menusukku dari belakang. Ya Kak Nita, orang yang sudah aku anggap teman baikku malah menusukku dari belakang. Aku bingung Tuhan harus percaya pada siapa lagi??? . . . Hiks hiks hiks.

GALAU karena sudah menyia-nyiakan Cinta pertama dari Hamzah
GALAU karena terlau berharap lebih terhadap orang yang baru aku kenal yang ternyata susah untuk ditebak
GALAU karena orang yang sudah aku percaya selama ini malah memanfaatkan aku demi kepentingannya sendiri
TUHANNNN Aku ingin berteriak sekeras-kerasnya namun hanya air  mata yang bisa mengekspresikannya. . .

Dan untuk kesekian kalinya aku ingin masih terlihat baik-baik saja, tersenyum dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku mencoba ingin tetap berbuat baik terhadap siapa saja. Semua hal buruk yang telah aku lalui akan aku jadikan pelajaran yang sangat berharga bagiku. Tak ada kata dendam untuk siapa-siapa saja yang Aku anggap telah mengkhianatiku. Meski sakit rasanya tapi Aku akan tetap bertahan semampu dan sekuat diriku. Dengan berbesar hati aku mencoba menerima segala perlakuan yang telah ia berikan terhadapku. Dan mulai kejadian itu, aku benar-benar harus hati-hati dan membatasi diri seberapa jauh aku dekat dengannya. Fisik boleh saja terlihat bersama, namun akan terasa jauh bilamana hati tak ingin menyatu.

Sementara disisi lain, saat aku merasa begitu sakit hati. Lantas  Aku mulai berpikir, Apa coba hakku untuk marah? Emang Aku siapa? Terus kalau aku marah semua akan berubah sesuai keinginan diriku sendiri. “Yang jelas itu semua bukan salah mereka tapi salah kamu, kamu yang belum juga pandai menempatkan posisimu, belum pandai membaca suasana dan belum pandai untuk bersikap sewajarnya.” Pikirku dalam hati

Hari berganti hari, dan peristiwa itupun berlalu begitu saja. Aku mulai membuang jauh setiap pikiran-pikiran negative dan mulai bagkit melupakan setiap peristiwa yang tidak mengenakkan hatiku. Tetap bersikap baik dengan siapa saja berharap semuanya akan baik-baik saja, karena dalam hatiku memiliki keyakinan bahwa apa yang telah kamu lakukan, entah itu baik atau buruk itu semua akan kembali keasalnya. Ingat bahwa hukum karma itu pasti ada.

Suatu hari, otakku benar-benar memutar kembali kisah lama yang telah terangkai begitu rapinya. Satu persatu peristiwa itu mulai Aku ingat dan saat kuingat kisah  Cinta Pertamaku, rasa sesal yang begitu mendalam tak dapat aku sembunyikan. Hamzah, seorang pria yang Aku idamkan selama ini, Pintar, rajin, taat beribadah, dan segala  kepribadiannya yang mengagumkan hingga sama sekali membuatku tidak menyangka kalau Dia masih 17 tahun. Hems . . . sayang berlalu begitu saja. Andai saja waktu dapat diputar, pasti saat Dia menyatakan cinta terhadapku pasti aku tidak akan menolaknya, tidak akan mencemaskan seberapa usianya, toh nyatanya sikapnya itu jauh lebih dewasa.

Oh Tuhannn, jadikan kisah ini kisah indah dalam hidupku dan biarkan Ia  tetap tinggal dalam kalbuku hingga saat yang tepat aku membukanya lagi dan menjadikannya pelajaran penting dalam hidupku. Amiiin . . .

***
Cinta pertama? Apa itu?
Hanya berlalu begitu saja, banyak sudah aku harapkan dari hal itu, mencoba menyandarkan hati dan melabuhkan jiwa. Namun, apa yang aku rasa? Jauh dari kata bahagia. Penantian panjang, berharap lebih dari seseorang yang disayang. Namun kenyataan berkata lain ....

“Luv you”
Tiba-tiba akun Bagas Ardianto mengirimi aku sebuah pesan singkat
“apaan” balasku singkat
“lope-lopean”
“idiihlah, alay ihh kamu. Sukanya ikut arus”
“ihh, la emang harus gimana?”
“gak tau lah, kamu kan yang lebih dewasa, harusnya kamu lebih tau dong?”
“apaan”

Niat baik Kak Bagas untuk menyampaikan maksud hatinya justru aku tanggapi dengan kurang baik. Maklumlah saat itu tidak ada pria lain lagi yang mampu mengambil hatiku selain Hamzah. Selain itu aku juga belum bisa menerima semua yang ada pada dirinya, yang selalu manis dengan bahasa yang begitu indah didepanku tapi tidak jika dibelakangku buktinya sudah beberapa kali Dia berbohong kepadaku namun tak pernah dia mengakuinya. selain itu Dia juga pria yang tempramen, Saat Dia marah dengan mudahnya dia mengeluarkan kata-kata yang ehmmmm.... terbukti dengan status-statusnya yang dengan bangganya Dia posting di dunia maya, geleng-geleng aku memahaminya. Walaupun aku tahu tak ada manusia yang sempurna, akan tetapi paling tidak Dia bisa menjaga tutur katanya. Terus urusanku apaan? Emang aku siapa? Berhakkah aku untuk ikut campur dalam kehidupannya...

Hari berganti, berlalu begitu saja. Dengan bodohnya masih saja aku mengharapkan cinta pertamaku yang kandas tak jelas. Hei... bangun!!! Bangun dari tidurmu! Mana ada Cinderella masa  kini. Lupakan Dia! Come On Anisa! Come On! Coba deh mulai buka hati untuk orang lain, ada Kak Bagas yang selalu berjuang untuk mendapatkanmu. Bukankah Dia juga sudah banyak berbuat baik terhadapmu, cobalah balas kebaikannya dengan keramahan, syukur-syukur bisa terima cintanya. Bukankah itu lebih baik bagimu? Tapi tunggu dulu, aku ingin bisa menerima Dia apa adanya bukan sekedar pelarian semata, bukan hanya untuk menghapus kesedihanku karena kepergian Hamzah.

Pikiran dan hatiku terus saja beradu, meskipun secara logika mungkin Kak Bagas lebih baik untukku tapi hati tetap saja terpaut pada satu nama yakni Hamzah, remaja yang dulunya ingin aku perjuangkan. Aku tidak bisa terus-terusan begini tidak hanya menyakitkanku tapi juga Kak Bagas yang sudah memperjuangkanmu dan akan merasa kecewa jika kamu hanya memberikan harapan kosong semata. “Sudah!!! Sudahi semua sandiwaramu, jika suka bilang suka dan jika tidak katakan sejujurnya. Jangan hanya memanfaatkan situasi, kamu jadi egois sendiri. Ingin bahagia, sementara Dia merugi karna sayangmu tidak tulus. Lebih baik kamu akhiri dari sekarang! Tentukan pilihan”  Ok aku sudah mantap sekarang, dan aku memutuskan untuk tidak menerima Kak Bagas sebagai kekasih, sedikit demi sedikit aku mulai abai padanya dan berharap Dia tidak akan merasa jauh lebih sakit jika aku meninggalkannya. Satu keyakinanku saat ini “Dan  ingat tetap berusaha keras untuk melupakan Hamzah, memaafkan yang salah meski itu berat dijalani dan tidak sekali-kali memberikan harapan kosong kepada Dia yang tidak kamu kehendaki untuk semakin menyakitinya! Ya... Sendiri dulu tanpa seorang teman spesial dihatimu J
Dan Aku yakin aku pasti bisa menjalani semuanya. J



-THE END-

Bersambung ke ceritaku  selanjutnya ....